-->

Agustus 11, 2018

Makalah : Neil J Smelser tentang Diferensiasi Struktural


BAB I
PENDAHULUAN

1.1       Latar Belakang

Modernisasi tidak selalu berdampak pada kehidupan secara lancar dan positif tapi juga mempunyai dampak yang negatif seperti terjadinya suatu konflik. Di Indonesia, bentuk-bentuk modernisasi banyak kita jumpai di berbagai aspek kehidupan masyarakat, baik dari segi pertanian, industri, perdagangan, maupun sosial budaya. Berbagai bidang tersebut dapat berkembang melalui serangkaian proses yang panjang sehingga mencapai pola-pola perilaku baru yang berwujud pada kehidupan masyarakat modern. 

Neil J Smelser
Sayangnya, penggunaan istilah modernisasi banyak disalahartikan sehingga sisi moralnya terlupakan. Banyak orang yang menganggap modernisasi hanya sebatas pada suatu kebebasan yang bersifat keduniawian. Tidak mengherankan juga bila banyak anggota masyarakat yang salah melangkah dalam menyikapi atau memahami tentang konsep modernisasi. Oleh karenanya, modernisasi yang akan dibahas dalam diferensiasi struktural kali ini menyatakan atau menggambarkan adanya perubahan dari masyarakat yang tradisional menuju masyarakat yang modern, dimana perubahan ini mengarah pada terbentuknya suatu lembaga-lembaga baru. Pembagian fungsi lembaga dalam masyarakat tidak menghilangkan fungsi utama dari sebuah lembaga.


1.2       Rumusan Masalah
Bagaimanakah teori Neil J Smelser tentang diferensiasi struktural?

1.3       Tujuan
Untuk mengetahui teori Neil J Smelser tentang diferensiasi struktural.

BAB II
ISI

2.1  Dasar Pemikiran Neil J Smelser

2.1.1  Emile Durkheim

(salah satu aspek differensiasi, yakni pembagian kerja), yang terbagi dalam solidaritas sosial dibagi menjadi dua, yaitu:
Solidaritas Mekanik
Ø  Merujuk kepada ikatan sosial yang dibangun atas kesamaan, kepercayaan dan adat bersama
Ø  Didasarkan  pada suatu tingkatan homogenitas yang tinggi dalam kepercayaan
Ø  Dibentuk oleh hukum represif
Solidaritas Organik
Ø  Menguraikan tatanan sosial berdasarkan perbedaan individual diantara rakyat.
Ø  Merupakan ciri dari masyarakat modern, khususnya kota .
Ø  Bersandar pada pembagian kerja (division of labor) yang rumit dan didalamnya orang terspesialisasi dalam pekerjaan yang berbeda-beda
Ø  Dibentuk oleh hukum restitutif

2.1.2  Teori Fungsionalis (Talcott Parsons)
Beranggapan bahwa masyarakat mempunyai kelembagaan yang saling terkait dan tergantung satu sama lain (seperti tubuh manusia), tiap-tiap bagian memiliki  fungsi pokok yang jelas dan khas, adanya keseimbangan dinamis stasioner (satu bagian berubah maka bagian lainnya akan mengikuti sehingga terbentuk keseimbangan baru). Teori Parsons ini dianggap konservatif karena menganggap bahwa masyarakat akan selalu berada pada situasi harmoni, stabil, seimbang, dan mapan. Dalam membedakan masyarakat tradisional dan modern, Parson merumuskan konsep “faktor kebakuan dan pengukur” yang terkait dengan “kecintaan dan kenetralan” 
2.1.3  Robert K Merton
Berdasarkan pada tiga postulat dasar analisis fungsional, yaitu:
1.      Postulat tentang kesatuan fungsional masyarakat, dimana suatu keadaan terdiri dari sistem sosial yang bekerja sama.
2.      Fungsionalisme universal bahwa seluruh bentuk kultur sosial dan struktur yang sudah baku mempunyai fungsi positif akan tetapi Merton berkata lain bahwa postulat ini bertentangan dengan apa yang ditemukan dikehidupan nyata, bahwasannya tidak secara keseluruhan mempunya fungsi positif.
3.      Postulat indispensability, yakni dalam setiap peradaban, setiap kebiasaan, ide, dan objek materil serta kepercayaan memenuhi beberapa fungsi penting, memiliki sejarah, menyatakan semua aspek masyarakat yang sudah baku tidak hanya mempunyai fungsi positif melainkan mencerminkan bagian-bagian yang sangat diperlukan berfungsinya masyarakat sebagai satu-kesatuan. 
2.2  Perubahan Sosial: Neil J Smelser
Menurut Smelser, faktor yang menentukan perubahan sosial telah dikenal sebagai satu atau beberapa diantara perkara sebagai berikut :
1.      Keadaan struktur untuk berubah.
2.      Dorongan untuk berubah.
3.      Mobilisasi untuk berubah, dan
4.      Pelaksanaan kontrol sosial.

Smelser menemukan tujuh langkah dalam urutan perubahan :
1.   Ketidakpuasan yang berasal dari kegagalan pencapain tujuan yang menghasilkan dan dari kesadaran tentang kemungkinan perubahan.
2.   Kekacauan psikis dalam bentuk berbagai reaksiemosional dan aspirasi yang tidak tepat dilihat dari sudut penyelesaian masalah.
3.      Penggunaan energi yang dikeluarkan di langkah kedua diatas  semakin rasional dalam upaya menyadari maksud dari sistem nilai yang ada.
4.  Tingkat perumusan gagasan, dimana ide-ide dibangkitkan secara berlimpah tanpa seorang pun mau bertanggung jawab atau memikul akibatnya.
5.    Upaya menetapakan ide-ide dan pola institutional khusus yang akan dilaksanakan.
6.    Pelaksanaan perubahan oleh individu atau kelompok, dan pelaksanaannya diberi sanksi sesuai dengan nilai yang ada.
7.  rutinitas perubahan yang dapat diterima.
   
Kata smelser, ketujuh  langkah diatas hanyalah “kotak kosong” dan harus diisi dengan sistem sosial tertentu yang menjadi  sasaran analisis.
Untuk kasus perubahan masyarakat industri, pengisiannya, menghasilkan urutan perubahan sebagai berikut :

1.    Ketidakpuasan yang berasal dari kegagalan untuk mencapai tingkat produktivitas yang memuaskan dan dari kesadaran tentang potensi untuk mencapai tingkat produktivitas yang lebih tinggi.
2.     Gangguan psikis dalam bentuk reaksi emosional menyimpang yang tepat aspirasi yang tidak realistis.
3.    Penyelesaian ketegangan secara tersembunyi dan  mobilisasi sumber-sumber pendorong dalam upaya untuk menyadari implikasi sistem nilai yang ada.
4.  Mendorong dan membangkitkan ide sebanyak-banyaknya tanpa menetapkan tanggungjawab bagi pelaksanaannya atau akibat-akibatnya.
5.   Menetapkan ide-ide khusus sehingga wiraswatawan akan mengakibatkan diri mereka sendiri dengan ide-ide itu.
6.     Pelaksanaan perubahan oleh wiraswatan yang diberi ganjaran dengan keuntungan atau dihukum dengan kerugian keuangan sebagai tanggapan konsumen atau pembaharuan yang mereka lakukan.
7.  Rutinisasi melalui penerimaan  keuntungan sebagai bagian taraf hidup  dan penerimaan  perusahaan mereka menjadi fungsi  produksi yang rutin. Ketujuhnya tak dapat dianggap sebagai tingkatan yang mempunyai cirri-ciri tertentu (discrete). Artinya, ketidakpuasan tidak lenyap dengan kemunculan gangguan psikis.

2.3   Faktor Penentu Perilaku Kolektif : Teori Smelser

Smelser menitikberatkan penjelasannya terhadap perilaku kolektif pada faktor sosiologis. Dalam mengembangkan teori mengenai perilaku kolektif, Smelser meminjam konsep nilai tambahan (valueadded) dari ilmu ekonomi.

Menurut teorinya perilaku kolektif ditentukan oleh enam faktor yang berlangsung secara berurutan, yaitu :

Ø  Mula-mula diawali oleh faktor yang dinamakannya structural conduciveness, faktor struktur situasi sosial yang menurutnya memudahkan terjadinya perilaku kolektif. Sebagian dari faktor ini merupakan kekuatan alam yang berada di luar kekuasaan manusia; namun sebagian merupakan faktor yang terkait dengan ada tidaknya pengaturan melalui institusi sosial.
Ø  Ketegangan struktural. Semakin besar ketegangan struktural, semakin besar pula peluang terjadinya perilaku kolektif. Kesenjangan dan ketidakserasian antar kelompok sosial, etnik, agama dan ekonomi yang bermukim berdekatan, misalnya membuka peluang bagi terjadinya berbagai bentuk ketegangan.
Ø  Berkembang dan menyebarnya suatu kepercayaan merupakan prasyarat berikutnya bagi terjadinya perilaku kolektif.
Ø  Terdiri atas faktor yang mendahului. Faktor ini merupakan faktor penunjang kecurigaan dan kecemasan yang dikandung masyarkat. Faktor seperti ini, menurut Smelser akan semakin mendorong khalayak ke arah perilaku kolektif.
Ø  Mobilisasi para peserta untuk melakukan tindakan. Perilaku kolektif terwujud manakala khalayak dimobilisasikan oleh pimpinannya untuk bertindak, baik untuk bergerak menjauhi suatu situasi berbahaya ataupun untuk mendekati orang atau benda yang mereka anggap sebagai sasaran tindakan.
Ø  Berlangsungnya pengendalian sosial. Faktor ini merupakan kekuatan yang menurut Smelser justru dapat mencegah, mengganggu ataupun menghambat akumulasi kelima factor penentu sebelumnya.

2.4  Teori Differensiasi  Struktural  (Kaitannya  Dengan  Modernisasi)

Konsep differensiasi adalah generalisasi konsep pembagian kerja. Neil J Smelser mendefinisikan bahwa:
Differensiasi struktural adalah proses yang membedakan peran sosial orang atau organisasi menjad dua peran atau lebih. Unit-unit sosial baru itu berbeda secara struktural tetapi secara fungsional setara terhadap unit asalnya.
Mekanisme differensiasi adalah pembentukan unit-unit khusus secara struktural dan fungsional. Differensiasi berarti pembagian satu unit atau struktur dalam masyarakat menjadi dua atau lebih unit atau struktur yang ciri-ciri dan fungsi pentingnya berbeda-beda.
Neil Smelser menggunakan dimensi-dimensi kompleksitas dan diferensiasi untuk membedakan antara masyarakat tradisional dan masyarakat modern. Suatu masyarakat maju serta struktur budaya yang kompleks dan terdiferensiasi, serta proses diferensiasi yang menciptakan suatu pola dan urutan-urutan. Smelser telah mengembangkan pendekatan sistemnya yang ada di dalam kerangka teori aksi secara umum yang mencakup analisis fungsional sistem sosial dengan unit-unit dasarnya.
Neil Smelser juga dengan teori diferensiasi strukturalnya. Smelser beranggapan dengan proses modernisasi, ketidakteraturan struktur masyarakat yang menjalankan berbagai berbagai fungsi sekaligus akan dibagi dalam substruktur untuk menjalankan satu fungsi yang lebih khusus.

Contoh:
 Untuk menggambarkan adanya diferensiasi struktural kita bisa melihatnya pada lembaga “keluarga”, dahulu keluarga yang tradisional memiliki strutur yang tidak teratur dan terkesan rumit. Mengapa pada masa tradisional lembaga keluarga terkesan rumit? Hal ini kerena dalam sebuah keluarga terdapat beberapa generasi dengan jumlah anggota keluarga yang cukup banyak. Dalam peranan keluarga pada masa tradisional memainkan fungsinya selain fungsi utama yaitu sebagai reporoduksi atau penerus keturunan, kemudian didalam keluarga juga sebagai fungsi pemenuh kebutuhan dengan cara bertanggung jawab atas produktifitas tenaga kerja (ladang pertanian bersama), Pendidikan (proses sosialisasi), kesejahteraan (memberikan perawatan pada usia lanjut), dan pendidikan agama (pemujaan terhadap arwah orangtua yang telah meninggal). Dimasa modern kini lembaga keluarga mengalami diferensiasi struktural dan memiliki struktur yang lebih sederhana, terdiri dari keluarga inti, kemudian berkurang nya fungsi-fungsi yang dijalankan di keluarga tradisional. Kini ada lembaga-lembaga yang mengambil alih peranan keluarga.

Neil Smelser melukiskan modernisasi sebagai transisi multidimensional yang meliputi 6 bidang:

1.      Modernisasi di bidang ekonomi, bahwa lembaga ekonomi mengambil alih fungsi produktivitas, seperti:
(a) mengakarnya teknologi dalam ilmu pengetahuan;
(b) bergerak dari pertanian substensi ke pertanian komersial;
(c) penggantian tenaga binatang dan manusia oleh energi benda mati dan produksi mesin;
(d) berkembangnya bentuk pemukiman urban dan konsentrasi tenaga kerja di tempat tertentu.
2.      Di bidang politik ditandai dengan: transisi dari kekuasaan suku ke sistem hak pilih, perwakilan, partai politik, dan kekuasaan demokratis.
3.      Di bidang agama ditandai: sekulerisasi.
4.      Di bidang pendidikan, lembaga pendidikan menyediakan jasa pengajaran yang ditandai dengan:
a)   penurunan angka buta huruf
b)   peningkatan perhatian pada ilmu pengetahuan, keterampilan, dan kecakapan.
5.      Di bidang kehidupan keluarga ditandai dengan:
a)   berkurangnya peran ikatan kekeluargaan
b)   makin besarnya spesialisasi fungsional keluarga.
6.      Di bidang stratifikasi sosial, ditandai dengan:
a)   penekanan pada mobilitas
b)   prestasi individual ketimbang prestasi yang dimiliki.


Lembaga baru yang sudah terbentuk akan menjalankan fungsinya secara utuh dan lebih efisien jika dibandingkan seluruh fungsi dijalankan oleh keluarga pada masa tradisonal.
Modernisasi adalah proses perubahan dari cara-cara tradisional ke cara-cara baru yang lebih maju dalam rangka untuk peningkatan kualitas hidup masyarakat. Sebagai suatu bentuk perubahan sosial, modernisasi biasanya merupakan bentuk perubahan sosial yang terarah dan terencana. Perencanaan sosial (social planning) dewasa ini menjadi ciri umum bagi masyarakat atau negara yang sedang mengalami perkembangan. Suatu perencanaan sosial haruslah didasarkan pada pengertian yang mendalam tentang bagaimana suatu kebudayaan dapat berkembang dari taraf yang lebih rendah ke taraf yang lebih maju atau modern.
2.5   Masalah Baru Mengenai Diferensiasi Struktural
Namun, setelah terjadi diferensiasi struktural justru menimbulkan persoalan baru yaitu integrasi yang berupa pengkoordinasian aktivitas berbagai lembaga baru tersebut. Dalam masyarakat tradisional tidak terjadi masalah integrasi pelaksanaan fungsi karena dilaksanakan dalam satu unit keluarga, maka dari itu menurut smelser perlu adanya lembaga baru yang dibentuk khusus untuk mengkoordinasi kegiatan masyarakat yang telah terdiferensiasi. Menurut smelser meski telah dibentuk lembaga baru sebagai penghubung tidak dapat diselesaikan secara sempurna. Hal ini dikarenakan:
1.      terdapat perbedaan kepentingan dan nilai atau prinsip yang digunakan  dalam satu lembaga dengan lembaga lainnya, sehingga kerap terjadi konflik nilai dan kepentingan.
2.      Permasalan ketidak seimbangan perkembangan dan pembangunan kelembagaan masyarakat yang diperlukan. Ini terjadi karena lembaga tersebut terbangun dan berkembang dengan kecepatan yang berbeda.
3.      Kurangnya koordinasi dari berbagai struktur menyebabkan kerusuhan sosial.
Kekacauan ini akan menyebabkan agitasi politik damai sampai pada kerusuhan dengan kekerasan, atau bahkan terjadi perang geriliya dan revolusi sosial. Ini terjadi karena adanya sebagian masyarakat yang tidak terlibat dalam proses diferensiasi struktural.
2.6   Kelemahan Teori Diferensiasi Struktural
1.      Tidak disertai mekanisme kausal yang menjelaskan penyebab terjadinya diferensiasi.
2.      Serta tidak adanya bukti konkrit mengenai berbagai akibat, efek samping, hambatan dan ketegangan yang ditimbulkan.
BAB III PENUTUP
3.1       Kesimpulan
ü  Dasar pemikiran Neil J Smelser dadasari oleh pemikiran Emile Durkheim, Talcott Parsons, dan Robert K Merton mengenai fungsionalisme.
ü  Menurut Smelser, faktor yang menentukan perubahan sosial telah dikenal sebagai satu atau beberapa diantara perkara sebagai berikut :  keadaan struktur untuk berubah, dorongan untuk berubah, mobilisasi untuk berubah, dan pelaksanaan kontrol sosial.
ü  Dalam upaya melakukan suatu perubahan, dibutuhkanlah peran kolektif (kebersamaan) dalam pembangunan dan tidak individual.
ü  Neil Smelser juga dengan teori diferensiasi strukturalnya. Smelser beranggapan dengan proses modernisasi, ketidakteraturan struktur masyarakat yang menjalankan berbagai fungsi sekaligus akan dibagi dalam substruktur untuk menjalankan satu fungsi yang lebih khusus.
ü  Dalam masyarakat tradisional, keluarga masih menjalankan fungsinya secara penuh, namun dalam modernisasi sudah ada pembagian di bidang ekonomi, pendidikan, politik.
ü  Masyarakat tradisional tidak terjadi masalah integrasi pelaksanaan fungsi karena dilaksanakan dalam satu unit keluarga, maka dari itu menurut smelser perlu adanya lembaga baru yang dibentuk khusus untuk mengkoordinasi kegiatan masyarakat yang telah terdiferensiasi.

3.2      
Saran
Untuk melakukan perubahan kearah yang lebih baik, differensiasi strukutural yang sudah terjadi saat ini harus benar-benar mengupayakan adanya kolektifitas bersama, karena dengan adanya kerjasama akan lebih mudah melakukan suatu perubahan kearah yang modernisasi dan tidak dicap bahwa bangsa kita adalah bangsa yang westernisasi.
DAFTAR  PUSTAKA 
Sztompka, Piotr. 2011. Sosiologi Perubahan Sosial. Jakarta: Prenada.

So, Alvin Y, dan Suwarsono. 2006. Perubahan Sosial Dan Pembangunan (Edisi Revisi). Jakarta: LP3ES.

Tb. Bachtiar Rifai. H. 1986. Perspektif Dari Pembangunan Ilmu Dan Tekhnologi. Jakarta: Gramedia.


Tags :

bonarsitumorang