-->

Maret 04, 2016

Makalah: Desa Swakarya, Desa Swadaya dan Desa Swasembada



BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


            Desa memiliki perkembangan tersendiri, namun kita harus awali dengan memahami desa. Pemahaman desa secara umum dan khusus sudah kita ketahui. Desa dalam pengertian umum dalam adalah desa sebagai suatu gejala yang bersifat universal, terdapat di manapun di dunia ini. Sebagai suatu komunitas kecil, yang terikat pada lokalitas tertentu baik sebagai tempat tinggal maupun bagi pemenuhan kebutuhan dan terutama yang tergantung pada pertanian, desa cenderung memiliki karakteristik-karakteristik tertentu yang sama. Sudah barang tentu di samping kesamaan di antara desa-desa di dunia ini, terdapat pula sejumlah perbedaan-perbedaan yang merupakan ciri-ciri khusus masing-masing pelbagai negara. Perbedaan inilah yang menjadi pembahasan yang ada di makalah ini. Dengan jenis desa swakarya, swadaya dan desa swasembada.[1]



            Walaupun hingga saat ini belum ada kesepakatan umum tentang keberadaan masayrakat pedesaan dalam bentuk pengertian yang baku. Akan tetapi, pedesaan memiliki arti tersendiri dalam kajian struktur sosial atau kehidupanya. Dalam keadaan yang sebenarnya, pedesaan dianggap sebagai standar dan pemeliharaan sistem kehidupa bermasyarakat dan kebudayaan asli seperti, gotong royong, tolong menolong, persaudaraan, kesenian, kepribadian, adat istiaat, nilai-nilai dan norma. Pedesaan acap kali dideskripsikan sebagai tempat kehidupan bermasyarakat di mana anggota masyarakatnya bergaul dengan rukun, tenang, selaras, dan akur. Konflik sosial biasanya berkutat pada peristiwa sehari-hari, misalnya hal pemilikan tanah, gengsi, perkawinan, perbedaan antar kaum muda dan tua, dan persoalan wanita dan pria. Pedesaan juga sering dipahami tenteram, guyup, rukun.
             Kesan populer secara sepintas tentang kehidupan masayarakat pedesaan dipahami sepintas sebagai kelompok masayarakat yang “bodoh” lambat berpikir dan bertindak, mudah tertipu, dan sebagainya. Kesan ini dilatarbelakangi oleh ketidaktahuan tentang masayarakt desa. Untuk itu lebih tepatnya kesan tentang kehidupan masyarakat pedesaan adalah masyarakat yang masih menganut pola-pola kehidupan tradisional. Akan tetapi, sifat-sifat tradisonal bagi masayarakat pedesaan juga tidak selamanya benar, sebab pada awalnya pola masyaarkat pertanian pedesaan secara tradisional digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, sedangakan dewasa ini sudah banyak masayarakat pertanian menganut pola bisnis.[2]
            Desa memiliki tingat perkembangannya, dari desa swakarya, swadaya sampai kepada desa swasembada. Dalam ketiga konsep ini, makalah ini akan menjelaskan dan memberikan gambaran tentang desa dan tingkatnnya. Dengan diawali apa itu pengertian desa seacara umum dan khusus.  

1.2 Tujuan

1.     Agar dapat memahami pengertian desa menurut sosiologi pedesaan, menurut para ahlinya,
2.     Dapat memahami ciri-ciri desa dan mengetahui gambarannya,
3.     Mengetahui dan mempelajari perkembangan desa dan ciri-cirinya.

1.3 Rumusan Maslaah

            Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, maka masalah dirumuskan sebagi berikut:
1.     Apa pengertian desa menurut sosiologi pedesaan?
2.     Apakah pengertian  desa swakarya, desa swadaya dan desa swasembada?
3.     Apakah unsur-unsur yang ada di dalamnya?
4.     Apakah kesimpulan dan saran yang diperoleh dari makalah ini?




                                                                        BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Desa

            Pemahaman desa dalam makalah ini mempergunakan disiplin sosiologi pedesaan. Suatu konsep yang sangat pokok dalam sosiologi pedesaan adalah desa. Sekalipun desa dalam pengertian yang sangat umum merupakan cerminan dari kehidupan yang bersahaja, yang belum maju, namun untuk memahaminya bukanlah sederhana.
            Pengertian desa seacara umum lebih sering dikaitkan dengan pertanian. Egon E. Bergel (1955:121), mendefenisikan desa seabagi setiap pemukiman para petani (peasant). Sebenarnya faktor pertanian bukanlah ciri yang selau ada dan terus melekat pada setiap desa. Ciri utama yang terletak pada desa adalah fungsinya sebagai tempat tinggal suatu kelompok masyarakat yang relatif kecil. Dalam Sosiologi, jenis kelompk semacam ini yakni memiliki ikatan kebersamaan dan ikatan wilayah tertentu pengertian dalam mencakup konsep komunitas.
            Suatu defenisi yang dikemukakan oleh Paul H. Landis (1948:12-13), seorang sarjana Sosiologi Pedesaan dari Amerika Serikat, dapat dikatakan cukup mewakili pendefenisian desa umumnya. Menurut dia, defenisi desa dapat dipilah menjadi tiga, tergantung pada tujuab analisa statistik, desa didefenisikan sebagai suatu lingkungan yang penduduknya kurang dari 2500 orang. Untuk tujuan analisa sosial-psikolog, desa didefenisikan sebagai suatu lingkunga yang penduduknya memiliki hubungan yang akrab dan serba informal di antara warganya. Sedangkan untuk tujuan analisa ekonomik, desa didefenisikan suatu lingkungan yang penduduknya tergantung pada pertanian.[3]
Pengertian desa dari beberapa ahli.
R.Bintarto. (1977), desa adalah merupakan perwujudan geografis yang ditimbulkan oleh unsur-unsur fisiografis, sosial, ekonomis politik, kultural setempat dalam hubungan dan pengaruh timbal balik dengan daerah lain.
Sutarjo Kartohadikusumo (1965) desa merupakan kesatuan hukum tempat tinggal suatu masyarakat yang berhak menyelenggarakan rumahtangganya sendiri merupakan pemerintahan terendah di bawah camat.
UU no. 22 tahun 1999 desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam sistem pemerintahan Nasional dan berada di daerah Kabupaten.
Sedangakan, defenisi resmi pengertian desa tertuang dalam Undang-Undang  No. 5 tahun 1979 “desa adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat termasuk di dalamnya kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung dibawah Camat dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia”.

2.1 Ciri-Ciri Desa[4]   

            Adapun ciri-ciri desa secara umum adalah
1.     Konflik dan persaingan, menunjukkan bahwa sering juga masyarakat di desa walaupun hidup secara terus. Para ahli antropologi yang biasa meneliti masayarakat-masyarakat kecil yang telah banyak megnumpulkan bahan tentang pertengkaran dalam masyarakat yang mereka teliti dan tidak hanya mengenai pertengkaran, melainkan juga konteroversinya. Contoh desa di Indonesia yang pernah terjadi pertengkaran adalah desa Celapar di Jawa Tengah, Telang di Kalimantan Tengah, Botoramba di Muremarew di Irian Barat.
2.     Kegiatan bekerja, dalam kenyataan kehidupan masayarakat desa seperti di desa Jagakarsa dekat Jakarta, Rarak di Sumbawa, Tahingan di Bali, dll, justru bekerja keraslah merupakan syarat penting untuk dapat tahan hidup dalam masyarakat pedesaan di Indonesia.
3.     Sistem tolong menolong, tambahan bantuan dalam pekerjaan pertanian tidak disewa tetapi yang diminya dalam sesama warga desa, ialah pertolongan pekerjaan. Aktivita ini konpensasinya adalah bukan bagian dari hasil pekerjaan, melainkan tenaga bantuan juga.
4.     Jiwa gotong-royong, dasar-dasar aktivitas gotong-royong sebagai suatu gejala sosial dalam masyarakat desa.
5.     Musyawarah, musyawarah adalah sutu gejala sosial yang ada dalam banyak masayarakat pedesaan umumnya dan khususnya di Indonesia. Artinya ialah, bahwa keputusan-keputusan yang diambil dalam rapat tidak berdasarkan mayoritas, yang menganut suatu pendirian tertentu, melainkan seluruh rapat, seolah-olah sebagai suatu badan.



2.3 Perkembangan desa

Menurut tingkat perkembangannya:

2.3.1  Desa Swadaya

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesai adalah desa swadaya adalah desa yang masih terikat oleh tradisi karena tarif pendidikan yang masih relatif rendah, produksi yang masih diarahkan untuk kebutuhan primer keluarga dan komunikasi keluar sangat terbatas. Desa ini bersifat sedenter, artinya sudah ada kelompok keluarga yang bermukim secara menetap di sana.
Norma yang terdapat di desa ini adalah, (1) mata pencaharian penduduk di sektor primer yaitu sebagian besar penduduk hidup dari pada pertanian, peternakan, nelayan, dan pencaharian dari hutan. (2) Adat istiadat masih mengikat . (3).Kelembagaan  dan pemerintahan desa masih sederhana.  Prasarana kurang memadai dan biasanya desa ini mampu menyelenggarakan rumah tangganya sendiri.
Ciri-ciri desa swadaya:[5]
  1. Daerahnya terisolir dengan daerah lainnya.
  2. Penduduknya jarang.
  3. Mata pencaharian homogen yang bersifat agraris.
  4. Bersifat tertutup.
  5. Masyarakat memegang teguh adat.
  6. Teknologi masih rendah.
  7. Sarana dan prasarana sangat kurang.
  8. Hubungan antarmanusia sangat erat.
  9. Pengawasan sosial dilakukan oleh keluarga
Menurut KBBI desa swakarya memiliki pengertian desa yang sudah agak longgar adat-istiadatnya karena pengaruh luar, mengenai teknologi pertanian, dan taraf pendidikan warganya relatif tinggi dibandingkan desa swadaya. Adopsi teknologi tertentu sering merupakan salah satu sumber perubahan itu.

2.3.2 Desa Swakarya

            Desa swakarya adalah desa yang setingkat lebih maju dari desa swadaya, di mana adat-istiadat masayarakat desa sedang mengalami transisi, pengaruh dari luar sudah mulai masuk ke desa, yang mengakibatkan perubahan cara berpikir dan bertambahnya lapangan pekerjaan di desa, sehingga mata pencaharian penduduk sudah mulai berkembang dari sektor primer ke sektor sekunder, produktifitas mulai meningkat dan diimbagi dengan bertambahnya prasarana desa. Adat yang merupakan tatanan hidup masyarakat sudah mulai mendapatkan perubahan sesuai dengan perubahan yang terjadi dalam aspek kehidupa sosial.
Norma-norma desa swakarya: (1). Mata pencaharian penduduk di sektor sudah mulai bergerak di bidang kerajina dan industri kecil, seperti pengolahan hasil pengawetan bahan makanan. (2). Out put desa merupakan jumlah dari keseluruhan produksi desa yang dinyatakan dalam nilai rupiahdi bidang pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, kerajinan, perdagangan pada tingkat sedang.(3). Adat istiadat dan kepercayaa penduduk berada pada tingkat transisi.
            Desa ini mulai mampu menyelenggarakan rumahnya tangganya sendiri, administrasi cukup baik, dan LKMD mulai berfungsi menggerakkan peran serta, masyarakat dalam pembangunan.
Ciri-ciri desa swakarya adalah:[6]
  1. Kebiasaan atau adat istiadat sudah tidak mengikat penuh.
  2. Sudah mulai menpergunakan alat-alat dan teknologi
  3. Desa swakarya sudah tidak terisolasi lagi walau letaknya jauh dari pusat perekonomian.
  4. Telah memiliki tingkat perekonomian, pendidikan, jalur lalu lintas dan prasarana lain.
  5. Jalur lalu lintas antara desa dan kota sudah agak lancar.

2.3.3  Desa Swasembada


Desa swasembada atau disebut juga dengan desa maju atau berkembang. Menurut kamus besar bahasa Inodesia desa swasembada adalah desa yang lebih maju daripada desa swakarya dan tidak terikat oleh adat-istiadat. Pengertian secara umum, desa swasembada adalah desa yang masyarakatnya telah mampu memanfaatkan dan mengembangkan sumber daya alam dan potensinya sesuai dengan kegiatan pembangunan regional. Di desa ini adat istiadat dalam masyarakatnya sudah tidak mengikat, hubungan antar manusia bersifat nasional. Mata pencaharian pendudu sudah beraneka ragam dan bergerak di sektor tertier, teknologi baru sudah benar-benar di bidang pertanian, sehingga produktivitasnya tinggi. Diimbangi dengan prasarana desa yang cukup. Bentuk desa bervariasi, tetapi rata-rata memenuhi syarat-syarat pemukiman yang baik. Para pemukim sudah banyak berpendidikan setingkat dengan sekolah atas.
Norma-norma desa swasembada (berkembang) ialah, (1) mata pencaharian penduduk di sektor tertier yaitu sebagian besar penduduknya bergerak di bidang perdagangan dan jasa. (2) out put desa merupakan jumlah dari seluruh produksi desa di bidang pertanian, peternakan, perkebunanam perikanan dan perdagagngan/ jasa sudah tinngi.
 Ciri-ciri desa swasembada:
  1. kebanyakan berlokasi di ibukota kecamatan.
  2. penduduknya padat-padat.
  3. tidak terikat dengan adat istiadat
  4. telah memiliki fasilitas-fasilitas yang memadai dan labih maju dari desa lain.
  5. partisipasi masyarakatnya sudah lebih efektif.

BAB III

PENUTUP

3.1  Kesimpulan

Defenisi resmi pengertian desa tertuang dalam Undang-Undang  No. 5 tahun 1979 “desa adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat termasuk di dalamnya kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung dibawah Camat dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ciri-ciri desa adalah, adanya konflik dan persaingan, kegiatan bekerja, sistem tolong-menolong, gotong-royong,musawarah.

Desa memiliki perkembangan tersendiri, yaitu desa swadaya, desa swakarya dan terakhir adalah desa swasembada. Desa menurut tingkatan ini memiliki  karakteristik yang berbeda, dan memiliki ciri-ciri. Dalam penjelasan di makala, desa yang terkategori memiliki kemjuan adalah desa swadaya, kemudian desa swakaryam, dan terakhir adalah desa swasembada.
Seperti penjelasan di bab II, bahwa desa-desa ini memiliki perbedaan out put, kategori mata pencaharian, dan juga masalah yang dihadapi penduduknya.
           


3.2           Saran
Sebagai seorang mahasiswa yang memilik tanggung jawab dalam pembangunan yang ada di Indonesia. Desa merupakan wilayah terluas di Indonesia, yang masih memiliki masalah sosial, mata pencaharian yang belum layak, sandang pangan yang masih belum mencukupi, serta masalah lainya. Bangsa kita, masih memiliki tinggkat kemiskinan yang tinggi dalam mencapai globalisasi. Tentunya sebagai tugas dan tanggung jawab kita adalah memberikan sumbangsih dan ilmu yang kita miliki dalam mencapai kemajuan desa-desa. Sehingga desa yang masihnbrkutat dalam kategori desa swadaya bisa naik kepada desa swakarya dan kemudian ke desa swasembada.
Bagi pemerintah, diharapkan bida memberikan perhatian khusus terhadap desa-desa yang ada di Indonesia. Mengalokasikan dana untuk membangun desa yang akan lebih baik dan bisa mengikuti perkembangan yang ada di kota. Meniggkatkan kualitas desa itu sendiri. Selain itu, pemerintah memeberikan program yang bisa membangun perkembangan desa, jangan melakukan korupsi tentang pendanaan yang ada di desa, sehingga desa mendapatkan kemajuan.

DAFTAR PUSTAKA


Raharjo.2004. Pengantar Sosiologi Pedesaan dan Pertanian. Gadjah Mada University. Yogyakarta .
Sajogyo & Pudjiwati.1992. Sosiologi Pedesaan. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Elly M. Setiadi & Kolip. 2011. Pengantar Sosiologi: Pemahaman Fatkta dan Gejala Permasalahan Sosial; Teori, Aplikasi dan Pemecahannya.  Cetakan Kedua. Kencana Prenada Media Group. Jakarta.
Koentjaraninggrat. 2002. Pengantar Antropologi. Cetakan kedelapan. Rineka Cipta. Jakarta.

Sumber Lain:
http://id.m.wikipedia.org/wiki/Desa (diakses pada tanggal 19  Oktober 2014)
[1] Raharjo. Pengantar Sosiologi Pedesaan dan Pertanian. Gadjah Mada University. Yogyakarta . 2004. Hal  28-29
[2] Elly M. Setiadi & Kolip. Pengantar Sosiologi: Pemahaman Fatkta dan Gejala Permasalahan Sosial; Teori, Aplikasi dan Pemecahannya.  Cetakan Kedua.2011.  Kencana Prenada Media Group. Jakarta. Hal. 841-842.
[3] Raharjo. Pengantar Sosiologi Pedesaan dan Pertanian. Gadjah Mada University. Yogyakarta . 2004. Hal. 29-30
[4]  Sajogyo & Pudjiwati. Sosiologi Pedesaan. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. 1992. Hal. 30-38.
[5] http://id.m.wikipedia.org/wiki/Desa (diakses pada tanggal 20 Oktober 2014)
[6] http://id.m.wikipedia.org/wiki/Desa., Op. cit  (diakses pada tanggal 20 Oktober 2014)

Tags :

bonarsitumorang

1 Reviews:

mantap infonya ijin copas gan........

Reply