MAKALAH: REKRONTUKSI BUDAYA KEMISKINAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang Masalah
Kemiskinan
merupakan permasalahan kompleks yang banyak dihadapi oleh negara-negara
berkembang salah satunya Indonesia. Tidak hanya karena masalah kemiskinan sudah
ada sejak lama, namun juga merupakan kemiskinan belum juga dapat diselesaikan
hingga saat ini. Dibutuhkan kinerja dan memperbanyak kebijakan dalam
penghapusan budaya kemiskinan.
Kemiskinan
di Indonesia terus meningkat semenjak krisis ekonomi tahun 1998. Berdasarkan
data dari Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan, krisis ekonomi
yang kita pernah alami itu mengakibatkan kenaikan angka kemiskinan menjadi
45,90 juta atau sekitar 24,23 % dari jumlah keseluruhan penduduk Indonesia pada
tahun 1998 (http:www.tnp2k.go.id).
Jumlah penduduk miskin di Sumatera Utara pada September
2014
sebanyak 1.390.000 orang (10,39%), angka ini bertambah sebanyak 51.600 orang
bisa dibandingkan dengan jumlah penduduk miskin Maret 2014 yang berjumlah sekitar
1.339.200 orang 910’06%). Selama jangka waktu Maret-September 2014, penduduk miskin di
daerah perdesaan bertambah 16.500 orang (dari 685.100 orang pada Maret 2014 menjadi 701.600 orang
pada September 2014),
sedangkan di daerah perkotaan bertambah menjadi 35.100 orang (dari 654.100
orang pada Maret 2014
menjadi 689.200 orang pada September 2014).
Penduduk yang miskin di daerah perkotaan pada September 2014 sebesar 10,45 persen,
naik dibanding Maret 2014
yang sebesar 9,98 persen. Begitu juga dengan penduduk miskin di daerah
perdesaan, yaitu dari 10,13 persen pada Maret 2013 naik menjadi 10,33 persen
pada September 2014.
Desa Huta Galung Kecamatan Parlilitan Kabupatan Humbang Hasundutan merupakan desa yang berada jauh dari Kota Medan dan desa yang terpencil. Berdasarkan data dari daerah desa Hutagalung adalah terdiri dari 655 kepala keluarga. Desa Hutagalaung merupakan secara umum bermatapencaharian sebagai petani. Tanaman paling banyak di desa ini adalah padi. Tingkat pendidikan yang ada di desa ini masih PAUD, SD, Sekolah Menengah Pertama (SMP). Daerah ini merupakan bagian desa dari Kecamatan Parlilitan, yang berjarak 16 km dari Kecamatan Parlilitan Parlilitan. Daerah ini masih kenal dengan kebudayaan yang menganut tradisi dan adat istiadat. Dalam data desa, sekitar 480 adalah tergolong miskin. Data ini bisa dilihat dari banyaknya jumlah kepala keluarga yang menerima BLT (Bantuan Langsung Tunai) pada tahun 2013.
Oleh karena itu, untuk penghapusan
kemiskinan gagasan penulis yang ingin sampaikan adalah mendekrontruksi ulang adanya budaya kemiskinan
dalam masyarakat dibutuhkan sebuah gagasan dan jalan keluar yang bisa menyelesaikan
masalah ini. Dalam tulisan ini akan diberikan penjelasan dan jalan keluar yang
mungkin bisa bermanfaat adalah, masyarakat menjalankan unsur-unsur sistem
sosial yang ada dan telah disediakan oleh masyarakata itu sendiri. Bukan hal
yang mudah dalam penghapusan ini namun, gagasan ini akan menekankan pada
perwujudan masyarakat yang lebih baik dengan esensi melaksanakan unsur-unsur
yang ada dalam sistem sosial di dalam masyarakat.
1.2 Tujuan dan Manfaat
1.2.1. Tujuan:
Tujuan
dari gagasan ini adalah:
1) Memberikan penjelasan terhadap keadaan masyarakat miskin
di Desa Huta Galung Kecamatan Parlilitan Kabupaten Humbang
Hasundutan
2) Memberikan solusi terhadap kenyataan kemiskinan dengan
cara rerontuksi budaya dalam masyarakat.
3) Rekrontuksi masyarakat dengan memenuhi unsur-unsur sistem
sosial dalam masyarakat Hutagalung
4) Mengubah pandangan dan juga sifat menerima apa adanya
dalam masyarakat, menggunakan pendekatan para ahli sosiologi.
1.2.2. Manfaat:
Manfaat
dari gagasan ini adalah:
Manfaat teoritis dari penelitian ini
diharapkan dapat memberikan sumbangsih pada dunia pendidikan terutama pada
departemen Sosiologi. Penelitian ini juga merupakan salah satu proses
pembelajaran bagi peneliti itu sendiri untuk dapat membuat penelitian yang
bermanfaat bagi masyarakat, terutama untuk mendapatkan beasiswa PPA dan menjadi
syaratnya adalah membuat PKM (Proposal Karya Ilmiah).
BAB II
GAGASAN
Menjadi
objek gagasan dalam tulisan ini adalah dengan memberikan penjelasan dan
kakteristik, mengapa masyarakat Hutagalung, Kec. Parlilitan, Kab. Humbang
Hasundutan masih tergolong masyarakat yang miskin? Anggapan ini bisa diperjelas dengan
melakukan perbandingan antara ciri-ciri budaya kemiskinan yang diungkapkan
Oscar Lewis dengan yang ada di masyarakat Hutagalung.
1.
Tingginya
tingkat kepasrahan nasib, mereka menganggap bahwa kemiskinan merupakan garis
takdir dari Tuhan. Peneliti seringkali mendengar warga berkata “kalau sudah
segitu rejekinya ya sudahlah tak perlu dipermasalahkan” mereka menganggap bahwa
rejeki mereka sudah diatur tuhan dan seberapa pun berusaha mungkin tidak akan
merubah apa yang akan mereka dapatkan. Bahkan dalam kehidupan sehari-hari,
mereka sering sekali tidak menghiraukan apa yang mereka dapatkan atas pekerjaan
itu. Artinya yang penting bisa makan.
2.
Sarana
yang diberikan pemerintah kurang memadai dalam pertanian yang ada di desa ini.
Semua alat pertanian tidak disediakan pemerintah dalam mencapai cita-cita
petaninya.
3.
Banyaknya
masyarakat di desa Huta Galung, yang belum mengecap pendidikan. Ini
bisa
dibuktikan banyaknya keluarga yang belum peduli terhadap pendidikan.
4.
Rendahnya
semangat dan dorongan dalam meraih kemajuan, masyarakat Huta Galung cenderung
kurang bersemangat dalam memperbaiki hidupnya, ada banyak sekali keluarga yang
tidak secara sungguh-sungguh dalam mencari nafkah. Mereka malas dalam melakukan
pekerjaannya.
5.
Lemahnya
daya juang untuk mengubah kehidupan, masyarakat Desa Huta Galung tidak memiliki
usaha lebih untuk melepaskan diri dario kemiskinan yang mereka rasakan, mereka
hanya bekerja di ladang atau di sawah seberapa mereka ingin. Kemudian dari
hasilnya, setiap keluarga monoton dalam mengharaapkan hasilnya, ini bisa
dibuktikan dengan masyarakat atau kelaurga tidak menambah jam kerja dan
menambah pertanian yang mereka inginkan.
6.
Lemahnya
aspirasi untuk membagngun kehidupan yang lebih baik, sesuatu yang sangat
memprihatinkan sekali di desa ini adalah kurangnya aspirasi mereka terhadap
pemilihan rakyat. masyarakat di desa ini, masih jauh dari pengetahuan tentang
politik. Maka, sering sekali dalam pemilihan mereka tidak perduli.
7.
Respon
yang pasiff pada kesuliatn ekonomi, masyarakat cenderung tidak banyak berusaha
untuk menghadapi kesulitan ekonomi mereka, para ibu sering sekali melakukan
peminjaman uang ketika kesulitan untuk belanja mingguan. Hal ini mempersulitkan
masyarakat untuk maju dan berjuang dari kemiskinan. Para bapak dinilai tidak
baik dalam menjalani pekerjaan di ladang. Ini karena masyarakat kurang
pendidikan dalam mengolah pertanian, sehingga tidak menghalsilkan kebutuhan
sehari-hari.
8.
Jalan
yang masih banyak berlubang menuju desa ini. Selain daripada itu jauhnya desa
dari jangkauan pemasaran hasil pertanian yang meraka miliki. Masyarakat
cenderung menjual dengan harga yang murah di desa itu sendiri. Sehingga
hasilnya tidak sesuai dengan apa yang selayaknya.
Berdasarkan
data dan pengamatan peneliti di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian di Desa Huta Galung Kecamatan Parlilitan Kabupaten Humbang
Hasundutan. Menurut
Oscar Lewis dalam Astika (2010) budaya kemiskinan terbentuk melalui situasi
yang mengelompokkan masyarakat dalam dua kategori yang miskin dan tidak miskin.
Budaya kemiskinan melahirkan sebuah kategori yang memunculkan ciri-ciri khusus,
seperti rendahnya semangat
dan dorongan dalam meraih kemajuan, lemahnya daya juang untuk mengubah
kehidupan si miskin itu sendiri, lemahnya motivasi kerja, respon yang tidak jelas
dalam menghadapi kesulitan ekonomi, tingginya tingkat kepasrahan, lemahnya
aspirasi dalam meningkatkan kehidupam yang lebih baik, cenderung mencari
kepuaan yang sesaat yang digunakan hanya untuk masa sekarang dan tidak
berorientasi pada masa depan.
Solusi Terhadap Masyarakat Miskin di Desa Hutagalung
Gagasan
yang ditawarkan dengan melakukan rekorontuksi kultural dan sepertinya sudah
saatnya masyarakat melakukan sebuah rekrontuksi kultural. Rekrontuksi kultural
yang saya maksud menunjuk pada pembongkaran budaya dan penataan atau
pembanguana kembali struktur sosial dari masyarakat, dari sifat yang susah
berkembang, malas bekerja, dari rasa curiga menjadi merasa percaya, dari
pertengkaran menjadi solidaritas sosial dan sifat dasar negatif yang dimiliki.
Rekrontuksi kultural juga berarti mendekontruksi cara pandang dan sikap-sikap
lama yang bersifat negatif yang masih tergolong masyarakat tradisional dan
sulit menerima perubahan yang baru. Sifat yang masig beriorentasi terhadap masa
lalu harus dihapuskan demi mencapai masyarakat yang bisa berkompetisi di jaman
sekarang ini. Ideologi dan pandangan masyarakat yang masih sungkan menerima
pembaharuan dan modernisme harus dihapuskan secara perlahan-lahan.
Realita
kemiskinan yang disebabkan oleh budaya struktural dan juga masyarakat yang
masih belum tahu jalan keluar kemiskinan. Tulisan ini akan menawarkan beberapa
jalan dan alternatif agar bisa keluar dari lingkaran kemiskinan. Adapun jalan
itu adalah dengan memusatkan perhatian terhadap wadah dari proses-proses sosial,
pola-pola interaksi serta melengkapi unsur-unsur pokok dalam masyarakat.
Rekontruksi
Budaya Kemiskinan
Deskripsi
tentang masing-masing unsur akan dijelaskan dengan mengikuti pokok-pokoknya
(Taneko, 1986). (1). Keyakinan,
dalam masyarakat ada keyakinan yang dipeluknya dalam sistem sosial. Demikian
juga masyarakat Hutagalung yang masih tergolong memiliki keyakinan. Dengan
menyakini hal-hal yang masih berhubungan dengan ketradisonalan akan menjerat
masyarakat tetap menjadi miskin. Karena apa yang menjadi keyakinan itulah yang
dilakukan. Dengan demikian, keyakinan yang dimiliki seharusnya bersumber dari
agama dan ilmu pengetahuan dan menjauhkan diri dari hal-hal yang gaib. Sehingga
dengan tambahan keyakinan agama dan pengetahuan membuat masyarakat terbaharui
pikiran dan tindakannya.(2). Perasaan, sangat
membantu dalam melakukan tindakan. Dalam soal perasaan ini misalnya, dapat
menjelaskan mengapa masyarakat harus berjuang mencapai kemakmuran dan berani
melawan tantangan kehidupan. Kontiunitas perasaan dalam masyarakat bisa
memberikan efek terhadap perkembangan menuju masyarakat berkembang dan menuju
maju. (3).Cita-cita, tujuan dan sasaran,
orang-orang yang berinteraksi dalam masyarakat memiliki sasaran serta
tujuan. Sehingga mendapatkan informasi dan menerima penyuluhan dari lembaga dan
ilmu pengetahuan membuat masyarakat memiliki tujuan yang jelas, khusunya
mengelola sumber daya alam dan menciptakan sumber daya manusia yang mampu
berkompetisi. (4). Norma, menjadi
sumber segala tindakan yang diwajibkan dalam masyarakat. Norma merupakan aspek
yang sangat krtitis dalam masyarakat, sehingga demi tercapainya masyarakat yang
keluar dari kemiskinan dengan menjalankan norma. Keteraturan dan pelaksanaan
norma universal akan menumbuhkan semangat juang masyarakat Hutagalung dalam
berkontribusi dalam kemajuan dan keluar dari zona nyaman kemiskinan yang mereka
anggap selama ini. (5). Kedudukan dan
peranan, di masyarakat Hutagalung yang sudah memiliki birokrasi serta tokoh
adat, agama dan kedudukan yang lain. Kedudukan yang suda dimiliki sudah
dipastikan memiliki tanggungjawab dan tingkat kewajiban. Baik masyarakat luas
dan birokrat pemerintahan harus peranan (role
taking) sesuai dengan norma dan aturan dalam masyarakat. Sehingga dengan
bekerjanya semua pihak bisa memberikan dampak yang sangat positif terhadap
kemajuan masyarakat itu sendiri. (6). Kekuasaan,
unsur kekuasaan yang sudah diterima baik itu pemerintahan desa dan
masyarakat luas juga harus menciptakan suasana yang adil, dan kebijakan yang
rasional dalam menciptakan pemerintahan yang bebas dari korupsi serta
menyampaikan alokasi dana yang sudah ditentukan pemerintah pusat terhadap desa
Hutagalung. (7) Sanksi, dalam kajian
sosiolog sanksi terdiri dari ganjaran dan imbalan. Ganjaran tersebut dibuat
untuk menjaga tingkah laku masyarakat agar sesuai dengan norma. Dengan
intensitas pelanggaran norma yang masih rendah di masyarakat Hutagalung,
diharapkan adalah aturan tersebut digunakan dan dialihkan terhadap kualitas
individu dalam mengelola sumber daya alam, artinya masyarakat diberikan kuasa
dalam mengelola SDA yang tertabung selama ini. Sedangkan untuk imbalan, untuk
individu dan kelompok yang bisa berkompetisi dan mewujudkan cita-cita desa
selayaknya diberikan imbalan. Sehingga, pihak yang belum bisa memcapainya bisa
termotivasi. Sehingga, keadaan ini akan menumbuhkembangkan perjuangan
masyarakat untuk keluar dari budaya kemiskinan selama ini. (7) Sarana, semua cara atau jalan yang
dapat digunakan. Sarana untuk mengelola sumber daya alam, wadah baru bagi
masyarakat adalah dengan memberikan teknologi baru untuk efisiensi dan
efektifitas dalam mengelola sumber daya alam. Sarana yang disediakan pemerintah
akan sangat berkontribusi dala pengelolaan sumber daya alam desa dan juga
memberikan perkenalan terhadap sarana baru tersebut.
Penulis
berharap dengan mencapai kesepakatan dan juga ketersediaan unsur-unsur sistem
sosial di atas akan memberikan pengaruh yang sangat signifikan terhadap keadaan
masyarakat Hutagalung saat ini. Kemiskinan bukanlah sesuatu keadaan yang mudah
diubah, namun dengan pandangan yang baru, setidaknya masyarakat memiliki
pembaharuan pikiran yang sudah digeluti
selama ini. Faktor budaya di mana konsep pemikiran narima ing pandum (menerima takdir apa adanya dengan sabar) adalah
bentuk reaksi mayarakat terhadao kondisi (Setiadi, 2011).
Kenyataan
ini sudah lama ada di dalam masyarakat. Namun dengan memiliki motivasi dan bagi
mahasiwa yang bisa memberikan pandangan baru sangatlah diharapkan. Dengan
demikia, teori dan juga jalan keluar baru bisa diberikan terhadap masyarakat
yang tergolong miskin dan bisa keluar dari jaring kemiskinan yang selama ini
mereka rasakan.
BAB III
KESIMPULAN
Pokok
perhatian dalam tulisan ini adalah dengan memberikan karakteristik, budaya
kemiskinan dan juga mermberikan jalan keluar dengan mendekontruksi ulang
keadaan yang sudah ada dalam masyarakat selama ini. Keadaan yang sudah diterima
masyarakat dalam kehidupan sehari-hari membuat kondisi itu seakan nyaman dan
tanpa masalah. Sehingga kemiskinan itu sangat susah dilepaskan dari masyarakat
itu sendiri.
Keyakinan,
perasaan, cita-cita, norma, kedudukan dan kekuasaan dan memberikan sarana
merupakan salah satu cara yang mapan untuk keluar dari kemiskinan itu. Jika
semua unsur tersebut bisa diwujudkan niscaya dekontruksi budaya untuk
mewujudkan masyarakat yang makmur dan bebas dari kemisinan. Proses utama dalam
sistem sosial yang ada dalam masyarakat
harus disimak dan dilakukan. Adapun jalan keluar tersebut adalah dengan
melakukan dan m melengkapi unsur-unsur sistem sosial dalam masyarakat. Adapun
unsur-unsur dan dekontruksi itu adalah: keyakinan terhadap agama dan ilmu
pengetahuan, perasaan yang ingin memiliki pengetahuan akan pentingnya perubahan
dalam kehidupan, memiliki cita-cita dan tujuan yang jelas dalam pencapaian pada
kegiatan sehari-hari, dalam ranah masyarakat yang memiliki norma harus
dilakukan sehingga tercapai kesepakatan bahwasanya bisa berorientasi terhadap
kemajuan, kedudukan harus seimbang dengan peranan, kekuasaan akan mengolah sumber
daya alam, sanksi dan imbalan terhadap aktivitas masyarakat serta adanya sarana
yang mendukung pencapaian kemajuan.
Rekrontuksi
ini tidak bisa dilakukan semudah membalikkan telapak tangan. Namun sumbangan
dan aksi sosial bagi golongan yang berwajib. Secara khusu mahasiswa yang
memiliki tanggung jawab melaksanakan tridharma perguruan tinggi, dengan
peningkatan prosial terhadap masyarakat miskin dan masyarakat di sekitarnya.
DAFTAR PUSTAKA
DARTAR PUSTAKA
Rohidi, Tjejep Rohendi.
2000. Ekspresi Seni Orang Miskin:
Adaptasi Simbolik terhadap Kemiskinan.
Bandung: Penerbit Nusantara.
Shadily,
Hassan. 1993. Sosiologi Untuk Masyarakat
Indonesia. Jakarta: PT Rineka Cipta
Soekanto,
Soerjono. 2009. Sosiologi Suatu Pengantar.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Kollip,
Elly M. Setiadi. 2011. Pengantar
Sosiologi (Pemahaman Fakta dan Gejala Pemahaman Sosial: Teori, Aplikasi, dan
Pemecahannya). Jakarta: Kenacana Prenada Media Group
Poloma, M
Margaret. 2003. Sosiologi Kontemporer,
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Zubeirsyah,
Nurhayati. 2008. Bahasa Indonesia dan
Teknik Penyusunan Karangan Ilmiah. Medan: Universitas Sumatera Utara Press (USU PRESS)
Taneko, Soleman. 1986. Konsepsi Sistem Sosial Indonesia dan Sistem
Sosial Indonesia. Jakarta: CV Fajar Agung
Wirutomo, dkk. 2012. Sistem Sosial Indonesia. Jakarta:
Universitas Indonesia (UI-Press).
Astika,
Ketut Sudana. 2010. Budaya Kemiskinan di
Masyarakat: Tinjauan Budaya Kemiskinan dan Kesadaran Budaya Kemiskinan di
Mayarakat Denpasar. Jurnal Ilmiah
FISIP Universitas Udayana Volume 1 No. 01 Tahun 2010
Suyanto,
Bagong. 2008. Perangakap Kemiskinan dan
Model Pemberdayaan Masyarakat Miskin. Jakarta: Jurnal Kebijakan Publik
edisi 3 November 2008.
Tunner,
Bryan, dkk. 2010. Kamus Sosiologi. Cetakan Pertama. Yogyakarta.
Pustaka Pelajar.
Sumber
lain:
(http:www.tnp2k.go.id/ diakses 1 April 2015)
(http://www.Sumut.bps.go.id diakses
tanggal 2
April 2014)
Kemiskinan Wikipedia bahasa
Indonesia. Eksiklopedia diakses 2 Aprli
2014)
(http:www// bi.go.id diakses tangal 3 April 2014)
Tags : Jurnal Sosiologi
bonarsitumorang
- Bonar Situmorang
- Medan
- Jakarta Selatan
- bonarsos@gmail.com
- +62852-6969-9009