Makalah : Neil J Smelser tentang Diferensiasi Struktural
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Modernisasi
tidak selalu berdampak pada kehidupan secara lancar dan positif tapi juga
mempunyai dampak yang negatif seperti terjadinya suatu konflik. Di Indonesia, bentuk-bentuk modernisasi banyak kita
jumpai di berbagai aspek kehidupan masyarakat, baik dari segi pertanian, industri, perdagangan, maupun
sosial budaya. Berbagai bidang tersebut dapat berkembang melalui
serangkaian proses yang panjang sehingga mencapai pola-pola perilaku baru yang
berwujud pada kehidupan masyarakat modern.
![]() |
Neil J Smelser |
Sayangnya, penggunaan istilah
modernisasi banyak disalahartikan sehingga sisi moralnya terlupakan. Banyak
orang yang menganggap modernisasi hanya sebatas pada suatu kebebasan yang
bersifat keduniawian. Tidak mengherankan juga bila banyak anggota masyarakat
yang salah melangkah dalam menyikapi atau memahami tentang konsep modernisasi. Oleh karenanya,
modernisasi yang akan dibahas dalam diferensiasi struktural kali ini menyatakan
atau menggambarkan adanya perubahan dari masyarakat yang tradisional menuju
masyarakat yang modern, dimana perubahan ini mengarah pada terbentuknya suatu
lembaga-lembaga baru. Pembagian fungsi lembaga dalam masyarakat tidak
menghilangkan fungsi utama dari sebuah lembaga.
1.2
Rumusan Masalah
Bagaimanakah teori Neil J Smelser
tentang diferensiasi struktural?
1.3
Tujuan
Untuk mengetahui teori Neil J
Smelser tentang diferensiasi struktural.
BAB II
ISI
2.1 Dasar Pemikiran
Neil J Smelser
2.1.1 Emile Durkheim
(salah satu aspek differensiasi, yakni pembagian kerja), yang terbagi
dalam solidaritas sosial dibagi
menjadi dua, yaitu:
Solidaritas Mekanik
Ø Merujuk kepada ikatan sosial yang dibangun atas
kesamaan, kepercayaan dan adat bersama
Ø Didasarkan
pada suatu tingkatan
homogenitas yang tinggi dalam kepercayaan
Ø Dibentuk oleh hukum represif
Solidaritas Organik
Ø Menguraikan tatanan sosial berdasarkan perbedaan
individual diantara rakyat.
Ø Merupakan ciri dari masyarakat modern, khususnya
kota .
Ø Bersandar pada pembagian kerja (division of labor)
yang rumit dan didalamnya orang terspesialisasi dalam pekerjaan yang
berbeda-beda
Ø Dibentuk oleh hukum restitutif
2.1.2 Teori Fungsionalis (Talcott Parsons)
Beranggapan bahwa masyarakat mempunyai
kelembagaan yang saling terkait dan tergantung satu sama lain (seperti tubuh
manusia), tiap-tiap bagian memiliki fungsi pokok yang jelas dan khas,
adanya keseimbangan dinamis stasioner (satu bagian berubah maka bagian lainnya
akan mengikuti sehingga terbentuk keseimbangan baru). Teori Parsons ini
dianggap konservatif karena menganggap bahwa masyarakat akan selalu berada pada
situasi harmoni, stabil, seimbang, dan mapan. Dalam membedakan masyarakat
tradisional dan modern, Parson merumuskan konsep “faktor kebakuan dan pengukur”
yang terkait dengan “kecintaan dan kenetralan”
2.1.3 Robert K
Merton
Berdasarkan
pada tiga postulat dasar analisis fungsional, yaitu:
1.
Postulat tentang kesatuan
fungsional masyarakat, dimana suatu keadaan terdiri dari sistem sosial yang bekerja
sama.
2.
Fungsionalisme universal bahwa seluruh
bentuk kultur sosial dan struktur yang sudah baku mempunyai fungsi positif akan
tetapi Merton berkata lain bahwa postulat ini bertentangan dengan apa yang
ditemukan dikehidupan nyata, bahwasannya tidak secara keseluruhan mempunya
fungsi positif.
3.
Postulat indispensability,
yakni dalam setiap peradaban, setiap kebiasaan, ide, dan objek materil serta
kepercayaan memenuhi beberapa fungsi penting, memiliki sejarah, menyatakan
semua aspek masyarakat yang sudah baku tidak hanya mempunyai fungsi positif
melainkan mencerminkan bagian-bagian yang sangat diperlukan berfungsinya
masyarakat sebagai satu-kesatuan.
2.2 Perubahan
Sosial: Neil J Smelser
Menurut Smelser,
faktor yang menentukan perubahan sosial telah dikenal sebagai satu atau
beberapa diantara perkara sebagai berikut :
1. Keadaan struktur untuk
berubah.
2. Dorongan untuk berubah.
3. Mobilisasi untuk berubah, dan
4. Pelaksanaan kontrol sosial.
Smelser menemukan tujuh langkah dalam urutan perubahan :
1. Ketidakpuasan yang berasal dari kegagalan pencapain tujuan
yang menghasilkan dan dari kesadaran tentang kemungkinan perubahan.
2. Kekacauan psikis dalam bentuk berbagai reaksiemosional dan
aspirasi yang tidak tepat dilihat dari sudut penyelesaian masalah.
3. Penggunaan energi yang
dikeluarkan di langkah kedua diatas semakin
rasional dalam upaya menyadari maksud dari sistem nilai yang ada.
4. Tingkat perumusan gagasan, dimana ide-ide dibangkitkan secara
berlimpah tanpa seorang pun mau bertanggung jawab atau memikul akibatnya.
5. Upaya menetapakan ide-ide dan pola institutional khusus yang
akan dilaksanakan.
6. Pelaksanaan perubahan oleh individu atau kelompok, dan pelaksanaannya
diberi sanksi sesuai dengan nilai yang ada.
7. rutinitas perubahan yang dapat diterima.
Kata
smelser, ketujuh langkah diatas hanyalah
“kotak kosong” dan harus diisi dengan sistem sosial tertentu yang menjadi sasaran analisis.
Untuk kasus perubahan masyarakat industri, pengisiannya, menghasilkan
urutan perubahan sebagai berikut :
1. Ketidakpuasan yang berasal dari kegagalan untuk mencapai tingkat
produktivitas yang memuaskan dan dari kesadaran tentang potensi untuk mencapai tingkat
produktivitas yang lebih tinggi.
2. Gangguan psikis dalam bentuk reaksi
emosional menyimpang yang tepat aspirasi yang tidak realistis.
3. Penyelesaian ketegangan secara
tersembunyi dan mobilisasi sumber-sumber
pendorong dalam upaya untuk menyadari implikasi sistem nilai yang ada.
4. Mendorong dan membangkitkan ide sebanyak-banyaknya tanpa menetapkan
tanggungjawab bagi pelaksanaannya atau akibat-akibatnya.
5. Menetapkan ide-ide khusus sehingga wiraswatawan akan mengakibatkan
diri mereka sendiri dengan ide-ide itu.
6. Pelaksanaan perubahan oleh wiraswatan
yang diberi ganjaran dengan keuntungan atau dihukum dengan kerugian keuangan sebagai
tanggapan konsumen atau pembaharuan yang mereka lakukan.
7. Rutinisasi melalui penerimaan keuntungan sebagai bagian taraf hidup dan penerimaan perusahaan mereka menjadi fungsi produksi yang rutin. Ketujuhnya tak dapat dianggap
sebagai tingkatan yang mempunyai cirri-ciri tertentu (discrete). Artinya,
ketidakpuasan tidak lenyap dengan kemunculan gangguan psikis.
2.3 Faktor Penentu Perilaku Kolektif : Teori
Smelser
Smelser menitikberatkan penjelasannya terhadap
perilaku kolektif pada faktor sosiologis. Dalam mengembangkan teori mengenai
perilaku kolektif, Smelser meminjam konsep nilai tambahan (valueadded) dari
ilmu ekonomi.
Menurut teorinya perilaku kolektif ditentukan
oleh enam faktor yang berlangsung secara berurutan, yaitu :
Ø Mula-mula diawali oleh
faktor yang dinamakannya structural conduciveness, faktor struktur situasi
sosial yang menurutnya memudahkan terjadinya perilaku kolektif. Sebagian dari
faktor ini merupakan kekuatan alam yang berada di luar kekuasaan manusia; namun sebagian merupakan faktor yang
terkait dengan ada tidaknya pengaturan melalui institusi sosial.
Ø Ketegangan struktural. Semakin
besar ketegangan struktural, semakin besar pula peluang terjadinya perilaku
kolektif. Kesenjangan dan ketidakserasian antar kelompok sosial, etnik, agama
dan ekonomi yang bermukim berdekatan, misalnya membuka peluang bagi terjadinya
berbagai bentuk ketegangan.
Ø Berkembang dan
menyebarnya suatu kepercayaan merupakan prasyarat berikutnya bagi terjadinya
perilaku kolektif.
Ø Terdiri atas faktor yang
mendahului. Faktor ini merupakan faktor penunjang kecurigaan dan kecemasan yang
dikandung masyarkat. Faktor seperti ini, menurut Smelser akan semakin mendorong
khalayak ke arah perilaku kolektif.
Ø Mobilisasi para peserta
untuk melakukan tindakan. Perilaku kolektif terwujud manakala khalayak
dimobilisasikan oleh pimpinannya untuk bertindak, baik untuk bergerak menjauhi
suatu situasi berbahaya ataupun untuk mendekati orang atau benda yang mereka
anggap sebagai sasaran tindakan.
Ø Berlangsungnya
pengendalian sosial. Faktor ini merupakan kekuatan yang menurut Smelser justru
dapat mencegah, mengganggu ataupun menghambat akumulasi kelima factor penentu
sebelumnya.
2.4 Teori Differensiasi
Struktural (Kaitannya Dengan Modernisasi)
Konsep
differensiasi adalah generalisasi konsep pembagian kerja. Neil J Smelser
mendefinisikan bahwa:
Differensiasi struktural adalah
proses yang membedakan peran sosial orang atau organisasi menjad dua peran atau
lebih. Unit-unit sosial baru itu berbeda secara struktural tetapi secara
fungsional setara terhadap unit asalnya.
Mekanisme
differensiasi adalah pembentukan unit-unit khusus secara struktural dan
fungsional. Differensiasi berarti pembagian satu unit atau struktur dalam
masyarakat menjadi dua atau lebih unit atau struktur yang ciri-ciri dan fungsi
pentingnya berbeda-beda.
Neil Smelser menggunakan
dimensi-dimensi kompleksitas dan diferensiasi untuk membedakan antara masyarakat
tradisional dan masyarakat modern. Suatu masyarakat maju serta struktur budaya
yang kompleks dan terdiferensiasi, serta proses diferensiasi yang menciptakan
suatu pola dan urutan-urutan. Smelser telah mengembangkan pendekatan sistemnya
yang ada di dalam kerangka teori aksi secara umum yang mencakup analisis
fungsional sistem sosial dengan unit-unit dasarnya.
Neil Smelser juga dengan
teori diferensiasi strukturalnya. Smelser beranggapan dengan proses
modernisasi, ketidakteraturan struktur masyarakat yang menjalankan berbagai
berbagai fungsi sekaligus akan dibagi dalam substruktur untuk menjalankan satu
fungsi yang lebih khusus.
Contoh:
Untuk
menggambarkan adanya diferensiasi struktural kita bisa melihatnya pada lembaga
“keluarga”, dahulu keluarga yang tradisional memiliki strutur yang tidak
teratur dan terkesan rumit. Mengapa pada masa tradisional lembaga keluarga
terkesan rumit? Hal ini kerena dalam sebuah keluarga terdapat beberapa generasi
dengan jumlah anggota keluarga yang cukup banyak. Dalam peranan keluarga pada
masa tradisional memainkan fungsinya selain fungsi utama yaitu sebagai
reporoduksi atau penerus keturunan, kemudian didalam keluarga juga sebagai
fungsi pemenuh kebutuhan dengan cara bertanggung jawab atas produktifitas
tenaga kerja (ladang pertanian bersama), Pendidikan (proses sosialisasi),
kesejahteraan (memberikan perawatan pada usia lanjut), dan pendidikan agama
(pemujaan terhadap arwah orangtua yang telah meninggal). Dimasa
modern kini lembaga keluarga mengalami diferensiasi struktural dan memiliki
struktur yang lebih sederhana, terdiri dari keluarga inti, kemudian berkurang
nya fungsi-fungsi yang dijalankan di keluarga tradisional. Kini ada
lembaga-lembaga yang mengambil alih peranan keluarga.
Neil Smelser melukiskan modernisasi sebagai transisi
multidimensional yang meliputi 6 bidang:
1.
Modernisasi di bidang ekonomi, bahwa lembaga ekonomi mengambil alih fungsi produktivitas, seperti:
(a) mengakarnya teknologi
dalam ilmu pengetahuan;
(b) bergerak dari pertanian
substensi ke pertanian komersial;
(c) penggantian
tenaga binatang dan manusia oleh energi benda mati dan produksi mesin;
(d) berkembangnya bentuk
pemukiman urban dan konsentrasi tenaga kerja di tempat tertentu.
2. Di bidang
politik ditandai dengan: transisi dari kekuasaan suku ke sistem hak pilih,
perwakilan, partai politik, dan kekuasaan demokratis.
3. Di bidang agama
ditandai: sekulerisasi.
4. Di bidang
pendidikan, lembaga pendidikan menyediakan jasa
pengajaran yang
ditandai dengan:
a)
penurunan angka buta huruf
b)
peningkatan perhatian pada ilmu pengetahuan, keterampilan,
dan kecakapan.
5. Di bidang
kehidupan keluarga ditandai dengan:
a)
berkurangnya peran ikatan kekeluargaan
b)
makin besarnya spesialisasi fungsional keluarga.
6. Di bidang
stratifikasi sosial, ditandai dengan:
a)
penekanan pada mobilitas
b)
prestasi individual ketimbang prestasi yang dimiliki.
|
Lembaga baru yang sudah terbentuk akan menjalankan
fungsinya secara utuh dan lebih efisien jika dibandingkan seluruh fungsi dijalankan
oleh keluarga pada masa tradisonal.
Modernisasi adalah proses perubahan dari cara-cara tradisional ke cara-cara
baru yang lebih maju dalam rangka untuk peningkatan kualitas hidup masyarakat.
Sebagai suatu bentuk perubahan sosial, modernisasi biasanya merupakan bentuk
perubahan sosial yang terarah dan terencana. Perencanaan sosial (social
planning) dewasa ini menjadi ciri umum bagi masyarakat atau negara yang sedang
mengalami perkembangan. Suatu perencanaan sosial haruslah didasarkan pada
pengertian yang mendalam tentang bagaimana suatu kebudayaan dapat berkembang
dari taraf yang lebih rendah ke taraf yang lebih maju atau modern.
2.5
Masalah Baru Mengenai Diferensiasi Struktural
Namun,
setelah terjadi diferensiasi struktural justru menimbulkan persoalan baru yaitu
integrasi yang berupa pengkoordinasian aktivitas berbagai lembaga baru
tersebut. Dalam masyarakat tradisional tidak terjadi masalah integrasi
pelaksanaan fungsi karena dilaksanakan dalam satu unit keluarga, maka dari itu
menurut smelser perlu adanya lembaga baru yang dibentuk khusus untuk
mengkoordinasi kegiatan masyarakat yang telah terdiferensiasi. Menurut smelser
meski telah dibentuk lembaga baru sebagai penghubung tidak dapat diselesaikan
secara sempurna. Hal ini dikarenakan:
1.
terdapat perbedaan kepentingan
dan nilai atau prinsip yang digunakan
dalam satu lembaga dengan lembaga lainnya, sehingga kerap terjadi
konflik nilai dan kepentingan.
2.
Permasalan ketidak seimbangan
perkembangan dan pembangunan kelembagaan masyarakat yang diperlukan. Ini
terjadi karena lembaga tersebut terbangun dan berkembang dengan kecepatan yang
berbeda.
3.
Kurangnya koordinasi dari
berbagai struktur menyebabkan kerusuhan sosial.
Kekacauan ini akan menyebabkan agitasi politik damai
sampai pada kerusuhan dengan kekerasan, atau bahkan terjadi perang geriliya dan
revolusi sosial. Ini terjadi karena adanya sebagian masyarakat yang tidak
terlibat dalam proses diferensiasi struktural.
2.6 Kelemahan
Teori Diferensiasi Struktural
1.
Tidak disertai mekanisme kausal
yang menjelaskan penyebab terjadinya diferensiasi.
2.
Serta tidak adanya bukti
konkrit mengenai berbagai akibat, efek samping, hambatan dan ketegangan yang
ditimbulkan.
BAB III PENUTUP
3.1
Kesimpulan
ü Dasar pemikiran Neil J Smelser dadasari oleh pemikiran Emile
Durkheim, Talcott Parsons, dan Robert
K Merton mengenai fungsionalisme.
ü Menurut Smelser,
faktor yang menentukan perubahan sosial telah dikenal sebagai satu atau
beberapa diantara perkara sebagai berikut :
keadaan
struktur untuk berubah, dorongan untuk berubah, mobilisasi untuk berubah, dan
pelaksanaan kontrol sosial.
ü Dalam upaya
melakukan suatu perubahan, dibutuhkanlah peran kolektif (kebersamaan) dalam
pembangunan dan tidak individual.
ü
Neil Smelser juga dengan teori diferensiasi strukturalnya.
Smelser beranggapan dengan proses modernisasi, ketidakteraturan struktur
masyarakat yang menjalankan berbagai fungsi sekaligus akan dibagi dalam
substruktur untuk menjalankan satu fungsi yang lebih khusus.
ü Dalam masyarakat
tradisional, keluarga masih menjalankan fungsinya secara penuh, namun dalam
modernisasi sudah ada pembagian di bidang ekonomi, pendidikan, politik.
ü Masyarakat tradisional tidak terjadi masalah integrasi pelaksanaan
fungsi karena dilaksanakan dalam satu unit keluarga, maka dari itu menurut
smelser perlu adanya lembaga baru yang dibentuk khusus untuk mengkoordinasi
kegiatan masyarakat yang telah terdiferensiasi.
|
3.2 Saran
Untuk melakukan perubahan kearah yang lebih baik, differensiasi
strukutural yang sudah terjadi saat ini harus benar-benar mengupayakan adanya
kolektifitas bersama, karena dengan adanya kerjasama akan lebih mudah melakukan
suatu perubahan kearah yang modernisasi dan tidak dicap bahwa bangsa kita
adalah bangsa yang westernisasi.
DAFTAR PUSTAKA
Sztompka, Piotr. 2011. Sosiologi
Perubahan Sosial. Jakarta: Prenada.
So, Alvin Y, dan Suwarsono. 2006. Perubahan Sosial Dan Pembangunan
(Edisi Revisi). Jakarta: LP3ES.
Tb. Bachtiar Rifai. H. 1986. Perspektif Dari Pembangunan Ilmu Dan
Tekhnologi. Jakarta: Gramedia.
Tags : Jurnal Sosiologi
bonarsitumorang
- Bonar Situmorang
- Medan
- Jakarta Selatan
- bonarsos@gmail.com
- +62852-6969-9009