-->

Juli 15, 2017

PENDIDIKAN DAN KUALIFIKASIONISME





            Tiga bulan terakhir Indonesia memiliki fenomena pendidikan yang cukup besar. Dari SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri), SBMPTN (Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi), UMB (Ujian Masuk Bersama) dan banyak lagi model untuk masuk ke perguruan tinggi. Pendidikan merupakan menjadi sebuah fenomena sosial pada jaman modern ini. Tanpa pendidikan individu akan teralineasi pada akses-akses modal sosial yang sudah didewakan oleh masyarakat.
            Secara umum pendidikan diartikan sebagai setiap sistem budaya atau intruksi intelektual yang formal atau semiformal. Pendidikan adalah salah satu indikator modal sosial (social capital) yang dijadikan masyarakat secara universal untuk memosisikan individu ke dalam sebuah stratifikasi sosial (social stratification). Bahkan dalam sebagian masyarakat luas sekarang ini pendidikan merupakan sebuah tujuan simbolisasi dan memperkuat prestise dan hak-hak istimewa (privilege) kelompok elit dalam masyarakat dalam pelapisan sosial.
            Enkpansi pendidikan yang ada sekarang ini, pada hakikatnya tidak berpengaruh terhadap kesetaraan ekonomi, karena pendidikan tidak bisa menjalar ke segala lapisan masyarakat. Padahal seharusnya pendidikan menjadi hak setiap warga negara untuk mendapatkan seperangkat surat kepercayaan (credentials) yang nantinya akan memberi akses ke posisi-posisi pekerjaan tertentu yang diinginkan.
            Namun untuk mendapatkan sebuah kepercayaan tersebut masyarakat dihadapkan dengan sistem kualifikasionisme pendidikan. Perubahan-perubahan historis dalam persiapan karir menjadi sebuah indikator berubahnya pendidikan menjadi kualifikasionisme. Namun dilihat dari sudut fungsionalismenya kebanyakan dari apa yang terjadi dewasa ini dalam sistem pendidikan tidak serta merta mempunyai hubungan dengan keterampilan kerja yang lebih spesifik. Kondisi tersebut membuat belum terselesaikannya pengangguran bagi angkatan kerja yang ada.
            Banyak negara yang sedang berkembang mengalami suatu bentuk kualifikasionisme yang sangat akut. Salah satunya adalah negara sedang berkembang seperti Indonesia. Menjadi sebuah persyaratan yang mengharuskan bagi individu-individu untuk memperoleh jalan masuk pekerjaan harus memiliki sertifikat dan pengalaman akademik. Proses ini berlangsung dalam segi kehidupan masyarakat.
            Kualifikasionisme bukan hanya terjadi dalam mendapatkan pekerjaan melainkan terjadi juga untuk pendidikan itu sendiri. Contoh kasus persaingan untuk mendapatkan bangku sekolah ataupun kuliah, individu akan menghadapi berbagai tes dan harus menguasai beberapa indikator untuk mendapatkan satu kursi di sekolah atau perguruan tinggi. Kualifikasionisme dalam pendidikan untuk perguruan tinggi misalnya SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri), SBMPTN (Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri), UMB (Ujian Masuk Bersama) yang sebentar lagi akan dilaksanakan, dan masih banyak jalur lain untuk mendapatkan kesempatan masuk ke perguruan tinggi.
            Fenomena yang terjadi sekarang ini adalah ledakan pendidikan yang semakin meningkat. Banyak individu yang berbondong-bondong dan memiliki ikatan bersama untuk mendapatkan satu kursi dalam perguruan tinggi. Konsekuensinya adalah muncunya “overeducation” atau bisa disebut pendidikan yang berlebihan. Karena, harapan yang muncul  adalah setiap orang memiliki pendidikan yang ekstra untuk menjamin jenis pekerjaan yang diinginkan.
Pendidikan Sebagai Pembangunan Bangsa
            Pendidikan sejatinya memiliki fungsi yang mulia sebagai sebuah alat sosialisasi individu yang intensif ke dalam nilai dan aspirasi bangsa. Pendidikan menjadi institusi yang terdepan dalam menangani permasalahan bangsa. Sistem-sistem yang melembaga ini diharapkan mampu melahirkan solution maker dalam perjuangan bangsa ini menangani pembangunan yang terlambat (late-development effect).
            Tantangan yang harus dihadapi individu yang adalah semakin banyak orang memperoleh kepercayaan pendidikan, surat-surat kepercayaan itu akan berkurang nilainya. Sehingga lembaga pendidikan harus memiliki tujuan national building. Tidak hanya melirkan individu yang langsung berhadapan dengan pengangguran dan tidak produktif.
            Pendidikan untuk pembangunan merupakan sebuah tugas semua masyarakat dalam mengisi kemerdekaan. Dimensi yang harus dibangun dalam lembaga pendidikan adalah dimensi mental, dimensi emosional, imensi spiritual dan kecerdasan. Bukan hanya memfokuskan diri terhadap kuantitas saja melainkan yang terpenting adalah kualitas. Melahirkan individu yang berpikiran growth mindset, yaitu individu yang menyakini apa yang ada dalam dirinya bisa ditingkatkan dan kecerdasan yang dimiliki diyakini bisa ditingkatkan. Bukan menciptakan individu yang berpikiran fixed mindset, yaitu individu yang mudah menyerah, yakin bahwa kecerdasan yang dimiliki sudah ditentukan dan dibatasi, dan tidak ada yang mengubahnya.
            Untuk memutus siklus permasalahan bangsa yang ini dibutuhkan energi dari lembaga pendidikan. Sebagai pemegang mutlak dalam peningkatan pembangunan yang ada di Indonesia. Sehinggga harapan founing father bangsa ini bukan hanya instuisi belaka, namun masa depan bangsa ini berada dalam genggaman civitas akademik.

            Harapan dari kualifikasionisme pendidikan adalah bisa memberikan andil dalam perubahan bangsa. Karena pada dasarnya pendidikan memiliki tujuan membentuk kecapakapan, menjadikan warga negara yang cerdas, aktif, kritis, namun tetap berkomitmen dalam menjaga integrasi bangsa dan menciptakan agent of change.

Tags :

bonarsitumorang