-->

September 23, 2016

Pernahkah Anda Dengar Manusia Memakan Manusia?






 Praktek mengkomumsi daging manusia ini sesungguhya dapat ditemukan di banyak tempt dalam berbagai kurun waktu di dunia. Namun,dalam kenyataannya, praktek ini tidaklah seperti yang dipercaya oleh banyak orang karena kebanyakan dilakukan dalam kesempatan-kesempatan tertentu yang sangat khusus seperti pada acara keagamaan dan yang dimakan bukan manusia utuh seperti kita menyantap ayam, melainkan bagian-bagian yang dianggap penting misalanya jantung, hati dan lain-lain. Laporan-laporn etnografi cenderung membesarkan hal ini, motif dan bentuknya pun berbagai macam karena itulah para ilmuwan social mengembangkan sejumlah kategori untuk melakukn konseptualisasi pola dan motivasi yang Nampak mengerikan ini. Salah satu diantaranya adalah apa yang disebut dengan endokanibalisme  (memakan anak sendiri) dan eksokanibalisme (memakan orang lain). Secara ritual ada kanibalisme untuk memperoleh nutrisi tertentu yang dianggap tidak dapat diperoleh dari bahan pangan lain. Oleh karena itu, perlu menyimak konsep ini secara hati-hati karena kajian intelektual mengenai kannibalisme selama ini agak didramatisir.
            Ada beberapa alasan yang mengharuskan kita demikian. Kanibalisme sesungguhnya telah masuk ke dalam babakan sejarah hamper sama awalna dengan kebudayaan manusia itu sendiri, banyak laporan mengenai kanibalisme di berbagai tempat, berdasarkan data informasiny tidak pada pengamatan langsung melainkan pada keterangan informan yang mengaku merupakan bagian dari masyarakat yang memprktekkan kanibalisme. Karena itu wajar saja kalua informasi yang terkumpul begitu menyeramkan dan kurang sesuai dengan fakta yang ada. Sebagai contoh, literature barat mengenai kanibalisme pada awal abad ke-16 hingga akhir abad ke-19 mengatakan bahwa kanibalisme itu merupakan dampak yang sulit dihindari akibat penaklukan budaya asing negara-negara Eropa ekspansionis.

            Tulisan – tulisan kanibalisme itu nampaknya bertolak dari kengerian atau kecurigaan akan adanya manusia bar-bar dari seberang lautan. Lagi-lagi lebih banyak menunggu keterangan dari tangan kedua, sehingga para antropolog dan peneliti pada abad-abda yang lampau tidak pernah berhasil menyajikan kajian yang tuntas mengenai kaniblisme. Banyak alasan yang bisa dikemukakn mengenai kebiasaan tersebut. Antara lain, tempat-tempat yang dicurigai mempraktekkan kanibalisme yang sangat terpencil dan sulit dijangkau sehingga bukti-bukti langsung sulit didapat.

            Dengan berbagai kelemahan pencataan itu, bisakah kita mempercayai bhwa kanibalisme itu memang benar-benar terjadi? Ya, ada bukti yang mengahruskan kita percaya. Namun praktekny tidak sesering atau seseram yang diceritakan oleh berbagai tulisan etnografi. Ada kanibalisme yang dilakukan untuk mempertahankan hidup pelakunya, namun ada pula kanibalisme yang anti sosial atau bahkan kriminal (lihat Parry, 1982). Dalam kasus-kasus yang langka, kanibalisme “inversi” juga terjadi. Pada jenis-jensi yang disebutkan terdahulu sifatnya sporadis dan dilaporkan pernah terjadi yang sangat langka itu, prakteknya hanya bisa ditemukn di tempat tertentu pada acara-acara yang sangat khusus dan sangat jarang terjadi. 

Peristiwa inversi tersebut menggarisbawahi aturan dasar bagi masyarakat yang memungkinkan dilakukan suatu tindakan yang tidak lazim guna mempertahankan hal-hal atau elemen-elemen kemasyarakatan lainnya yang lebih penting. Fakta ini nyaris terabaikan karena label kanibalisme sudah terlanjur digunakan secara serampangan. Hal serupa juga menutupi fakta dasar bahwa sesungguhnya kanibalisme bukanlah sosok mengerikan seseorang yang gemar memangsa sesamanya, melainkan, salah satu ciri atau karakter tau inheren dalam setiap manusia.

Defences (Pertahanan) dalam Ilmu Psikologi
Sumber:
Parry, J. (1982) ‘Sacrificial death and the necrophagus ascetic’, dalam M. Bloch dan J. Parry (eds) Death and the Regeneration of Life, Cambridge, UK.
Poole, F. P. (1983)’ Cannibals, trickters and witcehs’ dalam D. Tuzin dan P. Brown (eds) The Etnography f Cannibalism, Wanghiston, DC.

Tags :

bonarsitumorang