-->

Agustus 09, 2018

Makalah : Teori Kritis Jurgen Habermas


A.   Sejarah Hidup Jurgen Habermas
Jurgen Habermas
Jurgen Habermas merupakan penerus Marxian yang sangat kritis dari generasi kedua Mazhab Frankfurt. Ia, dilahirkan di Jerman 18 Juni 1929, seorang filsuf yang paling berpengaruh di abad kontemporer. Pemikiran-pemikiranya mulai munncul setelah ia memasuki sebujah aliran filsafat yang sejak 60 tahun semakin berpengaruh dalam dunia filsafat dan ilmu-ilmu sosial. Habermas adalah seorang pemikir sosial yang sangat penting di dunia dewasa ini. Lahir dari keluarga kelas menengah yang agak tradisional. Ayahnya pernah menjabat direktur Kamar Dagang. Ketika berusia belasan tahun selama PD II Habermas sangat dipengaruhi oleh perang itu. Berakhirnya perang menimbulkan harapan dan peluang baru pemuda Jerman, termasuk Habermas. Hancurnya Nazisme menimbulkan optimisme mengenai masa depan Jerman, namun Habermas kecewa karena hampir tak ada kemajuan yang berarti di tahun-tahun permulaan sesudah perang. Dengan berakhirnya kekuasaan Nazi, semua jenis peluang intelektual muncul, dan buku-buku yang semula dilarang dibaca kini boleh dibaca dan tersedia buat Habermas.

Tahun 1956 Habermas tiba di The Institute for Social Research di Frankfurt dan bergabung dengan aliran Frankfurt. Ia sebenarnya menjadi asisten riset dari Theodor Adomo, anggota aliran Frankfurt yang sangat terkenal (Wiggershaus, 1994). Beberapa karya Habermas :
1.    The Structural Transformation of the Public Sphere: an Inquiry into a Category of Bourgeois Society (1962) diterjemahkan oleh Thomas Burger bersama dengan Frederick Lawrence, Cambridge, Polity Press, 1989.
2.    Theorie und Praxis / Theory and Practice (1963), diterjemahkan oleh John Viertel, Boston, Beacon Press, 1973.
3.    On the Logic of the Social Sciences (1970), diterjemahkan oleh Shierry W. Nicholsen dan Jerry Stark, Cambridge,Mass, MIT Press, 1988.
4.    The Structural Transformation of the Public Sphere: an Inquiry into a Category of Bourgeois Society (1962) diterjemahkan oleh Thomas Burger bersama dengan Frederick Lawrence, Cambridge, Polity Press, 1989.
5.    Theorie und Praxis / Theory and Practice (1963), diterjemahkan oleh John Viertel, Boston, Beacon Press, 1973.
6.    On the Logic of the Social Sciences (1970), diterjemahkan oleh Shierry W. Nicholsen dan Jerry Stark, Cambridge,Mass, MIT Press, 1988.

B.  
Memetakan Pemikiran Habermas
Untuk memahami pemikiran Jurgen Habermas terlebih dahulu harus dipahami latar belakang yang mempengaruhi teori-teori pemikirannya. Bisa dipastikan bahwa Habermas sangat dipengaruhi oleh warisan intelektual Mazhab Frankfurt yang terkenal dengan Teori Kritisnya. Sejak tahun 30-an Habermas sudah tertarik dan mengkaji gaya karya-karya Hokheimer dan Adorno. Ternyata dikemudian hari teori Mazhab Frankfrut ini tidak saja menentukan gaya pikir dan isi teori-teorinya namun lebih jauh Habermas juga melakukan semacam pembaharuan atas kelemahan teori kritis itu terutama dengan melihat pesimis pendahulunya dalam memandang dunia modern. Disebut Teori Kritis karena mazhab pemikiran ini dikenal sangat getol mensosialisasikan suatu gaya berpikir analisis.
Kritik adalah konsep kunci untuk memahami Teori Kritis. Kritik juga merupakan suatu program bagi Mazhab Frankfrut untuk merumuskan suatu teori yang bersifat emansipatoris tentang kebudayaan dan masyarakat modern. Kritik-kritik mereka diarahkan pada berbagai bidang kehidupan masayarakat modern, seperti seni, ilmu pengetahuan, ekonomi, politik dan kebudayaan pada umumnya yang bagi mereka telah menjadi rancu karena diselubungi ideologi-ideologi yang menguntungkan pihak-pihak tertentu sekaligus mengasingkan manusia individual di dalam masyarakatnya. Habermas dikenal sebagai pembaharu tradisi intelektual yang dirintis oleh Max Horkheimer, sepanjang yang dirumuskan habermas ada enam tema dalam program teori mereka :
a.    Bentuk-bentuk integrasi sosial
b.    Masyarakat postliberal
c.    Sosialisasi dan perkembangan ego
d.    Media massa dan kebudayaan massa
e.    Psikologi sosial protes
f.     Teori seni dan kritik atas positivisme
Jika dirunut ke awal sejarahnya, memang titik tolak teori kritis sejak Horkheimer adalah berasal dari persoalan paham positivisme yang salah dalam memandang keberadaan ilmu-ilmu sosial, positivisme menganggap bahwa ilmu-ilmu sosial bebas nilai, terlepas dari praktik sosial dan moralitas, yang dapat dipakai untuk prediksi, bersifat objektif dan sebagainya. 
Anggapan semacam itu mengkristal menjadi suatu kepercayaan umum bahwa satu-satunya bentuk pengetahuan yang benar adalah pengetahuan ilmiah dan pengetahuan semacam itu hanya dapat diperoleh dengan menerapkan metode ilmu-ilmu alam pada ilmu-ilmu sosial. Anggapan seperti itu disebut saintisme. Menanggapi kenyataan itu, madzhab Frankfrut memberi alternative dengan “teori kritis” nya sebagai teori yang memihak praxis emansipatoris masyarakat. Di kemudian hari kemudian Habermas merumuskan teori itu sebagai dasar epistemologisnya dengan menyatakan bahwa ilmu pengetahuan sangat berhubungan dengan kepentingan kognitif, sehingga posisi ilmu pengetahuan tidak pernah bebas nilai, ilmu pengetahuan akan sangat dipengaruhi oleh sosial politik (ideologi), kekuasaan, dan kepentingan, termasuk juga oleh kelompok teori kritis yang didorong oleh kepentingan emansipatoris.
Teori kritis juga mampu membongkar kedok rasionalitas pencerahaan yang disebut rasionalitas instrumental itu telah gagal mencapai tujuan emansipatifnya yaitu membebaskan manusia dari perbudakan serta membangun kehidupan masyarakat independent yang bebas untuk mengatur kehidupan sosialnya sendiri. Kegagalan teori kritis generasi pertama lebih disebabkan terperangkap atas teori filosofis Karl Marx yang mereduksi manusia hanya sebagai makhluk pekerja. Kemudian Jurgen Habermas muncul sebagai pembaharu Teori Kritis dengan memperbaharui konsep paradigma komunikasi. Hal ini begitu nampak dengan langkah-langkah Habermas yang melakukan dialog-dialog Habermas dengan Foucoult tentang kekuasaan, dengan Parson tentang krisis sosial, dengan Popper mengenai falsifikasi dan yang terakhir bagaimana Habermas merumuskan hermeneutika kritis yang mengadopsi psikoanalisa untuk menggabungkan explanation dan understanding yang mengarah pada metode refleksi diri. Oleh karena itulah teori kritis ini mampu diterapkan dalam berbagai studi sosial seperti penelitian sosial kritis, kebijakan Negara dan kebijakan sosial, kontrol sosial, analisa wacana dan media massa, kajian gender, psikologi sosial, sosiologi pendidikan, gerakan sosial, metode penelitian, ras dan etnisitas, politik mikro, pendidikan, serta pembaharuan sosiologi.
Pada hakekatnya teori kritis ini memiliki empat karakter utama yaitu :
Ø  Teori kritis bersifat historis, artinya teori kritis dilambangkan berdasarkan situasi masyarakat yang kongkrit dan kritik imanen yaitu kritik terhadap masyarakat yang nyata-nyata tidak manusiawi.
Ø  Teori kritis bersifar kritis terhadap dirinya sendiri dengan cara evaluasi, kritik dan refleksi atas dirinya sendiri.
Ø  Teori kritis menggunakan metode dialektis sehingga teori kritis memiliki kecurigaan terhadap situasi masyarakat aktual.
Ø  Teori kritis adalah teori dengan maksud praktis yaitu teori yang mendorong transformasi masyarakat dan hanya mungkin dilakukan dalam praxis.
Habermas memberikan sebuah gambaran mengenai teori kritis, dimana teori kritis ini merupakan sebuah metodologi yang ditegakkan di dalam ketegangan dialektis antara filsafat dan ilmu pengetahuan. Adapun ilmu pengetahuan yang dikehendaki di sini adalah ilmu pengetahuan yang bernuansa sosiologis. Menurutnya lagi, teori kritis pada dasrnya bukanlah merupakan suatu teori ilmiah  sebagaimana yang dikenal oleh kalangan luas masyarakat atau publik akademis. Jika pada umumnya aliran positifistik berhenti pada tataran fakta-fakta obyektif, maka teori kritis tidak hanya berhenti sampai di situ. Bisa disebut bahwa teori kritis ini merupakan teori ideology.

Teori kritis berusaha untuk dapat menembus realitas sosial sebagai fakta sosiologis guna menemukan kondisi kondisi yang bersifat transcendental yang melampaui data empiris.  Teori kritis ini sendiri merupakan buah hasil yang dimunculkan oleh mazhab Frankfurt, dimana teori ini mempunyai maksud membuka seluruh selubung ideologis dan irrasionalisme yang telah melenyapkan kebebasan dan kejernihan berfikir yang dimiliki oleh manusia modern. Pada tahap selanjutnya teori kritis ini mengalami sebuah kemacetan dan kepesimisan. Akan tetapi teori kritis  yang lahir dari rahim para pendahulu Habermas ini tidak lah berakhir begitu saja . Habermas yang merupakan penerus dari mazhab Frankfurt yang disana ada Max Horkheimer, Herbert Marcuse dan theodor Adorno pada kesempatan berikutnya hendak kembali membangkitkan teori tersebut melalui sebuah paradigma baru.

Teori kritis merupakan sebuah metodologi yang berdiri di dalam ketegangan dialektis antara filsafat dan ilmu pengetahuan. Teori kritis tidak hanya berhenti pada fakta-fakta obyektif seperti yang dianut positifisme atau tradisional, akan tetapi menembus di balik realitas sosial untuk menemukan kondisi-kondisi yang timpang.

Teori kritis dikaji melalui dialektika antara teori kritis dengan teori tradisional, di samping itu ia juga bermaksud membongkar kedok-kedok teori tradisional mengenai pertautan pengetahuan dengan kepentingan. Teori kritis harus dipahami dalam konteks jamannya, tetapi manakala jaman itu memiliki karakter yang sama, maka tidak mustahil bahwa teori itu pun mempunyai relevansi dengan realitas jaman.

Perlu diketahui bahwa ilmu pengetahuan, menurut Habermas, dibedakan menjadi tiga kategori dengan tiga macam kepentingan yang mendasarinya:
Ø  Kelompok ilmu empiris, kepentingannya adalah menaklukkan, menemukan hukum-hukum dan mengontrol alam.
Ø  llmu-ilmu humaniora, yang memiliki kepentingan praktis dan saling memahami,. Kepentingan ilmu ini bukan untuk mendominasi atau menguasai, juga bukan membebaskan, tetapi memperluas saling pemahaman.
Ø  Ilmu kritis yang dikembangkan melalui refleksi diri, sehingga melalui refleksi diri, kita dapat memahami kondisi-kondisi yang tidak adil dan tidak manusiawi dalam kehidupan. Kepentingannya adalah emansipatoris.

C.   Habermas dan Marxisme
Dalam konteks Marxisme pada umumnya, Habermas adalah seorang filsuf yang kritis terhadap pemikiran-pemikiran Marxis, bukan hanya Marxisme-ortodoks, melainkan juga Neo-Marxisme pada umumnya. Seperti para pendahulunya ia bermaksud menyesuaikan warisan Marxis dengan tuntutan-tuntutan zaman ini, dan lebih melakukan kritik karena bagi Habermas karya Marx ini merupakan kritik, dengan jalan tidak hanya dengan mengupas karya-karya Marx tetapi juga melakukan penafsiran ulang dari penafsiran yang dilakukan oleh para penganut aliran ini. Corak penafsiran Habermas bersifat ilmiah dan filosofis, ia berusaha mengeliminir ciri-ciri romantis dari pemikiran Marx yang secara dominan mempengaruhi Adorno, Hokheimer dan Marcuse. Hal ini ia lakukan dengan tujuan Habermas ingin memurnikan pemikiran-pemikiran Marxis dari romantisme maupun positivisme yang dianut oleh partai-partai komunis dan cendekia marxis lainnya.
Menurut Habermas, apabila Marx hanya sebagai ilmuwan belaka maka para penganut ajaran marxisme akan jatuh kepada sikap positivistis yang sekaligus bersifat ideologis, positivistis karena, mereka mengambil begitu saja pernyataan-pernyataan Marx yang sebenarnya tidak lagi memiliki relevansi bagi masyarakat dewasa ini, dan dengan cara seperti ini teori-teori Marx itu dipalsukan dan menjadi dogmatisme, dan ideologis karena pemikiran-pemikiran Marx akan digunakan sebagai legitimasi praxis politis yang kebal dari argument-argumen lawan. Ideologi adalah ide-ide yang dipercaya sebagai alasan tindakan akan tetapi tidak pernah efektif sebagai motif tindakan, alasan Habermas adalah karena menggerakkan kelompok sosial sebenarnya adalah motif yang sengaja disembunyikan dan lama kelamaan tidak disadari lagi sebagai motif.
Di dalam tulisannya, Between Philosophy and Science : Marxism as Critique, ia memaparkan empat alasan historis mengapa konsep-konsep Marx di dalam kritik Ekonomi Politisnya tidak lagi relevan bagi keadaan zaman sekarang, yaitu :
a.    Bahwa pemisahan negara dan masyarakat yang menandai periode kapitalisme liberal sudah tidak relevan lagi. Politik tidak lagi merupakan superstruktur seperti dikira Marx dan masyarakat sendiri tidak lagi dapat dipandang secara simplisistis sebagai hubungan antara basis ekonomi dan superstruktur politis.
b.   Di dalam masyarakat kapitalisme lanjut, standar hidup sudah berkembang sedemikian jauh sehingga revolusi tak dapat dikobarkan secara langsung dengan istilah-istilah ekonomis, kelas-kelas social juga semakin terintegrasi di dalam keseluruhan masyarakat dan berbagai bentuk penindasan semakin tersamar dan terorganisasikan. Deprivasi yang dalam masyarakat kapitalis liberal dirasakan oleh kaum buruh, dewasa ini tidak hanya dirasakan oleh kelas tertentu saja. Dalam konteks itu, teori kelas tak dapat dijadikan dasar untuk membangun teori revolusioner.
c.    Karena kondosi-kondisi semacam itu, kaum proletar tidak dapat dijadikan tumpuan harapan-harapan sebagai pengemban revolusi sejati. Perjuangan kelas dalam level Negara nasional telah distabilisasikan dan sebagai gantinya terjadilah persaingan keras antara “kubu kapitalis” dan “kubu sosialis”, pada level internasional.
d.    Dengan bangkitnya Negara komunis Uni Soviet, diskusi sistematis sekitar Marxisme dipadamkan dan sebagai gantinya konsep-konsep Marxisme ortodoks membuktikan dirinya menjadi ideology. Jalan sosialis yang ditempuh Uni Soviet sendiri jauh dari kenyataan terwujudnya masyarakat bebas yang dicita-citakan oleh Karl Marx sendiri.
Mendasarkan diri pada pikiran-pikiran Marx yang fundamental dan penerapan kebebasan pada dirinya, teori kritis pada akhirnya mendapatkan pengertian-pengertian baru yaitu: Bukan kebutuhan nyata manusia yang menentukan proses produksi, melainkan kebutuh-an sendiri diciptakan supaya hasil produksi bisa laku atau produksi tidak untuk memenuhi kebutuhan manusia, melainkan kebutuhan manusia diciptakan, dimanipulasi demi produksi (Suseno, 1992:166). Perkembangan teknologi semakin menurut hukumnya sendiri, lepas dari kontrol manusia. Kebahagiaan yang ditawarkan oleh industri konsumsi adalah kebahagiaan semu, karena tidak membawa manusia pada pemilikan diri yang tenang, melainkan membuatnya tergantung dari semakin banyak benda. Manusia tidak lagi bekerja hanya untuk menjamin kebutuhannya yang nyata dan selebihnya untuk mengembangkan diri, melainkanketerpaksaan untuk semakin banyak memiliki benda-benda konsumsi memaksa dia untuk selalu mencari uang lebih banyak lagi.
5.    Teknologi modern tidak memanusiakan proses pekerjaan melainkan semakin memperbudak manusia.
6.    Pegala kelancaran sarana-sarana tidak meningkatkan komunikasi antar manusia, melainkan mengisola-si individu. Teori kritis juga merupakan kombinasi paradigma fakta sosial dandefinisi sosial dengan titik tekan pada kritik sosial (Ritzer, 1992:142).

D.   Faktor-faktor Kebuntuan Teori Kritis
Dalam pandangan Habermas, kebuntuan-kebuntuan yang terjadi pad mazhab Frankfurt adalah disebabkan oleh beberapa hal sebagai berikut:
a. Terjebak oleh daya integrative sistem masyarakat kapitalisme lanjut (the old capitalism), padahal dalam kenyataannya kaum buruh tidak mesti sepenuhnya terhegemoni dalam masyarakat kapitalis itu.
b. Teori kritis tetap bertolak pada pandangan Marx yang terlalu pesimis terhadap manusia yang memandang manusia semata-mata makhluk ekonomi dengan dialektika materialnya.
c.  Teori kritis menerima sepenuhnya pemikiran Marx, bahwa manusia adalah makhluk yang bekerja, yang berarti juga menguasai.
Pada saat yang demikian itulah Habermas memberikan celah jalan keluar dengan melalui cara rekonstruksi besar-besaran terhadap teori kritik mazhab Frankfurt denan memadukan teori-teori sebelumnya. Dalam pandangan Habermas, teori kritis mazhab Frankfurt melakukan kesalahan ketika menerima begitu saja pemikiran Marx yang mereduksikan manusia pada satu macam tindakan saja, yaitu pekerjaan, termasuk ketika berinteraksi dengan orang lain. Karena bekerja selalu berarti menguasai, maka pekerjaan untuk pembebasan itu selalu akan menghasilkan perbudakan baru yaitu pergumulan untuk saling menguasai.
Teori Kritis merupakan salah satu dari teori sosiologi, yang dikenal dengan teori kritik masyarakat. Pusat perkembangan teori kritis berada di madzab frankfrut atau Frankfruter School lembaga yang mengembangkan teori kritis sebagai alat refleksi diri untuk keluar dari dogmatisme baru. Dan sebagaimana diketahui melalui sekolah ini pula ajaran-ajaran Marx diperbarui dan bahkan ditinggalkan.

Teori kritis benar-benar mencapai puncak di bawah Jurgen Habermas dan Max Horkheimer. Teori Kritis di bawah tanggung jawab Horkheimer mengalami jalan buntu, namun tidak lama kemudian Jurgen Habermas melakukan revisi-revisi atas teori kritis. Habermas dapat dipandang sebagai pewaris dari teori kritis. Sampai sekarang teori kritis masih tetap konsisten untuk menyerang kapitalisme yang tidak manusiawi.

E.   Kritik atas Rasionalisasi
Menurut Habermas, rasionalitas merupakan kemampuan berpikir logis dan analitis, lebih dari sekedar kalkulasi strategis bagaimana mencapai beberapa tujuan yang telah dipilih. Alih-alih, rasionalitas merupakan sebentuk “tindakan komunikatif” yang diorientasikan untuk mencapai kesepakatan atau konsensus dengan orang lain.
Dalam pandangannya, Habermas mengukur rasionalitas itu dengan mengajukan kriteria tentang pandangan dunia terhadap dinamika sebuah masyarakat dan menjelaskan proses-proses belajar mana yang mengembangkannya. Jika Karl Marx menemukan adanya hubungan lurus antara perkembangan alat-alat produksi, terhadap masyarakat, namun bagi Habermas tak ada garis lurus antara perkembangan teknologi dengan pemahaman diri masyarakat, melainkan sebaliknya, yaitu perkembangan alat-alat produksi itu datang belakangan.
Di dalam karya-karya selanjutnya Habermas mengalihkan teori tindakan komunikatifnya pada domain politik dan hukum. Ia membela “demokrasi deliberatif”, dimana suatu hukum dan institusi pemerintah akan lebih menjadi sebuah refleksi dari diskusi publik terbuka dan bebas. Habermas mengasumsikan bahwa banyak kepercayaan barat, misalnya, legitimasi hak milik pribadi-mau tidak mau harus direvisi jika mereka terus menerus mempersoalkan diskusi yang tidak dipaksakan dan tidak dibatasi oleh persamaan dan kebebasan manusia.
Dalam demokrasi, Habermas mengandaikan bahwa setiap orang, baik laki-laki dan perempuan, akan semakin menyadari perwujudan kepentingan mereka yang harus disertai dengan otonomi (self-governance) dan tanggung jawab, dan mereka hanya akan bersedia menyepakati sesuatu hanya jika argumen-argumennya bisa dinalar secara lebih baik. Seperti anggota mazhab Frankurt lainnya, Habermas mengkritik bahwa masyarakat barat kontemporer nyata-nyata mempromosikan sebuah konsepsi rasionalitas terdistorsi yang mengandung impuls-impuls destruktif yang hanya berujung pada dominasi-sebagai contoh, dominasi sains dan teknologi atas alam.
Teori Marx tidak relevan lagi untuk menganalisis situasi kapitalisme lanjut dimana ada peralihan dari kapitalisme privat ke kapitalisme Negara, dimana Negara yang ditopang oleh teknologi memeainkan peran yang signifikan untuk memperkuat dan mempertahankan industri-industri besar. Hal ini melemahkan otonomi dan kemampuan kritis masyarakat. Impuls ini, menurut mazhab Frankfurt, telah diepitomkan dalam cita-cita agung sejak zaman pencerahan abad ke-18. Namun Habermas juga merintis sebuah upaya untuk mempertahankan apa yang yang ia lihat sebagai aspek-aspek yang lebih konstruktif dan emansipatoris dari jaman pencerahan itu.
F.    Kritik atas Paham Positivisme
Konsep ilmu pengetahuan dan kepentingan adalah konsep sentral yang dikemukakan Habermas dalam melakukan kritikan terhadap paradigma psoitivisme, akibat klaim teori positivisme yang menganggap bahwa ilmu pengetahuan adalah bebas nilai, seperti halnya yang terjadi pada ilmu-ilmu alam. Para pendukung positivisme menganggap bahwa ilmu-ilmu sosial bersifat kontemplatif dan affirmatif, oleh karena itu metode yang dipakai ilmu-ilmu alam tidak berbeda dan dapat diterapkan dalam ilmu-ilmu sosial. Artinya jika ilmu-ilmu sosial ingin diterima sebagai ilmu pengetahuan harus dapat menghasilkan hukum-hukum umum dan prediksi-prediksi ilmiah seperti didalam ilmu-ilmu alam.
Bagi positivisme sebuah riset sosial harus menghasilkan deskripsi dan penjelasan-penjelasan ilmiah yang tidak memihak dan tidak memberikan penilaian apapun. Seorang ilmuwan dan peneliti harus mampu meninggalkan rasa perasaannya, harapan-harapannya, keinginan-keinginannya dan penilaian-penilaian moralnya atau singkatnya segala kepentingannya itu untuk mendekati objek penelitian sosialnya sehingga diperoleh “pengetahuan Objektif” tentang kenyataan sosial atau fakta sosial.

Hokhiemer dan Adorno telah mengembangkan pendekatan kritis dan materialistik itu menjadi kritik menyeluruh terhadap masyarakat industri barat, semakin maju masyarakat industri modern menjadi masyarakat konsumsi berlimpah serta berhasil melarutkan pertentangan-pertentangan antar kelas sosial mengakibatkan masyarakat itu semakin bersifat total. Hal ini dalam pandangan teori kritis masyarakat sebagai akibat dari dominasi prinsip dasar kapitalisme yaitu prinsip tukar. 
Akan tetapi kekuasaan halus prinsip tukar itu juga semakin total sehingga setiap usaha-usaha untuk pembebasannyapun justru semakin memperkuatnya. Akibatnya Horkheimer dan Adorno bersikap semakin pesimistik. Berbeda dengan gaya berfilsafat Habermas yang tidak mengikuti gaya berfilsafat kedua gurunya yang pesimistik itu, habermas tidak pesimistik, ia tidak mencurigai teknologi dan ilmu pengetahuan modern. Sebaliknya Habermas menganggap teknologi dan ilmu pengetahuan sebagai “aktor produktif terpenting” dalam bagian kedua abad ke-20. Dan untuk mengembangkan serta memantapkan teori kritis masyarakat secara teoritis justru memakai teori-teori ilmu pengetahuan yang paling canggih. Refleksinya atas salah satu unsur terpenting teori kritis masyarakat klasik ialah hubungan antara perumusan teori dengan kepentingan ideologis yang berhasil membawa Habermas untuk membedakan antara ilmu-ilmu empiris di satu pihak dengan ilmu-ilmu historis hermeneutis di lain pihak. Menurutnya distorsi ideologis terjadi apabila kepentingan yang memberikan arah dasar kepada ilmu-ilmu empiris analitis yaitu kepentingan akan penguasaan alam, melimpah ke dalam wilayah ilmu-ilmu historis hermeneutis. Ilmu-ilmu historis hermeneutis sebenarnya didasari kepentingan akan komunikasi yang berhasil dan bukan penguasaan alam. Penemuan ini membawa keuntungan yang amat penting bagi Habermas, karena dengan temuan itu ia mampu membuktikan dimana letak kekurangnan fundamental dalam perspektif dasar Karl Marx.
Dalam Pandangan Karl Marx komunikasi antara manusia harus dipahami menurut model pekerjaan atau hubungan produksi, oleh karenanya Habermas berhasil menyumbangkan salah satu kritik fundamental pada pemikiran Karl Marx sekaligus keluar dari lingkaran pesimisme teori kritis masyarakat klasik. Sebab dalam pandangan Habermas setiap komunikasi menuntut kebebasan, maka di dalam kepentingan akan keberhasilan komunikasi ada kepentingan yang lebih fundamental lagi yaitu kepentingan-kepentingan dasar manusia akan emansipasi menyatakan diri. Oleh karena itu pendekatan monokausal sebagaimana diyakini oleh Karl Marx bahwa masyarakat yang sungguh-sungguh manusia adalah dapat dihasilkan dengan mengubah hubungan produksi menjadi gugur dan tidak dapat dipertahankan lagi. Begitu pula kekuasaan ideologis prinsip tukar atas masyarakat industri kapitalis tua yang membuat horkheimer dan adorno begitu pesimistik menjadi terkuak totalitasnya.

Dengan demikian pemikiran Habermas menjadi begitu multi dimensional, meskipun pendekatannya kritis dan materialistik, dan sekalipun ia masih berbicara tentang materialisme historis, akan tetap dalam kenyataannya ia telah meninggalkan kubu pemikiran marxisme. Orang-orang yang mengikuti perkembangan ilmu-ilmu sosial di barat tidaklah terkejut jika mendengar bahwa secara intelektual, marxisme dalam bentuk ortodoksnya sudah lebih dari setengah abad silam ditanggapi dengan sikap kritis.
G.   Habermas sebagai Pembaharu Teori Kritis Melalui Paradigma Komunikasi dan Bahasa
Aksi komunikasi adalah sebuah bentuk interaksi yang tingkat keberhasilannya tergantung kepada ke dua belak pihak yang berinteraksi dalam mencapai persetujuan/kesepakatan dan saling pengertian, atau hubungan antara subyek dengan subyek (dialogis) dan bukan hubungan rasionalitas sasaran (monologis). Komunikasi dialogis ini masing-masing pihak berperan aktif, dimana semua pihak mengambil alih peran orang lain sehingga terjadi apa yang disebut Mead “ideal role-taking”. Pada komunikasi dialogis ini saling pengertian dapat tercapai, sehingga Habermas menamakan dengan Rasionalitas komunikatif. Teori Aksi komunikasi Habermas terbagi menjadi speech-act philosophy filsafat seni pembicaraan, sosiolinguistik, dan khususnya dari ide keterlibatan percakapan.
Menurut Habermas, interaksi antar manusia dapat dimediasikan secara simbolis lewat bahasa dan gesture tubuh yang ekspresif (mengandung makna) , sedangkan hakekat bahasa adalah komunikasi, dan komunikasi hanya mungkin dilakukan dalam keadaan saling bebas, karena tujuan komunikasi adalah menjalin saling pengertian, oleh karena itu rasionalitas dalam bahasa harus menjadi pusat perhatian. Komunikasi dalam bahasa akan berhasil jika memenuhi empat norma atau klaim yaitu:
a.    Jelas, artinya orang dapat mengungkapkan dengan tepat apa yang dimaksud
b.    Ia harus benar, artinya mengungkapkan apa yang mau diungkapkan
c.    Ia harus jujur, jadi tidak boleh bohong
d.    Ia harus betul, sesuai dengan norma-norma yang diandaikan bersama.

H.   Habermas dan Pandangan atas Agama
Habermas berargumen bahwa ada satu kemiripan tajam antara tipe-tipe tertentu dalam tradisi budaya Yahudi dengan idealisme Jerman, yang akarnya seringkali dipandang berasal dari Pietisme Protestan. Suatu kemiripan penting, yang krusial khususnya bagi pemahaman Teori Kritis, adalah ide Cabalistic lama bahwa tuturan, ketimbang gambar, adalah satu-satunya cara untuk mendekati Tuhan. Jarak antara agama bahasa Ibrani, bahasa sakral, dan tuturan profane dalam Kitab Pelarian (satu kitab dalam perjanjian lama) berimbas kepada orang yahudi yang tidak percaya kepada dunia wacana terkini. Hal ini karena sejalan dengan kritik idealis terhadap realitas empiris,yang mencapai puncaknya pada dialektika Hegelian. Meskipun orang tidak dapat membuat batas tegas antara para pendahulu yahudi di Mazhab Frankfurt dengan teori dialektikanya.
Habermas mengatakan, bahwa globalisasi terjadi karena adanya kepentingan pasar antar industri transnasional, tetapi meskipun keadaan ini mampu membuat infrastruktur baru secara sosial kepada masyarakat, kemampuan negara dalam memberikan kesadaran baru masyarakat itu sangat minim. Disinilah agama memegang peranan penting dalam sebagai peacemaker secara mental.
I.     Habermas dan Ilmu Pengetahuan
Posisi teori dalam ilmu pengetahuan menduduki tempat penting untuk menjelaskan realitas karena pengetahuan dirumuskan kedalam dan diperoleh lewat teori. Dalam ilmu pengetahuan modern kata teori sudah kehilangan makna, oleh karena itu Habermas mengadakan penelitian genetik tentang konsep teori. Lalu ia kemudian mengembalikan konsep teori itu pada asal katanya “theoria” yang artinya kata ini sudah sangat tua dan berakar pada kosmologi dan tradisi religius yunani purba dengan melakukan kontemplasi seorang filsuf lalu memandang atau menatap kosmos yang bergerak teratur dan membuat lukisan-lukisan didalam dirinya. Dia meniru kosmos atau melakukan mimesis (meniru), dengan cara itu teori atau kontemplasinya itu mengarahkan tingkah lakunya .sampai pada tahap teori dalam pengertian kuno itu terkait dengan praxis.
 Menurut habermas, konsep kuno itu menjadi dasar ontologi, dan dengan kontemplasi seorang filosof dapat memisahkan unsur-unsur yang tetap dan unsur-unsur yang selalu berubah. Usaha untuk menemukan yang tetap abadi dalam kosmos dan seluruh realitas itulah ontologi. Apa yang ingin dicapai ontologi adalah penjelasan objektif tentang seluruh realitas atau dengan kata lain teori murni. Dan satu hal yang menarik adalah bahwa Habermas mengaitkan usaha untuk memperoleh teori murni itu dengan proses emansipasi. (Husser mengatakan bahwa krisis disebabkan ilmu pengetahuan tidak lagi menganut konsep klasik tentang teori itu, sebaliknya Habermas mengatakan sebaliknya bahwa krisis itu terjadi karena ilmu pengetahuan menganut konsep yang klasik itu).

DAFTAR PUSTAKA

Ritzer George, J. Goodman Douglas. 2010. Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Kencana.
http://valahulalam.blog.walisongo.ac.id/2013/12/07/pemikiran-filsafat-teori-kritis-jurgen-habermas/
http://irfangigih.wordpress.com/2011/08/06/jurgen-habermas-paradigma-baru-teori-kritik/

http://kuliah-e-learning.blogspot.com/2011/10/teori-kritis-jurgen-habermas.html
http://irfangigih.wordpress.com/2011/08/06/jurgen-habermas-paradigma-baru-teori-kritik/

Tags :

bonarsitumorang