Makalah: Lembaga Keluarga
BAB I
INTITUSI
SOSIAL
Durkheim
mengemukakan sosiologi mempelajari institusi. Dalam bahasa Indonesia dijumpai
terjemahan berlainan dengan konsep institution. Selo Soemardjan dan Soelaeman
Soemardi (1964), misalnya, menggunakan istilah “lembaga kemasyarakatan” sebagai terjemahan social institution. Koentjaraninggrat, Mely G. Tan dan Harsja W.
Bachtiar menggunakan istilah “pranata”.
Sebagaimana halnya dengan konsep lain, maka mengenai
konsep institusi pun dijumpai berbagai definisi.
Kornblum (1988 : 60) membuat definisi sebagai berikut: “…an institution is a motre or less stable structure of statues and roles
devoted to meeting the basic needs of people in society” – suatu struktur status
dan peran yang diarahkan kepemenuhan keperluan dasar anggota masyarakat. Harry
M. Johnson mengemukakan bahwa institusi ialah “seperangkat norma yang
terinstusionalisasi (institutionalized),”
yaitu (1) telah diterima sejumlah besar anggota sistem sosial; (2) ditanggapi
secara sungguh-sungguh (internalized);
(3) diwajibkan, dan terhadap pelanggarnya dikenakan sanksi tertentu. Menurut
Peter L. Berger (1978 :104), yang mendefinisikan institusi sebagai “a distinctive complex of social actions.”
Berger mengacu pada pendapat Arnold Gehlen yang menamakan institusi suatu “regulatory agency” yang menyalurkan
tindakan manusia laksana naluri mengatur tindakan hewan. Contoh yang
dikemukakan Bergerialah dorongan untuk menikah merupakan suatu dorongan yang
menyerupai suatu naluri, namun dorongan tersebut sebenarnya bukan naluri
melainkan ditanamkan pada dirinya oleh masyarakat melalui institusi seperti
keluarga , pendidikan, agama, media massa, iklan. (Berger, 1978 : 105).
BAB II
INSTITUSI KELUARGA
A.Tipe
Keluarga
Dalam
sosiologi keluarga biasanya dikenal pembedaan antara keluarga bersistem
konsanguinal dan keluarga bersistem konjugal (lihat, antara lain, Clayton,
1979:49). Keluarga yang bersistem konsanguinal menekankan pada pentingnya
ikatan darah, seperti misalnya hubungan antara seseorang dengan orang tuanya.
Ikatan seseorang dengan orang tuanya cenderung dianggap lebih penting daripada
ikatannya dengan suami istrinya. Dalam keluarga Jepang atau Tionghoa
tradisonal, misalnya, seorang anak laki-laki akan memihak orang tuanya manakala
orang tuanya berselisih dengan istrinya.Keluarga dengan sistem konjugal, di
fihak lain, menekankan pada pentingnya hubungan perkawinan (antara suami
istri); ikatan dengan suami atau istri dianggap lebih penting daripada ikatan dengan
orang tuanya.
Pembedaan
tipe keluarga yang dikenal pula ialah antara keluarga orientasi (family of orientation) dan keluarga
prokreasi (family of procreation). Keluarga orientasi ialah keluarga yang di
dalamnya seseorang dilahirkan, sedangkan keluarga prokreasi ialah keluargan
yang dibentuk seseorang dengan jalan menikah dan mempunyai keturunan.
Pembagian
tipe keluarga yang lain ialah kelurga batih ( nuclear family) dan keluarga luas (extended family). Kelurga batih merupakan satuan kelurga terkecil yang
terdiri atas ayah, ibu, dan anak. Menurut William Goode keluarga batih tidak
mengandung hubungan fungsional dengan kerabat dari keluarga orientasi dari
salah satu pihak. Apabila suatu pasangan beserta anak mempunyai hubungan dengan
kerabat dari kelurga orientasi salah satu atau kedua belah pihak, maka keluarga
demikian menurutnya lebih tepat dinamakan keluarga konjugal (conjugal family).
Sedangkan
keluarga luas terdiri dari beberapa keluarga batih. Kita mengenal beberapa tipe
keluarga luas. Salah satu di antaranya ialah joint family , yang terdiri atas beberapa orang laki-laki kakak
beradik beserta anak-anak mereka dan saudara kandung perempuan mereka yang
belum menikah . Laki-laki tertua di antara kakak-beradik menjadi kepala
keluarga manakala ayah mereka meninggal dunia. Menurut Clayton (1979:63) bentuk
keluarga ini dijumpai antara lain di India dan Pakistan. Bentuk lain ialah
keluarga luas varilokal, yang terdiri atas suatu keluarga batih ditambah
keluarga batih para putra dalam keluarga batih senior tersebut. Kelurga
demikian kita jumpai, misalnya, di masyatrakat Nias (lihat Danandjaja, 1971).
B. Aturan Mengenai Perkawinan
Setiap
masyarakat mengenal berbagai aturan mengenai perkawinan. Ada aturan mengenai
apakah jodoh harus berasal dari anggota kelompok sendiri ataukah harus dari
kelompok lain, dan siapa di antara kelompok sendiri yang boleh ataupun tidak
boleh dinikahi; mengenai jumlah orang yang boleh dinikahi pada waktu yang sama;
mengenai tempat menetap setelah perkawinan; dan aturan mengenai penetuan garis keturunan.
1.
Incest
Taboo
Suatu Aturan yang dijumpai dalam semua
masyarakat mengatur mengenai siapa yang boleh dan tidak boleh dinikahi. Salah
satu di antaranya ialah incest taboo (larangan hubungan sumbang, inses, sumbang
muhrim), yang melarang hubungan perkawinan dengan keluarga yang sangat dekat
seperti perkawinan seorang anak dengan orang tuanya atau perkawinan antara
saudara kandung. Menurut Clayton larangan hubungan sumbang ini tidak terbatas
pada orang yang mempunyai hubungan darah sangat dekat (orang tua, anak, saudara
kandung) tetapi sering mencakup pula kerabat di luar orang tua dan saudara
kandung. Meskipun incest taboo dijumpai dalam semua masyarakat , namun para
ahli sosiologi mencatat bahwa pada kelompok tertentu dalam masyarakat dapat
dijumpai pengecualian, Russel Middleton mengemukakan misalnya, bahwa di
kalangan raja Mesir kuno, Yunani kuno dan Romawi kuno banyak dijumpai
perkawinan kakak-adik atau perkawinan orang tua (lihat Clayton, 1979:52-53).
2.Bentuk Perkawinan
2.Bentuk Perkawinan
Pada dasarnya kita mengenal dua macam
bentuk perkawinan:
1.
monogami
(perkawinan antara seorang laki-laki
dengan seorang perempuan pada saat yang sama) dan poligami (perkawinan antara
seorang laki-laki dengan beberapa perempuan pada waktu yang sama, atau antara
seorang perempuan dengan beberapa orang laki-laki pada waktu yang sama). Bentuk
perkawinan ini dikenal secara umum dan paling banyak dilakukan dan disepakati
oleh masyarakat. Di kalangan penganut agama Kristen, bentuk perkawinan ini
diwajibkan. Selain itu, bagi suku-suku bangsa tertentu yang tidak menganut
agama Kristen juga lebih menyukai bentuk perkawinan monogami lebih mudah
melaksanakan pertanggungjawaban terhadap pemeliharaan anak-anaknya.
2.
Poligami
dibagi lagi dalam bentuk perkawinan poligini (polygyny, atau perkawinan antara seorang laki-laki dengan lebih
dari seorang perempuan pada waktu yang sama), poliandri (poliandry), perkawinan
antra seorang perempuan dengan lebih dari seorang laki-laki pada waktu yang
sama), perkawinan kelompok (group marriage,
perkawinan dua orang laki-laki atau lebih dengan dua orang perempuan atau lebih
pada waktu yang sama). Kita pun mengenal bentuk poligini khusus yang dinamakan sororal polygyny yaitu perkawinan antara
seorang laki-laki pada waktu yang sama dengan beberapa orang perempuan yang
merupakan saudara kandung (lihat Clyton, 1979 : 55). Hal-hal yang menyebabkan
terjdinya poligini :
v
Karena
faktor kebudayaan, perang misalnya mengurangi jumlah laki-laki sehingga terjadi
ketidakseimbangan antara jumlah laki-laki dan perempuan sehingga memungkinkan
adanya poligami.
v
Lingkungan
sosial, seperti penyakit yang memperkecil jumlah kaum laki-laki.
v
Untuk
mendapatkan status dalam masyarakat, karena makin banyak istri, maka statusnya
semakin tinggi dalam masyarakat.
v
Untuk
tujuan ekonomi, karena makin banyak yang membantu untuk mengolah sawahnya atau
mencari rezeki.
v
Ingin
mendapatkan keturunan karena istri yang pertama tidak memberi keturunan.
Aturan lain yang berlaku dalam hubungan perkawinan ialah
eksogami (exogami) dan endogami (endogamy). Eksogami merupakan sistem
yang melarang perkawinan dengan anggota kelompok, sedangkan endogami merupakan
merupakan sistem yang mewajibkan perkawinan dengan anggota kelompok. Kewajiban
atau anjuran untuk menikah dengan seseorang dari kelompok ras, agama, suku
bangsa, kasta atau kelas sosial sendiri merupakan suatau bentuk aturan
endogami, sedangkan larangan untuk menikah dengan seseorang dari klen yang sama
merupakan suatu bentuk aturan eksogami.
C. Aturan Mengenai Keturunan
Dalam
hal penarikan garis keturunan kita mengenal aturan patrilineal, bilateral,
matrilineal, dan keturunan rangkap (double descent. Lihat Clayton, 1979). Pada
sistem patrilineal menurut Murdock merupakan sistem yang paling banyak
dijumpai, garis keturunan ditarik melalui laki-laki. Pada sistem bilateral,
yang banyak dijumpai pada berbagai masyarakat meskipun tidak sebanyak
patrilineal, garis keturunan ditarik melalui pihak laki-laki dan perempuan.
Pada sistem matrilineal garis keturunan ditarikk melalui perempuan. Pada sistem
keturunan rangkap garis keturunan ditarik melalui laki-laki secara patrilineal
dan melalui perempuan secara matrilineal. Pola demikian banya dijumpai di Dayak
di Kalimantan Tengah (lihat Danandjaja, 1971b).
D. Fungsi Keluarga
Karena
keluarga dianggap sangat penting dan menjadi pusat perhatian kehidupan
individu, maka dalam kenyataan fungsi keluarga pada masyarakat adalah sama.
Secara perinci, beberapa fungsi dari keluarga yaitu:
1.
Fungsi
Keluarga Keturunan
Dalam masyarakat orang terbiasa
dengan fakta bahwa kebutuhan seks dapat dipuaskan tanpa adanya prokreasi
(mendapatkan anak) dengan berbagai cara, misalnya kontrasepsi, abortus, dan
teknik lainnya. Meskipun sebagian masyarakat tidak membatasi kehidupan seks
pada situasi perkawinan, tetapi semua masyarakat setuju bahwa keluarga akan
menjamin reproduksi. Karena fungsi reproduksi ini hakikat ini untuk
kelangsungan hidup manusia dan sebagai dasar kehidupan sosial manusia dan bukan
hanya sekedar kebutuhan biologis saja. Fungsi ini didasarkan atas pertimbangan sosial,
misalnya dapat melanjutkan keturunan, dapat mewariskan harta kekayaan, serta
pemeliharaan pada hari tuanya.
Pada umumnya, masyarakat
mengatakan bahwa perkawinan tanpa menghasilkan anak merupakan kemalangan karena
dapat menimbulkan hal-hal negatif. Bahkan ada yang berpendapat bahwa semakin
banyak anak semakin banyak mendapatkan mendapatkan rezeki, terutama hal ini
dianut olrh orang Cina dan dihubungkan dengan keagamaan, karena semakin banyak
anak semakin banyak yang memuja arwah nenek moyangnya.
2.
Fungsi
Sosialisai dan Pendidikan
Fungsi ini untuk mendidik anak
mulai dari awal sampai pertumbuhan anak hingga terbentuk personality-nya. Anak-anak itu lahir tanpa bekal sosial, dan
karenanya agar si anak dapat berpartisipasi, maka harus disosialisasi oleh orang
tuanya tentang nilai-nilai yang ada dalam masyarakat. Jadi, dengan kata lain,
anak-anak harus belajar norma-norma mengenai apa yang senyatanya baik dan
norma-norma yang tidak layak dalam masyarakat. Berdasarkan hal ini, anak-anak
harus memperoleh standar tentang nilai-nilai apa yang diperbolehkan, apa yang
baik, yang patut, dan sebagainya. Mereka harus dapat berkomunikasi dengan
anggota masyarakat lainnya dengan menguasai sarana-sarananya.
Dalam keluarga, anak-anak
mendapatkan segi-segi utama dari kepribadiannya, tingkah lakunya, tingkat
pekertinya, sikapnya, dan reaksi emosianalnya. Oleh karena itu, keluarga
merupakan perantara di antara masyarakat luas dan individu. Perlu diketahui
bahwa kepribadian seseorang itu diletakkan pada waktu yang sangat muda dan yang
berpengaruh besar sekali terhadap kepribadian seseorang yaitu keluarga,
khususnya seorang ibu.
3.
Fungsi
Pelindung
Fungsi ini adalah melindungi
seluruh anggota keluarga dari berbagai bahaya yang dialami oleh sebuah keluarga. Dengan adanya negara, maka
fungsi ini banyak diambil alih instansi negara.
4.
Fungsi
Penentuan Status
Jika dalam masyarakat terdapat
perbedaan status yang besar, maka keluarga mewariskan statusnya pada tiap-tiap
anggota keluarga mempunyai hak-hak istimewa. Perubahan status ini biasanya
melalui perkawinan. Hak istimewa keluarga, misalanya menggunakan hak milik
tertentu, dan lain sebagainya. Jadi status dapat diperoleh melalui assigned status dan ascribed status.
5.
Fungsi
Ekonomi
Urusan-urusan pokok untuk
mendapatkan kehidupan dilaksanakan keluarga sebagai unit-unit produksi yang
sering kali dengan mengadakan pembagian kerja di antara anggota-anggotanya.
Jadi, keluarga bertindak sebagai unit yang terkoordinasi dalam produksi
ekonomi. Ini dapat menimbulkan adanya industri-industri rumah di mana semua
anggota keluarga terlibat di dalam kegiatan pekerjaan tau mata pencaharian yang sama. Dengan adanya fungsi
ekonomi, maka hubungan di antara anggota keluarga bukan hanya sekedar hubungan
yang dilandasi kepentingan untuk melanjutkan keturunan, akan tetapi juga
memandang keluarga sebagai sistem hubungan kerja. Dengan kata lain, suami tidak
hanya sebagai kepal rumah tangga, tetapi juga sebagai kepala dalam bekerja.
Jadi, hubungan suami istri dan anak-anak dapat dipandang sebagi teman kerja
yang sedikit banyak juga dipengaruhi oleh kepentingan dalam kerja sama. Fungsi
ini jarang sekali terlihat pada keluarga di kota dan bahkan fungsi ini
dikatakan berkurang atau hilang sama sekali.
6.
Fungsi
Pemeliharaan
Keluarga pada dasarnya
berkewajiban untuk memelihara anggota yang sakit, menderita, dan tua. Fungsi
pemeliharaan ini pad setiap masyarakat berbeda-beda, akan tetapi sebagian
masyarakat membebani keluarga dengan pertanggungjawaban khusus terhadap
anggotanya bila mereka tergantung pada masyarakat. Seiring dengan perkembangan
masyarakat yang makin modern dan kompleks, sebagian dari pelaksanaan fungsi
pemeliharaan ini lambat laun mulai banyak diambil alaih dan dilayani pleh
lembaga-lembaga masyarakat, misalnya rumah sakit, rumah-rumah khusus melayani
orang-orang jompo.
7.
Fungsi
Afeksi
Salah satu kebutuhan dasar manusia adalah
kebutuhan kan kasih sayang atau rasa dicintai. Sejumlah studi telah menunjukkan
bahwa kenakalan yang serius adalah salah satu ciri khas dari anak yang sama
sekali tidak pernah mendapatkan perhatian atau merasakan kasih sayang. Di sisi
lain, ketiadaan afeksi juga akan menggerogoti kemampuan seorang bayi untuk
bertahan hidup.
E. Masalah Sosial Dalam Keluarga
Dua masalah sosial yang dialami
dan terjadi dalam keluarga manapun di dunia, yaitu broken home dan perceraian.
a. Masalah
Broken Home
Semua orang menganggap bahwa
perkawinan itu merupakan hal yang sakral dan diberkati oleh kaum ulama,
biasanya perkawinan ini hanya dapat berakhir karena kematian. Berdasarkan
anggapan inilah, maka setiap keluarga berusaha untuk menjaga keutuhan
keluarganya, karena salah satu faktor yang memengaruhi jalannya fungsi-fungsi
keluarga adalah kebutuhan dari keluarga.
Jika keluarga tidak menjaga
keutuhannya, maka keluarga yang bersangkutan akan mengalami apa yang dinamakan broken home. Yang dimaksud dengan
keutuhan keluarga, yaitu keutuhan struktur dalam keluarga, di samping adanya
seorang ayah, juga adanya seorang ibu beserta anak-anaknya. Selain itu juga
adanya keharmonisan dalam keluarga di mana di antara anggota keluarga itu
saling bertemu muka dan saling berinteraksi satu dan yang lainnya. Dalam
keluarga yang broken home, di mana
sering terjadi percekcokan di antara orang tua dan sikap saling bermusuhan
disertai dengan tindakan-tindakan yang agresif, maka dengan sendirinya keluarga
yang bersangkutan akan mengalami kegagalan dalam menjalankan fungsi-fungsi
keluarga yang sebenarnya.
Kegagala dalam
menjalankan fungsi keluarga dapat disebabkan karena beberapa faktor di antaranya:
1.
Faktor pribadi, di mana suami istri kurang menyadari
akan arti perkawinan yang sesungguhnya. Misalnya, sikap egoisme, kurang adanya
toleran, kurang adanya kepercayaan satu sama lain.
2.
Faktor
situasi khusus dalam keluarga, beberapa diantaranya:
a. Kehadiran terus-menerus dari salah satu
orang tua baik dari pihak suami atau istri mereka.
b. Karena istri bekerja dan mendambakan
kedudukan yang lebih tinggi dari suaminya.
c. Tinggal bersama keluarga lain dalam satu
rumah.
d. Suami istri sering meninggalkan rumah
karena kesibukan di luar.
b. Masalah
Perceraian
Seperti diketahui
bahwa putusnya perkawinan disebabkan karena salah satu meninggal dunia atau
karena perceraian. Mengenai perceraian, ada masyarakat yang mengizinkan
berdasarkan kebudayaan, akan tetapi pada umumnya hampir semua masyarakat
menentangnya, terutama bagi mereka yang menganut agama Kristen. Mereka
beranggapan bahwa perkawinan hanya dapat diputuskan apabila salah satu dari
suami istri meninggal dunia. Pada umumnya kebudayaan primitif mengizinkan
perceraian tanpa mengenal prosedur yang menyulitkan, akan tetapi ada juga
kebudaayan primitif yang melarang sama sekali adanya perceraian.
Akibat
dari perceraian sangat dirasakan oleh keluarga inti, sedangkan pada keluarga
kerabat akibat dari perceraian tidak begitu berat dirasakan. Dalam keluarga
kerabat, di mana kedudukan suami istri tunduk pada garis keturunan, maka
walaupun terjadi terjadi perceraian keluarga masih tetap utuh. Sebaliknya
dengan keluarga inti yang didasarkan perkawinan, maka bila terjadi perceraian
akan berat sekali akibatnya, misalnya mengenai sosialisasi anak, pembagian
harta warisan, pencari nafkah, dan sebaginya.
Dengan
akibat-akibat ini meskipun peceraian diperbolehkan, maka bukan berarti bahwa
masyarakat membenarkan atau menyenangi adanay perceraian, oleh karena itu
kemudian perceraian diatur oleh undang-undang. Adapun alasan-alasan perceraian
ditentukan oleh Kitab Undang-Undan Hukum Perdata adalah apabila salah satu
pasangan baiak suami istri mengalami
hal-hal berikut.
1.
Ditinggalkan
dengan sengaja.
2.
Mendapatkan
hukuman lebih dari lima tahun kerana melakukan kejahatan.
3.
Mengalami
penganiayaan yang berat.
BAB III
PENUTUP
1.Kesimpulan
Sebagaimana dikemukakan di depan bahwa hakikat dari lembaga sosial adalah berfungsi sebagai sarana pemenuhan kebutuhan masyarakat. Kebutuhan itu berkisar pada kebutuhan yang esensial dan pokok. Keluarga merupakan lembaga sosial dasar sebagai titik awal dari semua lembaga sosial, dan istilah keluarga ini menunjuk beberapa pengertian sebagai berikut, kelompok yang memiliki nenek moyang yang sama, kekerabatan, pasangan perkawinan. Sebagaimana lembaga sosial yang lain, institusi keluarga adalah sistem norma dan tata cara yang diterima untuk menyelesaikan sejumlah tugas yang penting, sebagaimana dimaksud adalah fungsi keluarga.
Sebagaimana dikemukakan di depan bahwa hakikat dari lembaga sosial adalah berfungsi sebagai sarana pemenuhan kebutuhan masyarakat. Kebutuhan itu berkisar pada kebutuhan yang esensial dan pokok. Keluarga merupakan lembaga sosial dasar sebagai titik awal dari semua lembaga sosial, dan istilah keluarga ini menunjuk beberapa pengertian sebagai berikut, kelompok yang memiliki nenek moyang yang sama, kekerabatan, pasangan perkawinan. Sebagaimana lembaga sosial yang lain, institusi keluarga adalah sistem norma dan tata cara yang diterima untuk menyelesaikan sejumlah tugas yang penting, sebagaimana dimaksud adalah fungsi keluarga.
2. Saran
Keluarga
harus memliki tujuan dan sudah dikatakan bahwa keluarga mempunyai fungsi, semua
fungsi dalam keluarga harus dijalankan supaya tidak terjadi masalah perceraian
dan broken home. Sangat disayangkan
jika nantinya telah mengetahui dan memahami apa itu keluarga, masih saja
melakukan hal yang tidak sewajarnya terhadap anggota keluarga. Semoga dengan
pengetahuan ini, kita bisa menghapus tindak kekerasan terhadap keluarga kita
nantinya.
Daftar Pustaka
Setiadi
M. Elly, Kolip Usman, 2010. “Pengantar
Sosiologi” Jakarta: Kencana
Sunarto Kamanto, 2004, “Pengantar Sosiologi” Lembaga Penerbit
Fakultas Ekonomi, Universitas
Indonesia, Jakarta.
Tags : Jurnal Sosiologi
bonarsitumorang
- Bonar Situmorang
- Medan
- Jakarta Selatan
- bonarsos@gmail.com
- +62852-6969-9009