-->

Maret 29, 2020

Gagal Bersembunyi


Hari ini aku gagal. Sama seperti yang dulu. Lagi dan lagi, itu terulang. Merasa ga berguna. Merasa bersalah. Terjebak dalam masa yang lalu. Seakan tak menerima aku pernah mengalami dan pernah merasa ada di dalam itu. Ntahlah, kapan itu akan berhenti.

Pagi ini sekitar jam 06.30, sinar matahari menembus mataku. Sinar itu datang dari lubang kecil di tempat tidurku malam ini. Aku sih menyebutnya, pondok, berdinding papan, beralaskan belahan bambu kecil. Aku coba angkat kepalaku. Kuhangatkan kakiku dengan selimut coklat yang sudah satu malam ini memberikan kehangatan.   Alas tempat tidurku selembar tikar itu tidak cukup menghambat dinginnya malam itu.  
Untuk menyambut hari,  kulipat tanganku, kutundukkan kepalaku dan berkata dalam hati syukur Tuhan untuk hari ini dan aku siap menyambut harimu ini.

Sambil aku menilik sebelah kanan kiriku. Ternyata mereka yang membersamaiku satu malam, sudah bangun dengan aktifitas kecil. Aku berharap ini akan jadi pagi yang indah. Ternyata, aku sadar bahwa ada satu mimpi yang memaksaku kembali menengok ke belakang. Aku pun mengucek mata, berharap pagi ini adalah kenyataan.   Sembari menghirup udara pagi yang dingin, dan berpikir:
“Pagi kadang terlalu cepat memberikan cahaya lembut yang menghangatkan tubuhku. Sebenarnya aku belum siap menyambut.” Tapi mau bagaimana mentari sudah terasa di seluruh badanku. Hangat. Memberikanku sebuah harapan, bahwa hari ini akan jadi baik.”
Tak lepas dari itu aku tak mampu menyimpan rasa bahwa menyambut pagi ini penuh dengan memori. Tadi malam, di atas tempat tidur bersama keluargaku di sini, aku kembali mimpi tentang masalalu. Memaksaku untuk mengingat kembali masa yang pernah datang. Sebenarnya aku benci dengan ini, tapi mengapa ini bisa datang lagi ya?
Ternyata matahari ini menyadarkanku bahwa itu hanyalah mimpi. Kuulangi lagi, dan kuingat lagi, eh, ternyata dalam mimpi juga.  Busyet dah. Lagi, dan berkali aku gagal bersembunyi untuk satu hal ini. Harapku sih bisa kembali datang dalam kenyataan. Walau hanya sesingkat mimpi ku itu.
Sepertinya aku mulai bingung dengan hari ini. Aku melangkah sedikit. Kuambil sabun pencuci muka di depanku. Ku bergegas berangkat ke samping pondok. Hanya sekitar 10 meter saja. Kubasuh mukaku dan kurasakan udara dingin pagi yang seakan menelanjangi tubuhku. Kembali aku teringat, “apakah itu hanya mimpi?’ artinya apa? lanjutku lagi sambil merasakan tetesan air.
Bukan sekali atau dua kali saja ni terjadi. Setelah April yang memutuskan aku untuk berjuang untuk melawan rasa itu. Akhirnya dalam mimpi pun aku tetap saja mengingatnya. Aku tidak suka dengan itu. Aku ingin gelapnya malam nanti tidak akan menghadirkan itu lagi.
Aku tidak tahu. Yang pasti sebelum tidur aku sudah lupa tentang itu semua. Mengingat pun tidak, apalagi berharap untuk bermimpi. Ternyata kali ini aku gagal bersembunyi. Masih dirasa yang sama. tentang seseorang yang sempat singgah, diam, lalu aku sendiri yang meminta pergi.
Setelahnya, aku pulang dari pancuran itu. kuletakkan sabun pencuci wajahku. Karena aku tak tahan dinginnya pagi, aku mencoba berdiang di dekat api. Ruangan itu tidaklah luas. Hanya 4 kali 3 meter saja. Tak ada satupun alat – alat canggih di situ. Hanya ada perapian, alat masak yang terbatas, dan aku tak lupa bahwa langit – langit pondok dihiasi gantungan baju yang dipakai untuk bekerja.

Mudahan besok dan luasa, mentari tak membohongiku lagi.

Tags :

bonarsitumorang