-->

Juni 08, 2018

LINGKARAN SETAN DALAM DANA DESA

Pemerintah Indonesia sejak tahun 2015 sudah memperhatikan desa dengan cara yang serius. Desa  yang merupakan aset besar Indonesia akan memberikan dampak yang besar terhadap pembangunan. Dengan mmbangun desa otomatis ketimpangan antara KOTA dan DESA di Indonesia bisa diminimalisasi. Tentu, perhatian tersebut harus mencerminkan keadaan yang desa yang sesungguhnya. 

Kecenderungan desa yang ada di Indonesia dalam tahap perkembangannya masih tergolong desa yang berkembang, tertingggal, bahkan ada yang sampai sangat tertinggal. Pun demikian, solusi yang besar - besaran sudah diupayakan dalam membangun Indonesia yang berkeadilan. Salah satu contoh yang sudah dalam tahap penerapan dan pelaksanaan adalah pengadaan "Dana Desa" untuk desa-desa yang ada di Indonesia. 
Kondisi Infrastruktur Desa


Pengadaan Dana Desa untuk desa menjadi angin segar bagi masyarakat desa yang secara khusus masyarakat yang berada dalam kondisi kemiskinan. Untuk pengadaannya tentu sebuah bangsa harus merencanakan dengan cermat dan memberikan pengetahuan kepada Desa untuk menjadi agen pembangunan sendiri. 

Sejak Dana Desa ada dan suatu bukti menyatakan bahwa perkembangan desa di Indonesia cukup berkembang dalam berbagai bidang, secara khusus dalam bidang infrastruktur. Kesempatan ini langsung diambil desa, pemerintah desa, dan masyarakata desa untuk membangun infrastruktur desa selama ini yang masih sangat minim. 

Tantangan demi tantangan telah dihadapi oleh desa yang di dalamnya perangkat desa sebagai pioner dalam pembangunan. Perangkat Desa tersebut menjadi pemegang kendali (stake holder) dalam setiap pengambilan keputusan. Secara luas bisa kita pahami adalah pemerintah desa yang termasuk badan pengawas desa menjadi tolok ukur dalam setiap perencanaan, pelaksanaan, bahkan pad saat tahap evaluasi. 

Bukan mudah untuk memecahkan tantangan, saya penulis berdasarkan pengalaman di lapangan mencoba merangkum masalah urgent di dalam penggunaan Dana Desa. Pertama menurut saya adalah pengetahuan pemerintah desa dalam tahap perencanaan, pelaksanaa, bahkan dalam tahap evaluasi. Pengetahuan dan pengalaman pendidikan perangkat Desa masih tergolong rendah, tidak bisa dipungkiri jika rata-rata pendidikan perangkat Desa masih di jenjang menengah. Jika saja perangkat desa dibekali dengan pengalaman pendidikan dan pengalaman manajemen pembangunan tentunya bukan tidak mungkin Desa akan lebih maju. Saya sepakat bahwa memang UU menngharuskan perangkat Desa wajib tamatan SMA/sederajat. Namun, ada dalam kondisi tertentu pendidikan untuk jabatan perangkat desa kadang di nomor duakan. Saran saya semoga saya standar pendidikan perangkat Desa bisa ke depan dinaikkan dari SMA/sederajat ke Sarjana. 



Kondisi Desa


Kedua, minimnya jam terbang pelatihan yang diterima perangkat desa menjadi persoalan yang kompleks dalam setiap implementasi pembangunan desa. Memang saat ini sudah gencar dilakukan peningkatan kapasitas perangkat desa, untuk menjadi lebih baik perlu diberikan modal pengetahuan dalam praktek setiap tahap dalam implementasi Dana Desa.

Ketiga, miniminya imformasi yang tersedia di desa. Jaman serba informasi jaman sekarang masih sangat minim dirasakan oleh masyarakat Desa. Nah, informasi ini saya maksudkan adalah dampak minimnya pengawasan berbasis media di desa. Kesempatan untuk memberikan saran dan kritik yang bisa diakses masyarakat desa dan perangkat desa masih sangat sulit ditemukan di desa. Pembangunan komunikasi berbasis teknologi di desa harus menjadi perhatian khusus ke depan. 

Keempat, minimnya perhatian lembaga yang berbasis pengabdian dan penelitian di Desa. Mendengar kata desa yang terbayang di benak kita adalah sunyi, tanpa perubahan, tidak ada signal, dan lain-lain. Kecenderungan civitas akademik sulit melangkahkan kaki jika harus terjun ke desa yang jauh dari Kota. Pemilihan lokasi penelitian dan pengabdian senantiasa dipikirkan adalah jarak. Sulit menemukan komunitas dan individu memberikan gerakan sosial ke lokasi yang jauh dan mini akses menjadi ladang pengabdian. 

Kelima, hari demi hari berlalu dan bertambahnya tingkat peraturan yang dilaksanakan di desa. Kompleksnya masalah administrasi yang harus diselesaikan setiap berkas pelaksanaan dana desa menjadi tantangan tersendiri. Misalnya, pencairan dana desa yang dilakukan kadang diakhir bulan yang membuat tahap pengmbangunan setiap tahunnya harus menunggu pencairan yang cukup lama. 

Keenam, minimnya pengawasan dalam pembangunan dan penerapan dana desa. Memang di desa sudah ada BPD (Badan Permusyawaratan Desa) namun perlu diberikan bagaimana cara mengawasi yang baik dan benar. Hingga, pada akhirnya pengawasan tidak dilumuri kerjasama di balik layar. Harus memberikan perhatian khusus dalam setiap pembangunan yang sudah dilaksanakan perangkat Desa.

Ketujuh, melekatnya hubungan kekeluargaan dalam perangkat dan badan pengawas desa. Hubungan timbal balik dalam setiap pelaksnaan memberikan gambaran tersendiri untuk melanjutkan pembangunan. Hubungan kekerabatan antar perangkat desa dan badan pengawas desa menjadi kisah yang masih dibahas saat ini. Jika, keadaan tersebut masih berlajut dalam pemilihan atau pengangkatan perangkat desa menjadi pekerjaan rumah pemerintah daerah tersendiri. Mengawasi darah daging sendiri adalah pengawasan diri sendiri. 

Masih banyak tantangan yang harus dijawab oleh akademik dan pegiat sosial dalam setiap pembangunan. Lingkaran setan dalam pelaksanaan Dana Desa harus dijawab segera mungkin hingga nanti pelaksanaannya bisa meningkatkan kapasitas perangkat desa dan meningkatkan kemampuan desa dalam pembangunan di Indonesia. Desa membangun negeri ini.








Tags :

bonarsitumorang