-->

Agustus 11, 2016

Makalah: Lembaga Keluarga


BAB I
INTITUSI SOSIAL

               Durkheim mengemukakan sosiologi mempelajari institusi. Dalam bahasa Indonesia dijumpai terjemahan berlainan dengan konsep institution. Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi (1964), misalnya, menggunakan istilah “lembaga kemasyarakatan” sebagai terjemahan social institution. Koentjaraninggrat, Mely G. Tan dan Harsja W. Bachtiar menggunakan istilah “pranata”.
               Sebagaimana halnya dengan konsep lain, maka mengenai konsep institusi pun dijumpai berbagai definisi. Kornblum (1988 : 60) membuat definisi sebagai berikut: “…an institution is a motre or less stable structure of statues and roles devoted to meeting the basic needs of people in society” – suatu struktur status dan peran yang diarahkan kepemenuhan keperluan dasar anggota masyarakat. Harry M. Johnson mengemukakan bahwa institusi ialah “seperangkat norma yang terinstusionalisasi (institutionalized),” yaitu (1) telah diterima sejumlah besar anggota sistem sosial; (2) ditanggapi secara sungguh-sungguh (internalized); (3) diwajibkan, dan terhadap pelanggarnya dikenakan sanksi tertentu. Menurut Peter L. Berger (1978 :104), yang mendefinisikan institusi sebagai “a distinctive complex of social actions.” Berger mengacu pada pendapat Arnold Gehlen yang menamakan institusi suatu “regulatory agency” yang menyalurkan tindakan manusia laksana naluri mengatur tindakan hewan. Contoh yang dikemukakan Bergerialah dorongan untuk menikah merupakan suatu dorongan yang menyerupai suatu naluri, namun dorongan tersebut sebenarnya bukan naluri melainkan ditanamkan pada dirinya oleh masyarakat melalui institusi seperti keluarga , pendidikan, agama, media massa, iklan. (Berger, 1978 : 105).
BAB II
INSTITUSI KELUARGA
A.Tipe Keluarga
Dalam sosiologi keluarga biasanya dikenal pembedaan antara keluarga bersistem konsanguinal dan keluarga bersistem konjugal (lihat, antara lain, Clayton, 1979:49). Keluarga yang bersistem konsanguinal menekankan pada pentingnya ikatan darah, seperti misalnya hubungan antara seseorang dengan orang tuanya. Ikatan seseorang dengan orang tuanya cenderung dianggap lebih penting daripada ikatannya dengan suami istrinya. Dalam keluarga Jepang atau Tionghoa tradisonal, misalnya, seorang anak laki-laki akan memihak orang tuanya manakala orang tuanya berselisih dengan istrinya.Keluarga dengan sistem konjugal, di fihak lain, menekankan pada pentingnya hubungan perkawinan (antara suami istri); ikatan dengan suami atau istri dianggap lebih penting daripada ikatan dengan orang tuanya.
Pembedaan tipe keluarga yang dikenal pula ialah antara keluarga orientasi (family of orientation) dan keluarga prokreasi (family of procreation). Keluarga orientasi ialah keluarga yang di dalamnya seseorang dilahirkan, sedangkan keluarga prokreasi ialah keluargan yang dibentuk seseorang dengan jalan menikah dan mempunyai keturunan.



Pembagian tipe keluarga yang lain ialah kelurga batih ( nuclear family) dan keluarga luas (extended family). Kelurga batih merupakan satuan kelurga terkecil yang terdiri atas ayah, ibu, dan anak. Menurut William Goode keluarga batih tidak mengandung hubungan fungsional dengan kerabat dari keluarga orientasi dari salah satu pihak. Apabila suatu pasangan beserta anak mempunyai hubungan dengan kerabat dari kelurga orientasi salah satu atau kedua belah pihak, maka keluarga demikian menurutnya lebih tepat dinamakan keluarga konjugal (conjugal family).
Sedangkan keluarga luas terdiri dari beberapa keluarga batih. Kita mengenal beberapa tipe keluarga luas. Salah satu di antaranya ialah joint family , yang terdiri atas beberapa orang laki-laki kakak beradik beserta anak-anak mereka dan saudara kandung perempuan mereka yang belum menikah . Laki-laki tertua di antara kakak-beradik menjadi kepala keluarga manakala ayah mereka meninggal dunia. Menurut Clayton (1979:63) bentuk keluarga ini dijumpai antara lain di India dan Pakistan. Bentuk lain ialah keluarga luas varilokal, yang terdiri atas suatu keluarga batih ditambah keluarga batih para putra dalam keluarga batih senior tersebut. Kelurga demikian kita jumpai, misalnya, di masyatrakat Nias (lihat Danandjaja, 1971).

B. Aturan Mengenai Perkawinan

             Setiap masyarakat mengenal berbagai aturan mengenai perkawinan. Ada aturan mengenai apakah jodoh harus berasal dari anggota kelompok sendiri ataukah harus dari kelompok lain, dan siapa di antara kelompok sendiri yang boleh ataupun tidak boleh dinikahi; mengenai jumlah orang yang boleh dinikahi pada waktu yang sama; mengenai tempat menetap setelah perkawinan; dan aturan mengenai  penetuan garis keturunan.
1.      Incest Taboo
Suatu Aturan yang dijumpai dalam semua masyarakat mengatur mengenai siapa yang boleh dan tidak boleh dinikahi. Salah satu di antaranya ialah incest taboo (larangan hubungan sumbang, inses, sumbang muhrim), yang melarang hubungan perkawinan dengan keluarga yang sangat dekat seperti perkawinan seorang anak dengan orang tuanya atau perkawinan antara saudara kandung. Menurut Clayton larangan hubungan sumbang ini tidak terbatas pada orang yang mempunyai hubungan darah sangat dekat (orang tua, anak, saudara kandung) tetapi sering mencakup pula kerabat di luar orang tua dan saudara kandung. Meskipun incest taboo dijumpai dalam semua masyarakat , namun para ahli sosiologi mencatat bahwa pada kelompok tertentu dalam masyarakat dapat dijumpai pengecualian, Russel Middleton mengemukakan misalnya, bahwa di kalangan raja Mesir kuno, Yunani kuno dan Romawi kuno banyak dijumpai perkawinan kakak-adik atau perkawinan orang tua (lihat Clayton, 1979:52-53).
2.Bentuk Perkawinan
Pada dasarnya kita mengenal dua macam bentuk perkawinan:
1.      monogami (perkawinan antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan pada saat yang sama) dan poligami (perkawinan antara seorang laki-laki dengan beberapa perempuan pada waktu yang sama, atau antara seorang perempuan dengan beberapa orang laki-laki pada waktu yang sama). Bentuk perkawinan ini dikenal secara umum dan paling banyak dilakukan dan disepakati oleh masyarakat. Di kalangan penganut agama Kristen, bentuk perkawinan ini diwajibkan. Selain itu, bagi suku-suku bangsa tertentu yang tidak menganut agama Kristen juga lebih menyukai bentuk perkawinan monogami lebih mudah melaksanakan pertanggungjawaban terhadap pemeliharaan anak-anaknya.
2.      Poligami dibagi lagi dalam bentuk perkawinan poligini (polygyny, atau perkawinan antara seorang laki-laki dengan lebih dari seorang perempuan pada waktu yang sama), poliandri (poliandry), perkawinan antra seorang perempuan dengan lebih dari seorang laki-laki pada waktu yang sama), perkawinan kelompok (group marriage, perkawinan dua orang laki-laki atau lebih dengan dua orang perempuan atau lebih pada waktu yang sama). Kita pun mengenal bentuk poligini khusus yang dinamakan sororal polygyny yaitu perkawinan antara seorang laki-laki pada waktu yang sama dengan beberapa orang perempuan yang merupakan saudara kandung (lihat Clyton, 1979 : 55). Hal-hal yang menyebabkan terjdinya poligini :
v  Karena faktor kebudayaan, perang misalnya mengurangi jumlah laki-laki sehingga terjadi ketidakseimbangan antara jumlah laki-laki dan perempuan sehingga memungkinkan adanya poligami.
v  Lingkungan sosial, seperti penyakit yang memperkecil jumlah kaum laki-laki.
v  Untuk mendapatkan status dalam masyarakat, karena makin banyak istri, maka statusnya semakin tinggi dalam masyarakat.
v  Untuk tujuan ekonomi, karena makin banyak yang membantu untuk mengolah sawahnya atau mencari rezeki.
v  Ingin mendapatkan keturunan karena istri yang pertama tidak memberi keturunan.
Aturan lain yang berlaku dalam hubungan perkawinan ialah eksogami (exogami) dan endogami (endogamy). Eksogami merupakan sistem yang melarang perkawinan dengan anggota kelompok, sedangkan endogami merupakan merupakan sistem yang mewajibkan perkawinan dengan anggota kelompok. Kewajiban atau anjuran untuk menikah dengan seseorang dari kelompok ras, agama, suku bangsa, kasta atau kelas sosial sendiri merupakan suatau bentuk aturan endogami, sedangkan larangan untuk menikah dengan seseorang dari klen yang sama merupakan suatu bentuk aturan eksogami.

C. Aturan Mengenai Keturunan

               Dalam hal penarikan garis keturunan kita mengenal aturan patrilineal, bilateral, matrilineal, dan keturunan rangkap (double descent. Lihat Clayton, 1979). Pada sistem patrilineal menurut Murdock merupakan sistem yang paling banyak dijumpai, garis keturunan ditarik melalui laki-laki. Pada sistem bilateral, yang banyak dijumpai pada berbagai masyarakat meskipun tidak sebanyak patrilineal, garis keturunan ditarik melalui pihak laki-laki dan perempuan. Pada sistem matrilineal garis keturunan ditarikk melalui perempuan. Pada sistem keturunan rangkap garis keturunan ditarik melalui laki-laki secara patrilineal dan melalui perempuan secara matrilineal. Pola demikian banya dijumpai di Dayak di Kalimantan Tengah (lihat Danandjaja, 1971b).


D. Fungsi Keluarga

               Karena keluarga dianggap sangat penting dan menjadi pusat perhatian kehidupan individu, maka dalam kenyataan fungsi keluarga pada masyarakat adalah sama. Secara perinci, beberapa fungsi dari keluarga yaitu:
1.      Fungsi Keluarga Keturunan
Dalam masyarakat orang terbiasa dengan fakta bahwa kebutuhan seks dapat dipuaskan tanpa adanya prokreasi (mendapatkan anak) dengan berbagai cara, misalnya kontrasepsi, abortus, dan teknik lainnya. Meskipun sebagian masyarakat tidak membatasi kehidupan seks pada situasi perkawinan, tetapi semua masyarakat setuju bahwa keluarga akan menjamin reproduksi. Karena fungsi reproduksi ini hakikat ini untuk kelangsungan hidup manusia dan sebagai dasar kehidupan sosial manusia dan bukan hanya sekedar kebutuhan biologis saja. Fungsi ini didasarkan atas pertimbangan sosial, misalnya dapat melanjutkan keturunan, dapat mewariskan harta kekayaan, serta pemeliharaan pada hari tuanya.
Pada umumnya, masyarakat mengatakan bahwa perkawinan tanpa menghasilkan anak merupakan kemalangan karena dapat menimbulkan hal-hal negatif. Bahkan ada yang berpendapat bahwa semakin banyak anak semakin banyak mendapatkan mendapatkan rezeki, terutama hal ini dianut olrh orang Cina dan dihubungkan dengan keagamaan, karena semakin banyak anak semakin banyak yang memuja arwah nenek moyangnya.
2.      Fungsi Sosialisai dan Pendidikan
Fungsi ini untuk mendidik anak mulai dari awal sampai pertumbuhan anak hingga terbentuk personality-nya. Anak-anak itu lahir tanpa bekal sosial, dan karenanya agar si anak dapat berpartisipasi, maka harus disosialisasi oleh orang tuanya tentang nilai-nilai yang ada dalam masyarakat. Jadi, dengan kata lain, anak-anak harus belajar norma-norma mengenai apa yang senyatanya baik dan norma-norma yang tidak layak dalam masyarakat. Berdasarkan hal ini, anak-anak harus memperoleh standar tentang nilai-nilai apa yang diperbolehkan, apa yang baik, yang patut, dan sebagainya. Mereka harus dapat berkomunikasi dengan anggota masyarakat lainnya dengan menguasai sarana-sarananya.
Dalam keluarga, anak-anak mendapatkan segi-segi utama dari kepribadiannya, tingkah lakunya, tingkat pekertinya, sikapnya, dan reaksi emosianalnya. Oleh karena itu, keluarga merupakan perantara di antara masyarakat luas dan individu. Perlu diketahui bahwa kepribadian seseorang itu diletakkan pada waktu yang sangat muda dan yang berpengaruh besar sekali terhadap kepribadian seseorang yaitu keluarga, khususnya seorang ibu.
3.      Fungsi Pelindung
Fungsi ini adalah melindungi seluruh anggota keluarga dari berbagai bahaya yang dialami oleh  sebuah keluarga. Dengan adanya negara, maka fungsi ini banyak diambil alih instansi negara.
4.      Fungsi Penentuan Status
Jika dalam masyarakat terdapat perbedaan status yang besar, maka keluarga mewariskan statusnya pada tiap-tiap anggota keluarga mempunyai hak-hak istimewa. Perubahan status ini biasanya melalui perkawinan. Hak istimewa keluarga, misalanya menggunakan hak milik tertentu, dan lain sebagainya. Jadi status dapat diperoleh melalui assigned status dan ascribed status.
5.      Fungsi Ekonomi
Urusan-urusan pokok untuk mendapatkan kehidupan dilaksanakan keluarga sebagai unit-unit produksi yang sering kali dengan mengadakan pembagian kerja di antara anggota-anggotanya. Jadi, keluarga bertindak sebagai unit yang terkoordinasi dalam produksi ekonomi. Ini dapat menimbulkan adanya industri-industri rumah di mana semua anggota keluarga terlibat di dalam kegiatan pekerjaan tau mata  pencaharian yang sama. Dengan adanya fungsi ekonomi, maka hubungan di antara anggota keluarga bukan hanya sekedar hubungan yang dilandasi kepentingan untuk melanjutkan keturunan, akan tetapi juga memandang keluarga sebagai sistem hubungan kerja. Dengan kata lain, suami tidak hanya sebagai kepal rumah tangga, tetapi juga sebagai kepala dalam bekerja. Jadi, hubungan suami istri dan anak-anak dapat dipandang sebagi teman kerja yang sedikit banyak juga dipengaruhi oleh kepentingan dalam kerja sama. Fungsi ini jarang sekali terlihat pada keluarga di kota dan bahkan fungsi ini dikatakan berkurang atau hilang sama sekali.
6.      Fungsi Pemeliharaan
Keluarga pada dasarnya berkewajiban untuk memelihara anggota yang sakit, menderita, dan tua. Fungsi pemeliharaan ini pad setiap masyarakat berbeda-beda, akan tetapi sebagian masyarakat membebani keluarga dengan pertanggungjawaban khusus terhadap anggotanya bila mereka tergantung pada masyarakat. Seiring dengan perkembangan masyarakat yang makin modern dan kompleks, sebagian dari pelaksanaan fungsi pemeliharaan ini lambat laun mulai banyak diambil alaih dan dilayani pleh lembaga-lembaga masyarakat, misalnya rumah sakit, rumah-rumah khusus melayani orang-orang jompo.
7.      Fungsi Afeksi
Salah satu kebutuhan dasar manusia adalah kebutuhan kan kasih sayang atau rasa dicintai. Sejumlah studi telah menunjukkan bahwa kenakalan yang serius adalah salah satu ciri khas dari anak yang sama sekali tidak pernah mendapatkan perhatian atau merasakan kasih sayang. Di sisi lain, ketiadaan afeksi juga akan menggerogoti kemampuan seorang bayi untuk bertahan hidup.

E. Masalah Sosial Dalam Keluarga
Dua masalah sosial yang dialami dan terjadi dalam keluarga manapun di dunia, yaitu broken home dan perceraian.

a.    Masalah Broken Home

Semua orang menganggap bahwa perkawinan itu merupakan hal yang sakral dan diberkati oleh kaum ulama, biasanya perkawinan ini hanya dapat berakhir karena kematian. Berdasarkan anggapan inilah, maka setiap keluarga berusaha untuk menjaga keutuhan keluarganya, karena salah satu faktor yang memengaruhi jalannya fungsi-fungsi keluarga adalah kebutuhan dari keluarga.
Jika keluarga tidak menjaga keutuhannya, maka keluarga yang bersangkutan akan mengalami apa yang dinamakan broken home. Yang dimaksud dengan keutuhan keluarga, yaitu keutuhan struktur dalam keluarga, di samping adanya seorang ayah, juga adanya seorang ibu beserta anak-anaknya. Selain itu juga adanya keharmonisan dalam keluarga di mana di antara anggota keluarga itu saling bertemu muka dan saling berinteraksi satu dan yang lainnya. Dalam keluarga yang broken home, di mana sering terjadi percekcokan di antara orang tua dan sikap saling bermusuhan disertai dengan tindakan-tindakan yang agresif, maka dengan sendirinya keluarga yang bersangkutan akan mengalami kegagalan dalam menjalankan fungsi-fungsi keluarga yang sebenarnya.
Kegagala dalam menjalankan fungsi keluarga dapat disebabkan karena beberapa faktor di  antaranya:
1.      Faktor  pribadi, di mana suami istri kurang menyadari akan arti perkawinan yang sesungguhnya. Misalnya, sikap egoisme, kurang adanya toleran, kurang adanya kepercayaan satu sama lain.
2.      Faktor situasi khusus dalam keluarga, beberapa diantaranya:
a.      Kehadiran terus-menerus dari salah satu orang tua baik dari pihak suami atau istri mereka.
b.      Karena istri bekerja dan mendambakan kedudukan yang lebih tinggi dari suaminya.
c.      Tinggal bersama keluarga lain dalam satu rumah.
d.      Suami istri sering meninggalkan rumah karena kesibukan di luar.


b.    Masalah Perceraian

Seperti diketahui bahwa putusnya perkawinan disebabkan karena salah satu meninggal dunia atau karena perceraian. Mengenai perceraian, ada masyarakat yang mengizinkan berdasarkan kebudayaan, akan tetapi pada umumnya hampir semua masyarakat menentangnya, terutama bagi mereka yang menganut agama Kristen. Mereka beranggapan bahwa perkawinan hanya dapat diputuskan apabila salah satu dari suami istri meninggal dunia. Pada umumnya kebudayaan primitif mengizinkan perceraian tanpa mengenal prosedur yang menyulitkan, akan tetapi ada juga kebudaayan primitif yang melarang sama sekali adanya perceraian.
               Akibat dari perceraian sangat dirasakan oleh keluarga inti, sedangkan pada keluarga kerabat akibat dari perceraian tidak begitu berat dirasakan. Dalam keluarga kerabat, di mana kedudukan suami istri tunduk pada garis keturunan, maka walaupun terjadi terjadi perceraian keluarga masih tetap utuh. Sebaliknya dengan keluarga inti yang didasarkan perkawinan, maka bila terjadi perceraian akan berat sekali akibatnya, misalnya mengenai sosialisasi anak, pembagian harta warisan, pencari nafkah, dan sebaginya.
               Dengan akibat-akibat ini meskipun peceraian diperbolehkan, maka bukan berarti bahwa masyarakat membenarkan atau menyenangi adanay perceraian, oleh karena itu kemudian perceraian diatur oleh undang-undang. Adapun alasan-alasan perceraian ditentukan oleh Kitab Undang-Undan Hukum Perdata adalah apabila salah satu pasangan  baiak suami istri mengalami hal-hal berikut.
1.      Ditinggalkan dengan sengaja.
2.      Mendapatkan hukuman lebih dari lima tahun kerana melakukan kejahatan.
3.      Mengalami penganiayaan yang berat.


BAB III
PENUTUP
1.Kesimpulan
Sebagaimana dikemukakan di depan bahwa hakikat dari lembaga sosial adalah berfungsi sebagai sarana pemenuhan kebutuhan masyarakat. Kebutuhan itu berkisar pada kebutuhan yang esensial dan pokok. Keluarga merupakan lembaga sosial dasar sebagai titik awal dari semua lembaga sosial, dan istilah keluarga ini menunjuk beberapa pengertian sebagai berikut, kelompok yang memiliki nenek moyang yang sama, kekerabatan, pasangan perkawinan. Sebagaimana lembaga sosial yang lain, institusi keluarga adalah sistem norma dan tata cara yang diterima untuk menyelesaikan sejumlah tugas yang penting, sebagaimana dimaksud adalah fungsi keluarga.


2. Saran
            Keluarga harus memliki tujuan dan sudah dikatakan bahwa keluarga mempunyai fungsi, semua fungsi dalam keluarga harus dijalankan supaya tidak terjadi masalah perceraian dan broken home. Sangat disayangkan jika nantinya telah mengetahui dan memahami apa itu keluarga, masih saja melakukan hal yang tidak sewajarnya terhadap anggota keluarga. Semoga dengan pengetahuan ini, kita bisa menghapus tindak kekerasan terhadap keluarga kita nantinya.


Daftar Pustaka
Setiadi M. Elly, Kolip Usman, 2010. “Pengantar Sosiologi”  Jakarta: Kencana
Sunarto Kamanto, 2004, “Pengantar Sosiologi” Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi, Universitas        
                                       Indonesia, Jakarta.
                         


















Tags :

bonarsitumorang