Kertas Kebijakan: Implementasi Program BPJS Ketenagakerjaan Bagi Tenaga Kerja Sektor Informal
Ringkasan
Eksekutif
Negara
memiliki tanggung jawab untuk menyediakan fasilitas pelayanan yang layak bagi
warganya agar dapat merasakan kenyamanan, kesejahteraan, dan ketentraman
khususnya bagi pekerja. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) saat ini
telah memberikan perlindungan kepada masyarakat pekerja melalui program BPJS
Ketenagakerjaan. Kehadiran BPJS Ketenagakerjaan merupakan transformasi dari PT.
Jamsostek, di mana pada program BPJS Ketenagakerjaan memiliki perbedaan dari
PT. Jamsostek.BPJS Ketenagakerjaan memberikan perlindungn kepada seluruh
pekerja, baik itu di sektor formal, dan sektor informal. Oleh sebab itu program
BPJS ppKetenagakerjaan pada dasarnya memiliki manfaat yang cukup membantu para
pekerja dalam mengatasi resiko yang akan dihadapi dalam pekerjaannya. Namun,
kurangnya sosialisasi membuat kebijakan ini menjadi tidak berjalan semestinya
khususnya di Desa Hilihao yang mayoritas penduduknya bekerja pada sektor
informal.
Kebijakan
adalah keputusan yang dibuat pemerintah atau lembaga berwenang untuk memecahkan
masalah atau mewujudkan tujuan yang diinginkan masyarakat. Salah satu kebijakan
pemerintah yang terlaksana saat ini di Indonesai adalah adanya lembaga
penyelenggara jaminan sosial bagi masyarakat Indonesia. Penyelenggaraan program
jaminan sosial merupakan salah satu tangung jawab dan kewajiban negara untuk
memberikan perlindungan sosial ekonomi kepada masyarakat. UUD 1945 Pasal 28 H (amandemen kedua) menyatakan bahwa:
“Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya
secara utuh sebagaimana manusia yang bermartabat”, dan Pasal 34 – ayat 2
(amandemen keempat), bahwa: “Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi
seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai
dengan martabat kemanusiaan”. Negara bertanggung jawab atas
penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas umum yang layak. Pemerintah
selalu berupaya untuk memberikan fasilitas yang terbaik untuk seluruh
rakyatnya,agar seluruh lapisan masyarakat di Indonesia dapat merasakan
kesejahteraan dan ketenteraman.
Pada Tahun
2011, ditetapkanlah UU No 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial (BPJS). Berdasarkan Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011, BPJS akan
menggantikan sejumlah lembaga jaminan sosial yang ada di Indonesia yaitu
lembaga Asuransi Jaminan Kesehatan (PT Askes Indonesia) menjadi BPJS Kesehatan dan lembaga Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (PT Jamsostek) menjadi BPJS Ketenagakerjaan. Transformasi
PT Askes dan PT Jamsostek menjadi BPJS dilakukan secara bertahap. Pada awal
2014, PT Askes beralih menjadi BPJS Kesehatan, selanjutnya pada 2015 PT
Jamsostek juga beralih menjadi BPJS Ketenagakerjaan.
Program
jaminan sosial ketenagakerjaan khususnya telah mengalami beberapa kali revisi. Dimulai
dari UU No.33/1947 jo UU No.2/1951 tentang kecelakaan kerja, Peraturan Menteri
Perburuhan (PMP) No.48/1952 jo PMP No.8/1956 tentang pengaturan bantuan untuk
usaha penyelenggaraan kesehatan buruh, PMP No.15/1957 tentang pembentukan
Yayasan Sosial Buruh, PMP No.5/1964 tentang pembentukan Yayasan Dana Jaminan
Sosial (YDJS), diberlakukannya UU No.14/1969 tentang Pokok-pokok Tenaga Kerja
hingga terakhir pada tahun 2015 menjadi BPJS Ketenagakerjaan.
Adapun
perbedaan dari BPJS Ketenagakerjaan dengan PT Jamsostek (Persero) yakni:
a. BPJS Ketenagakerjaan
1.
Berbentuk badan hukum publik yang tidak berorientasi
profit dimana pengelolaan dananya dilakukan secara terpisah dan transparan ke
dalam 2 kelompok besar yaitu Aset BPJS Ketenagakerjaan dan Dana Program BPJS
Ketenagakerjaan
2.
Cakupan peserta wajib kepada semua pekerja Indonesia
baik sektor formal maupun sektor informal dan orang asing yang bekerja di
Indonesia minimal 6 bulan.
3.
Memiliki wewenang inspeksi atas kepatuhan perusahaan
dalam melakukan kewajiban administrasi seperti mendaftarkan tenaga kerja,
melaporkan data tenaga kerja secara akurat dan membayarkan iuran program.
b. PT Jamsostek
1.
Berbentuk perseroan terbatas yang berorientasi profit
namun seluruh dividen tidak lagi dibayarkan kepada pemerintah namun
dikembalikan kepada peserta
2.
Cakupan peserta wajib kepada semua pekerja Indonesia
di sektor formal
3.
Belum memiliki wewenang inspeksi. Kewenangan inspeksi
berada di Kementrian/Dinas Ketenagakerjaan.
Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan menggelar empat program.
Yakni, Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKM), Jaminan Hari Tua
(JHT) dan Jaminan Pensiun (JP).
Pada
dasarnya, kebijakan pemerintah melalui program BPJS Ketenagakerjaan merupakan
program yang sangat membantu masyarakat khususnya masyarakat yang bekerja pada
sektor informal. Sektor informal merupakan bagian dari
angkatan kerja yang berada di luar pasar tenaga kerja. Istilah sektor informal
pada umumnya dinyatakan dengan usaha sendiri atau wirausaha. Ini merupakan
jenis kesempatan kerja yang kurang terorganisir, padat karya, dan tidak
memerlukan keterampilan khusus sehingga mudah keluar masuk dalam usahanya.
Sektor informal mudah dilakukan oleh siapapun tanpa memandang tingkat
pendidikan seseorang, baik yang memiliki pendidikan tinggi maupun yang memiliki
pendidikan rendah.
Pekerja
pada sektor informal merupakan pekerja bukan penerima upah. Pekerja Bukan Penerima Upah (BPU) adalah pekerja
yang melakukan kegiatan atau usaha ekonomi secara mandiri untuk memperoleh
penghasilan dari kegiatan atau usahanya tersebut. Oleh sebab itu, program dari
BPJS Ketenagakerjaan sangat bermanfaat bagi tenaga kerja khususnya bukan
penerima upah agar tetap merasa aman dan tidak perlu khawatir apabila
menghadapi keadaan-keadaan yang sulit dalam melindungi dirinya dan keluarganya
dari resiko-resiko yang mungkin terjadi.
Kebijakan
pemerintah dengan adanya program BPJS Ketenagakerjaan memiliki banyak manfaat.
Adapun manfaat yang diperoleh dari BPJS Ketenagakerjaan khususnya bagi bukan
penerima upah (sektor informal) adalah :
- Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK),
terdiri dari biaya pengangkutan tenaga kerja yang mengalami kecelakaan
kerja, biaya perawatan medis, biaya rehabilitasi, penggantian upah
Sementara Tidak Mampu Bekerja (STMB), santunan cacat tetap sebagian,
santunan cacat total tetap, santunan kematian (sesuai label), biaya
pemakaman, santunan berkala bagi yang meninggal dunia dan cacat total
tetap
- Jaminan Kematian (JKM), terdiri
dari biaya pemakaman dan santunan berkala
- Jaminan Hari Tua (JHT), terdiri
dari keseluruhan iuran yang telah disetor, beserta hasil pengembangannya.
Namun,
nyatanya program dari BPJS Ketenagakerjaan tidak berjalan seperti yang
diharapkan khususnya bagi masyarakat di Desa Hilihao, Kota Gunungsitoli,
Kabupaten Nias. Masyarakat di Desa Hilihao pada umumnya bekerja di sektor
informal, diantaranya bekerja sebagai supir angkot, petani, kuli, nelayan,
wiraswasta, pengusaha, dan lain sebagainya. Pekerjaan yang di jalankan oleh
masyarakat tersebut tentu saja tidak terlepas dari berbagai resiko. Dari “
Harian Zona Sumut” edisi tanggal 16 April 2016, “ PT.
Taspen (Persero) Cabang Medan bekerjasama dengan Pemerintah Kabupaten Nias
laksanakan sosialisasi Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) bagi Aparatur
Sipil Negara (ASN) di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Nias (13/04/15) lalu, di
Kantor Bupati Nias Jl. Pelud Binaka Gunungsitoli Selatan” (http://zonasumut.com/politik/item/1822-sosialisasi-pelaksanaan-sjsn-bagi-asn
lingkup-pemkab-nias/1822-sosialisasi-pelaksanaan-sjsn-bagi-asn-lingkup-pemkab-nias). Dan pada harian SIB edisi tanggal 12
September 2015, “Kepala BPJS Ketenagakerjaan Cabang Perintis Nias RT Freddy
mensosialisasikan perubahan regulasi dan program jaminan pensiun kepada
perusahaan peserta BPJS”
(http://hariansib.co/view/Marsipature-Hutanabe/76471/BPJS-Ketenagakerjaan-Nias-Sosialisasikan-Program-Jaminan-Pensiun.html).Berdasarkan
berita tersebut, sosialisasi mengenai BPJS Ketegakerjaan di lingkup Kabupaten
Nias tidaklah merata.
Dari pemaparan sebelumnya, dapat dilihat bahwa program BPJS Ketenagakerjan
khususnya bagi bukan penerima upah sangat besar manfaatnya.
Melihat kondisi masyarakat di Desa Hilihao umumnya bekerja pada sektor
informal, oleh sebab itu perlindungan terhadap resiko pekerjaan yang mereka
geluti sangatlah diperlukan. Berdasarkan pengamatan penulis, masyarakat di desa ini
masih belum memahami program dari BPJS Ketenagakerjaan, banyak yang berpendapat
bahwa BPJS Ketenagakerjaan sama dengan BPJS Kesehatan, bahkan tidak mengetahui
adanya BPJS Ketenagakerjaan. Padahal program ini sangat bermanfaat bagi
masyarakat di Desa Hilihao. Hal ini dikarenakan oleh kurangnya sosialisasi
mengenai program BPJS Ketenagakerjaan. Adapun kendala yang dihadapi dalam
pelaksanaan sosialisasi program BPJS Ketenagakerjaan kurang meratanya informasi
atau sosialisasi mengenai program BPJS Ketenagakerjaan.
Rekomendasi
Adapun saran
dari penulis yang dapat memperbaiki kualitas dari program pemerintah yakni BPJS
Ketenagakerjaan agar dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat luas khususnya
masyarakat bukan penerima upah yakni khususnya di Desa Hilihao, Kota
Gunungsitoli, Kabupaten Nias :
1.
Melakukan dan mengoptimalkan penyuluhan ke seluruh
daerah-daerah dengan bekerja sama dengan lembaga pemerintahan di daerah-daerah
kabupaten kota
2.
Memanfaatkan penggunaan media massa, media elektronik,
ataupun media sosial yang mudah diakses oleh masyarakat
3.
Memerankan para perangkat desa untuk melakukan
sosialisasi kepada seluruh warga masyarakat
4.
Mendata warga masyarakat yang bekerja baik disektor
informal maupun formal.
5.
Memberikan kemudahan bagi warga baik dalam pendaftaran
sebagai peserta maupun dalam pembayaran iuran yakni dengan menyediakan mitra
disetiap desa atau bekerjasama langsung dengan perangkat desa.
Dengan
demikian, seluruh masyarakat dapat mengetahui tentang kebijakan pemerintah
mengenai BPJS Ketenagakerjaan dan bisa mendaftarkan diri sebagai peserta.
Sehingga manfaat yang diharapkan dari adanya kebijakan ini pun dapat dirasakan
secara merata oleh masyarakat.
Kesimpulan
Kebijakan pemerintah dengan adanya BPJS Ketenagakerjaan merupakan sebuah
program yang memiliki manfaat bagi para pekerja. BPJS Ketenagakerjaan merupakan
transformasi dari PT. Jamsostek, dimana pada BPJS Ketenagakerjaan ini memiliki
perbedaan dari yng sebelumnya. BPJS Ketenagakerjaan memberikan perlidungan
kepada semua pekerja, tidak memiliki batasan hanya pada sektor formal, tetapi
juga termasuk sektor informal. Para pekerja di sektor informal merupakan
pekerja bukan penerima upah, dimana pekerja bekerja secara mandiri untuk
memperoleh penghasilan. Oleh sebab itu, keberadaan BPJS Ketenagakerjaan sangat
bermanfaat bagi pekerja khususnya yang bekerja di sektor informal, untuk
mengatasi masalah dari resiko yang mungkin dihadapi dalam pekerjaannya. Namun,
pada nyatanya keberlangsungan program BPJS Ketenagakerjaan tidak berjalan
sepenuhnya khususnya di Desa Hilihao, Kota Gunungsitoli, Kabupaten Nias yang
pada umumnya masyarakat bekerja di sektor informal karena kurangnya pemahaman
dari masyarakat tentang kebijakan tersebut. Oleh sebab itu sangat diperlukan sosialisasi
yang tepat pada masyarakat agar kebijkan ini dapat berjalan dengan baik, yakni
dengan bekerjasama dengan perangkat desa dan berusaha memberikan kemudahan bagi
masyarakat untuk dapat terdaftar pada kebijakan program BPJS Ketenagakerjaan.
DAFTAR
PUSTAKA
Abidin, Zainal Said.
2002. Kebijakan Publik. Jakarta.
http://www.bpjsketenagakerjaan.go.id/berita/227/BPJS-Ketenagakerjaan-Kembangkan-Empat-Program-Baru.html
(diakses pada tanggal 17 Oktober 2016)
http://www.bpjsketenagakerjaan.go.id/assets/uploads/tiny_mce/PERATURAN/15122015_104556_PP%2045%20Tahun%202015.pdf (diakses
pada tanggal 17 Oktober 2016)
http://www.bpjsketenagakerjaan.go.id/page/profil/Sejarah.html (diakses
pada tanggal 18 Oktober 2016)
(diakses
pada tanggal 18 Oktober 2016)
http://hariansib.co/view/Marsipature-Hutanabe/76471/BPJS-Ketenagakerjaan-Nias-Sosialisasikan-Program-Jaminan-Pensiun.html
Tags : Jurnal Sosiologi
bonarsitumorang
- Bonar Situmorang
- Medan
- Jakarta Selatan
- bonarsos@gmail.com
- +62852-6969-9009