-->

Agustus 09, 2018

Makalah : Pemikian Harold Garfinkel dan Etnometodologi


Biografi Harold Garfinkel


Harold Garfinkel dilahirkan di Newark, New Jersey, pada 29 Oktober 1917. Ayahnya adalah pengusaha kecil yang menjual barang-barang rumah tangga untuk keluarga imigran. Ayahnya ingin Garfinkel belajar dagang, namun Garfinkel ingin masuk kuliah.Garfinkel kemudian mengikuti kemauan ayahnya, tetapi dia juga ikut kuliah di Universitas Newark.

Ia pernah bergabung dengan angkatan perang AS ketika perang dunia ke dua, namun kemudian dia mendapatkan gelar doktor pada tahun 1952 di Harvard University. Setelah lulus pada 1939 Garfinkel menghabiskan musim panas di kamp kerja Quaker di Georgia. Sementara sebagian besar mahasiswa di North Carolina pada saat itu tertarik pada statistika dan “sosiologi ilmiah”, Garfinkel lebih tertarik pada teori, khususnya teori Florian Znaniecki tentang tindakan sosial dan arti penting dari sudut pandang aktor. Garfinkel pada 1942 ikut wajib militer dan bergabung dengan angkatan udara. Dia akhirnya diberi tugas pelatihan pasukan untuk berperang dengan tank di Miami Beach. Ketika perang berakhir, Garfinkel melanjutkan studi ke Harvard dan belajar kepada Talcott Parson.
Harold Garfinkel
Saat masih menempuh studi di Harvard, Garfinkel mengajar selama dua tahun di Princeton dan setelah memperoleh gelar doktornya dia pindah ke Ohio State, dimana dia mendapat tugas proyek studi kepemimpinan di penerbangan dan kapal selam. Riset itu diperpendek karena dananya dikurangi, tetapi kemudian Garfinkel bergabung dengan proyek riset juri di Wichita, Kansas. Dalam persiapan untuk pertemuan proyek pada pertemuan American Sociologial Association tahun 1954, Garfinkel memakai istilah etnometodologi untuk mendeskripsikan hal-hal yang menarik baginya tentang pertimbangan juri dan kehidupan sosial pada umumnya. Pada musim gugur 1954 Garfinkel mendapat posisi di UCLA, posisi yang dipegangnya sampai dia pensiun pada 1987. Sejak awal dia menggunakan istilah etnometodologi dalam seminar-seminarnya. Sejumlah mahasiswa tertarik dengan pendekatan Garfinkel dan menyebarluaskannya ke seluruh Amerika Serikat dan akhirnya ke seluruh dunia. Yang paling menonjol adalah kelompok sosiolog, terutama Harvey Sacks, Emanuel Schegloff dan Gail Jefferson, yang karena terilhami oleh pendekatan Garfinkel, mengembangkan variasi etnometodologi yang terpenting analisis percakapan (Ritzer, 2008).

Sejarah Lahirnya Etnometodologi

Pemikiran Garfinkel lahir pada awal abad 20, yaitu sekitar tahun 1940-an dan baru dibukukan tahun 1967 dalam bukunya yang berjudul Studies in Ethnometodology. Saat itu Amerika Serikat sedang  gencar melakukan industrialisasi, tetapi saat itu juga dunia sedang dilanda Perang Dunia ke satu (1914-1918) dan Perang Dunia  kedua  (1941-1945). Pemikirannya tidak bisa dilepaskan dari kondisi sosial pada saat itu.

Konsep itu muncul tatkala Garfinkel yang juga murid Parson  dan Szuhtz melihat waktu itu dunia sedang dilanda perang besar.  Setelah selesai Perang Dunia Pertama,  Amerika Serikat mengalami depresi ekonomi yang sangat berat. Pada saat itu di Amerika Serikat banyak terjadi persoalan sosial. Dari masalah pengangguran, tingginya kriminalitas, prostitusi,  munculnya kasus-kasus perceraian di masyarakat, hingga banyaknya orang yang mengidap depresi dan persoalan sosial lain yang mengidab masyarakat urban yang sekular. Itulah problema masyarakat modern yang menjadi perhatian ilmuwan sosial pada masa itu.  Dia yang juga pada tahun 1942 mengikuti wajib militer begitu mengamati kehidupan pribadi teman-temannya bagaimana mereka  menentukan hidup dan mati  dan ini sesuai dengan apa yang dipelajarinya dan dijelaskan pada tindakan dan akuntabilitas yang pernah ia pelajari di North Carolina sebagai isu teoritis. Di sini ia benar-benar melihat secara empiris segala kehidupan nyata.

Keadaan itu nampaknya mendorong Garfinkel  mengamati kehidupan sehari-hari manusia, terutama mengenai  bagaimana individu itu melakukan percakapan. Ia mulai memusatkan pemikirinnya  pada persoalan bagaimana berbagai struktur  itu tercipta dalam kehidupan sehari-hari.  Pada dasarnya dia percaya bahwa ilmu pengetahuan bisa memberikan solusi terhadap berbagai persoalan. Saat itu Garfinkel berasumsi bahwa  dunia nyata penuh dengan masalah (sesuai dengan keadaan saat itu) dan individu mempunyai metode sendiri dalam menyelesaikan kehidupan sehari-harinya. Pada kondisi saat itu Amerika yang pasca perang dunia II memasuki masa urbanisasi dan industrialisasi banyak membawa masalah dalam kehidupan berbagai individu. Tapi ia melihat  bahwa  dunia sebagai penyelesaian masalah secara praktis secara terus menerus.  Menurutnya, individu berusaha dengan akal sehatnya untuk terus menciptakan jalan keluar dari permasalahan yang ada. Hal inilah yang melatarbelakangi lahirnya studi  Etnometodologi.

Teori Garfinkel  lahir dari latar belakang konteks sosial pada masa itu dimana Blumer ingin  membantu merasionalkan eksploitasi, imperialisme domestik dan internasional, serta ketimpangan sosial yang dipandang dari segi aktor sebagi aktor yang bertindak atas dasar kesadarannya sendiri.  Dengan demikian, liberalisme politik sosiolog awal ini mengandung implikasi konservatif yang sangat besar.


Beberapa faktor yang berperan penting dalam perkembangan teori Garfinkel  adalah pada konteks sosial industrialisasi dan urbanisasi yang banyak dialami masyarakat Amerika pada masa itu. Ia melukiskan beberapa konteks dasar yang mendorong bangunan teori yang menyangkut perubahan sosial. Menurutnya, sosiologi merupakan respon moral dan intelektual terhadap masalah kehidupan dan terhadap pemikiran lembaga dan keyakinan orang Amerika. Garfinkel seperti juga Blumer  sebagai  Sosiolog Amerika lebih cenderung mengarah pada upaya studi ilmiah terhadap proses-proses sosial jangka pendek daripada membuat interpretasi perubahan historis jangka panjang.

Teorinya bersifat menerangkan bagi masyarakat yang tengah menjalani proses industrialisasi dan juga urbanisasi dimana hubungan antar subyek menjadi penuh makna. Interaksi yang terjadi diantara mereka penuh dengan makna simbol. Perubahan sosial terjadi sangat cepat . Komunikasi antar individu juga intens  sehingga juga membutuhkan pemecahan berdasarkan kajian  tertentu secara tepat . Urbanisasi dan industrialisasi membawa dampak pada individu secara mendalam dalam berbagai konteks kehidupannya, dimana manusia sebagai individu menjadi sangat dinamis dalam berinteraksi sesamanya ataupun dengan struktur makro masyarakat.

Pemikiran yang Mempengaruhi Teori Garfinkel
Sebagai suatu pendekatan, etnometodologi bermula dari filsafat fenomenologi yang dikembangkan oleh Husserl.
v  Pada dasarnya, usaha fenomenologi adalah menggambarkan kesadaran manusia serta bagaimana kesadaran tersebut terbentuk atau muncul, tanpa memperhatikan benar atau salahnya kesadaran tersebut. Pandangan ini sekaligus menjadi salah satu landasan etnometodologi. Garfinkel disaat awal memunculkan atau mengembangkan studi ini sedang mendalami fenomenologi Alfred Schutz pada New School For Social Research. Terdapat dugaan kuat bahwa fenomenologi Schutz sangat mempengaruhi etnometodologi Grafinkel. Ini terbukti dari asumsi sekaligus pendirian dari etnometodologi itu sendiri.
v  Landasan kedua dari etnometodologi adalah konsepnya tentang natural attitude. Oleh Husserl, natural attitude disebut juga commonsense reality. Melalui konsep ini, individu berada dalam situasi tertentu menggunakan penalaran yang bersifat praktis, seperti dalam kehidupan sehari-hari.
v  Sementara pengaruh Parsons dalam etnometodologi adalah teori aksi/tindakan yang diperkenalkan oleh Parsons. Dalam teori tindakannya, Parson berpendapat bahwa motivasi yang mendorong suatu tindakan individu selalu berdasarkan pada aturan atau norma yang ada dalam masyarakat dimana seorang individu hidup. Motivasi aktor tersebut menyatu dengan model model normatif yang ditetapkan dalam sebuah masyarakat yang ditujukan untuk mempertahankan stabilitas sosial itu sendiri. Asumsi Parsons ini senada dengan pendirian etnometodologi, terutama dari Garfinkel dan Douglas yang mengatakan bahwa seseorang di dalam menetapkan sesuatu apakah tindakan/perilaku, bahasa, respon atau reaksi selalu didasarkan pada apa yang sudah diterima sebagai suatu kebenaran bersama dalam masyarakat (common sense).
Istilah etnometodologi menjadi populer ditahun 1960 sampai dengan 1970-an dan sekarang semakin meluas diterima sebagai metode ilmiah. Para peneliti dari aliran ini mulai memperlihatkan praktik interpretif guna membuktikan bahwa objektivitas dunia dicapai dan dikelola secara lokal dengan merujuk kepada sumber daya sosial secara luas yang menghubungkan apa yang disebut oleh Garfinkel sebagai ‘seni’ dengan struktur interpretif yang sudah mapan.
  Akar-Akar Intelektual Etnometodolog
 Interaksionisme Simbolik dengan Etnometodologi

a.    Interaksionisme Simbolik dengan Etnometodologi
Keprihatianan utama interaksionisme simbolik adalah bagaimana makna-makna atau definisi-definisi diciptakan oleh aktor-aktor yang sedang berinteraksi. Penekanannya terletak pada proses interaksi dan bagaimana aktor-aktor menciptakan arti-arti yang sama dalam berhbungan satu sama lain. Etnometodologi juga memusatkan perhatiannya pada interaksi dan pembentukan arti-arti didalam situasi-situasi itu.
b.    Analisis Dramaturgi Goffman dengan Etnometodologi
Disebut dramaturgi karena dia memusatkan perhatiannya pada cara-cara bagaimana aktor memanipulasi gerak isyarat untuk menciptakan kesan didalam sebuah panggung pertunjukan. Goffman menekankan pentingnya proses manejemen pesan itu sendiri dan tidak peduli dengan tujuan atau sasaran yang mau dicapai dari aksi tersebut.
c.    Fenomenologi dan Etnometodologi
Fenomenologi Alfred Schutz membebaskan fenomenologi dari proyek filosofis Husserl, dia menekankan pentingnya studi tentang bagaimana interaksi menciptakan dan mempertahankan realitas sosial tertentu.  Fenomenologi menaruh perhatian khusus pada bagaimana aktor-aktor mencapai perspektif timbal balik dan membangun dunia kehidupan sehari-hari. Etnometodologi menyesuaikan analisis fenomenologi dengan isu tentang bagaimana keteraturan sosial diperthankan dengan praktek-praktek yang biasa dilakukan aktor untuk menciptakan rasa bahwa mereka menghayati dunia kehidupan yang sama.
d.    Interaksionisme Simbolik dengan Etnometodologi
Keprihatianan utama interaksionisme simbolik adalah bagaimana makna-makna atau definisi-definisi diciptakan oleh aktor-aktor yang sedang berinteraksi. Penekanannya terletak pada proses interaksi dan bagaimana aktor-aktor menciptakan arti-arti yang sama dalam berhbungan satu sama lain. Etnometodologi juga memusatkan perhatiannya pada interaksi dan pembentukan arti-arti didalam situasi-situasi itu.
e.    Analisis Dramaturgi Goffman dengan Etnometodologi
Disebut dramaturgi karena dia memusatkan perhatiannya pada cara-cara bagaimana aktor memanipulasi gerak isyarat untuk menciptakan kesan didalam sebuah panggung pertunjukan. Goffman menekankan pentingnya proses manejemen pesan itu sendiri dan tidak peduli dengan tujuan atau sasaran yang mau dicapai dari aksi tersebut.
f.    Fenomenologi dan Etnometodologi
Fenomenologi Alfred Schutz membebaskan fenomenologi dari proyek filosofis Husserl, dia menekankan pentingnya studi tentang bagaimana interaksi menciptakan dan mempertahankan realitas sosial tertentu.  Fenomenologi menaruh perhatian khusus pada bagaimana aktor-aktor mencapai perspektif timbal balik dan membangun dunia kehidupan sehari-hari. Etnometodologi menyesuaikan analisis fenomenologi dengan isu tentang bagaimana keteraturan sosial diperthankan dengan praktek-praktek yang biasa dilakukan aktor untuk menciptakan rasa bahwa mereka menghayati dunia kehidupan yang sama.


 Konsep Etnometodologi  

Etnometodologi berasal tiga kata Yunani, Etnos yang berarti orang, Metodos yang berarti metode, dan Logos yang berarti ilmu. Jadi secara harfiah etnometodologi adalah sebuah studi atau ilmu tentang metode yang digunakan oleh orang awam atau masyarakat biasa untuk menciptakan perasaan keteraturan atau keseimbangan didalam situasi dimana mereka berinteraksi.
Etnometodologi merupakan kumpulan pengetahuan berdasarkan akal sehat dan rangkaian prosedur dan pertimbangan (metode) yang dengannya masyarakat biasa dapat memahami, mencari tahu, dan bertindak berdasarkan situasi dimana mereka menemukan dirinya sendiri (Heritage, 1984:4). Teori ini lahir pada masa modernitas atau zaman keemasan perkembangan penelitian kualitatif, sebagai kritik terhadap aliran-aliran utama sosiologi yang menurutnya terlalu memaksakan kategori-kategori sosial kepada orang-orang biasa.
Teori etnometodolgi ialah suatu teori dalam ilmu sosiologi yang berisikan sekumpulan pengetahuan, serangkaian prosedur dan sejumlah pertimbangan atau metode tentang kehidupan alamiah masyarakat sehari-hari, yang ditandai dengan bahasa yang digunakan, di mana masalah-masalah kemasyarakatan ini diartikan sebagai masalah yang diselesaikan secara rutin, praktis dan kontiniu tanpa banyak menggunakan pikiran.  Dalam kehidupan sehari-hari dengan teori etnometodologi anggota masyarakat menggunakan penalaran praktis, logika sendiri dan sifatnya abstrak teoritis, hidup dan berkembang dalam suatu tatanan masyarakat alamiah yang merupakan produk masyarakat setempat.

Aliran etnometodologi mempunyai prinsip-prinsip sebagai berikut :
  1. Mengkaji kegiatan dan lingkungan praktis.
  2. Menganalisis kegiatan dalam kehidupan sehari-hari, cara manusia berkomunikasi, mengambil keputusan, berpenalaran dan sebagainya.
  3. Memakai penalaran praktis.
  4. Menggunakan penelitian empiris.
  5. Berpegang pada pengalaman.
  6. Menggunakan bahasa awam, bukan bahasa ilmiah.
  7. Berpendapat   bahwa akitivitas dari aktor yang terus menerus membentuk realitas masyarakat, bukan sebaliknya.
  8. Berasumsi bahwa fenomena sehari-hari menjadi kacau, jika dianalisis dengan jalan diskripsi ilmiah.
  9. Berasumsi bahwa norma, aturan hukum, struktur, semua tidak stabil, tetapi berubah-ubah karena tindakan aktor yang terus menerus berubah.


Adapun yang menjadi objek atau cara telahan dari paham etnometodologi antara lain sebagai berikut :
  1. Menelaah praktik cerdas masyarakat dalam kehidupan sehari-hari
  2. Melakukan kajian studi tentang sebuah institusi
  3. Mendapatkan kejelasan yang substantif dari aktor
  4. Memberikan sesuatu penjelasan kepada orang lain
  5. Mengetahui cara atau metode menerima penjelasan dari orang lain
  6. Menganalisis percakapan sehari-hari
  7. Menganalisis pengejekan dan pelecehan orang lain
  8. Menganalisis antara kalimat yang dipakai dengan narasi reasoning
  9. Menganalisis antara pembicaraan dengan bahasa tubuh
  10. Mengontrol diri dengan sikap rasa malu dan atau rasa percaya diri
  11. Menganalisis metode pelanggaran sistem dan metode pemulihan sistem yang ada
  12. Menganalisis terhadap negoisasi yang dilakukan para eksekutif
  13. Melakukan resolusi terhadap upaya mediasi atau perdamaian.

Perkembangan etnometodologi sebenarnya relatif baru bila dibandingkan dengan pendekatan struktural fungsional dan interaksionisme simbolis yang sudah mapan. Etnometodologi dengan analisis percakapannya, juga tidak dapat dipungkiri memberi pengaruh besar dalam agenda penelitian komunikasi. Khususnya menyangkut konsep percakapan sebagai suatu bentuk interaksi.
Orang sering mengira etnometodologi adalah suatu metodologi baru dari etnologi, sering juga dipertukarkan dengan etnografi. Etnometodologi yang diperkenalkan oleh Harold Garfinkel adalah suatu ranah ilmiah yang unik, sekaligus radikal dalam kajian ilmu sosial. Dikatakan radikal karena dikenal keras dalam mengkritik cara-cara yang dilakukan para sosiolog sebelumnya.
Kemunculan metode etnometodologi sebagai bentuk ketidaksetujuan terhadap pendekatan-pendekatan sosiologi konvensional yang dianggapnya mengekang kebebasan peneliti. Peneliti konvensional selalu dilengkapi asumsi, teori proposisi dan kategori yang membuat peneliti tidak bebas di dalam memahami kenyataan sosial menurut situasi dimana kenyataan sosial tersebut berlangsung. Etnometodologi ditujukan untuk meneliti aturan interaksi sosial sehari-hari yang berdasarkan akal sehat, yaitu sesuatu yang biasanya diterima begitu saja, asumsi asumsi yang berada di baliknya dan arti yang dimengerti bersama. Subjek etnometodologi bukanlah anggota suku-suku terasing melainkan orang-orang dalam berbagai macam situasi pada masyarakat kita. Etnometodologi berusaha memahami bagaimana orang-orang melihat, menerangkan, dan menguraikan keteraturan dunia tempat mereka.

Etnometodologi sebagaimana halnya dengan interaksionisme simbolik dan fenomenologi adalah sebuah teori yang bernaung di bawah paradigma definisi sosial. Dalam bentuk aslinya, teori ini sebetulnya merupakan kritik terhadap aliran-aliran  utama sosiologi yang menurut Garfinkel terlalu memaksakan kategori-kategori sosial kepada orang biasa. Sosiologi konvensional melukiskan kembali apa yang dilakukan oleh orang-orang biasa dan menganggap penjelasan mereka tidak sempurna.
Hal-hal yang dikaji dalam etnometodologi adalah studi institusional analisis percakapan. Tujuan studi institusional etnometodologi adalah memahami cara orang dalam setting institusional. Studi ini memusatkan perhatian pada struktur, aturan formal, dan prosedur resmi untuk menerangkan apa yang dilakukan orang di dalamnya. Dalam hal ini orang menggunakan prosedur yang berguna bukan hanya untuk kehidupan sehari-hari, tetapi juga untuk menghasilkan produk institusi. Hal yang dikaji etnometodologi berikutnya adalah analisis percakapan. Tujuan analisis percakapan adalah untuk untuk memahami secara rinci struktur fundamental interaksi melalui percakapan, dan mempelajari cara menata percakapan yang dianggap benar. Analisis percakapan lebih memusatkan pada hubungan antara ucapan dalam percakapan ketimbang hubungan pembicara dan pendengar. Percakapan sebagai unsur dasar dalam etnometodologi adalah aktivitas interaksi yang menunjukkan aktivitas yang stabil dan teratur yang merupakan kegiatan yang dapat dianalisis. Sasaran analisis percakapan terbatas pada apa yang dikatakan dalam percakapan itu sendiri.

Etnometodologi menganjurkan sebuah pendekatan yang mengajak sosiolog untuk  membuat investigasi atau menemukan bagaimana orang-orang biasa sebagai bagian dari anggota masyarakat  mengkonstruksi dunia sosial mereka. Harold Garfinkel dapat dimasukkan pada sosiolog humanis seperti halnya Blumer yang sangat menjunjung tinggi kemanusiaan sebagai subyek. Namun Garfinkel lebih menekankan pada studi tentang etnometodologi, yaitu metode studi yang digunakan untuk menguraikan dan meneliti aktifitas mereka sendiri tanpa reduksi subyektif peneliti. Etnometodologi berusaha menemukan esensi pengalaman-pengalaman dalam kehidupan sehari-hari, karena itu metode yang dipakai adalah partisipan observasi.

Etnometodologi adalah suatu studi atas realitas kehidupan manusia atau masyarakat yang secara radikal menolak pendekatan-pendekatan sosiologi konvensional sebagaimana yang telah disentil di bagian pengantar di atas. Dalam etnometodologi, bahasa dikaji bukan berdasarkan aspek kegramatikalannya, melainkan berdasarkan cara para peserta interaksi saling memahami apa yang mereka ujarkan. Dengan kata lain, kajian bahasa dalam etnometodologi lebih ditekankan pada komunikasi, bukan tata bahasa.

Menurut Raho (2007), bahwa dalam mengembangkan dan memperluas ide-ide, etnometodologi  mengemukakan pandangan yang berbeda tentang dunia. Sehingga, ia bisa menjadi paradigma alternatif dalam sosiologi. Namun untuk melihat pandangan yang berbeda tersebut dari konsep yang telah ada perlu menghubungkan antara etnometodologi dengan akar-akar intelektualnya.

a. Jika interaksionisme simbolik menekankan proses penciptaan makna, namun mengakui adanya keberadaan dunia eksternal yang bersifat obyektif dalam bentuk norma, nilai, peran, dan struktur sosial. Akan tetapi etnometodologi memusatkan perhatian pada bagaimana interaksi menciptakan diantara para aktor perasaan akan dunia faktual yang berada di luar sana.

b.  Analisis dramaturgi yang digagas oleh Erving Goffman, menekankan betapa pentingnya proses manajemen kesan dan tidak peduli dengan tujuan atau sasaran yang hendak dicapai dari aksi tersebut. Analisis ini berpusat pada bentuk interaksi itu sendiri dan bukannya pada struktur-struktur yang diciptakan, dipertahankan, atau diubah. Contohnya, Goffman tertarik membuat analisa tentang bagaimana aktor mengesahkan konsep tentang dirinya, membenarkan tindakan-tindakannya melalui isyarat, bagaimana mereka menjaga jarak dengan penonton, atau bagaimana memanipulasi untuk memperlancar keadaan. Meskipun etnometodologi setuju dengan konsep Goffman tentang teknik yang dilakukan aktor untuk menciptakan kesan dalam dunia sosial, tetapi minat etnometodologi bukanlah tentang manajemen kesan individu, melainkan bagaimana aktor-aktor menciptakan perasaan akan realitas yang sama.

c. Harus diakui bahwa banyak konsep etnometodologi yang diambil dari fenomenologi konsep Husserl dan Schutz. Namun etnometodologi menyesuaikan analisis fenomenologi dengan isu tentang bagaimana keteraturan sosial dipertahankan dengan praktek-praktek yang biasa dilakukan aktor untuk menciptakan sense bahwa mereka menghayati dunia kehidupan sehari-hari yang sama.

Etnometodologi sebagai Metode Penelitian Kualitatif

Etnometodologi sebagai metode penelitian kualitatif menggunakan metode intepretatif. Etnometodologi memiliki kekuatan sebagai metode yang otonom terutama untuk mengupas berbagai masalah sosial. Metode ini merupakan model penelitian kualitatif yang menempatkan penghampiran induktif sebagai acuan utama. Beberapa prasyarat untuk menjadikan etnometodologi sebagai model penelitian kualitatif :

a.    Etnometodologi memusatkan kajian pada realitas yang memiliki penafsiran praktis. Ia merupakan pendekatan pada sifat kemanusiaan yang meliputi pemaknaan pada prilaku nyata. Setiap masyarakat dalam konsep ini memiliki situasi yang bersifat lokal, terorganisir, memiliki stereotipe dan ideologi khusus, termasuk ras, kelas sosial dan gender.
b. Merupakan strategi yang dapat dilakukan melalui analisis wacana (discourse analysis). Paradigma yang dianut adalah semiotic, sehingga metode yang paling tepat adalah dialog. Sumber data dapat diungkap melalui observasi-partisipasi dengan pencatatan data yang teratur menggunakan field note. Pengembangan pertanyaan dilakukan dengan bentuk verbal, sosial interaktif dan dialog.
c.   Etnometodologi memiliki keunggulan dalam mendekati kehidupan empiris, dalam hal ini ada program penekanan yang diberikan. Melakukan pengambilan data langsung dari lapangan melalui model interaktif antara peneliti dan aktor.
d.    Sosial (observasi partisipasi).
e. Menitikberatkan pada pemahaman diri dan pengalaman hidup sehari-hari. Pengambilan data dengan in-depth interview, akan menggali semua masalah kehidupan sehari-hari dalam bentuk wacana percakapan terbuka. Setiap wacana percakapam dianalisis, dikembangkan sesuai dengan konteks kehidupan sehari-hari di kalangan masyarakat lokal.
Di dalam etnometodologi, peneliti yang ‘berasal dari luar’ harus dapat bersatu dan terlibat langsung dalam proses penelitian bersama-sama dengan ‘para aktor sosial setempat’. Peneliti harus bisa melebur di dalam komunitas masyarakat yang diteliti, dan karenannya harus sanggup berada bersama-sama dengan masyarakat yang diteliti dalam satu bejana sosial yang kompleks. Hal yang lebih ditekankan dalam etnometodologi adalah peristiwa terjadi secara wajar di masyarakat. Dalam peristiwa itu berlangsung pola interaksi yang dapat dibaca dan diinterpretasi secara eksplisit.Pola interaksi yang dimaksud adalah interaksi orang-perorang (aktor sosial) dan interaksi antara orang dengan lingkungannya (institusi dan alam). Peneliti dan para aktor sosial akan terlibat didalam interaksi dan diskusi yang intens untuk merumuskan masalah yang dihadapi (Ritzer, 2008).

Ketegangan dan Tekanan dalam Etnometodologi

Selagi etnometodologi membuat langkah sehat dalam sosiologi terutama di bidang analisis percakapan, dan mampu menghimpun pengetahaun tentang dunia kehidupan sehari-hari, ada beberapa masalah yang patut diperhatikan

a.   Etnometodologi kini jauh lebih diterima dibanding lalu, namun oleh kebanyakan sosiolog, etnometodologi masih dipandang dengan penuh kecurigaan. Para sosiolog memandang etnometodologi terlalu memusatkan perhatian pada masalah sepele dan mengabaikan masalah yang sangat penting yang dihadapi masyarakat kini. Jawaban pakar etnometodologi adalah bahwa mereka menganalisis masalah penting karena masalah kehidupan sehari-hari itulah yang terpenting untuk dikaji.
b. Ada orang yang yakin bahwa etnometodologi telah melupakan akar fenomenologisnya dan mengurangi perhatiannya terhadap kesadaran dan proses kognitif. Pakar etnometodologi terutama pakar analisis percakapan lebih memusatkan perhatian pada ciri struktur percakapan itu sendiri.
c.  Beberapa pakar etnometodologi telah memikirkan kaitan antara karya mereka (misalnya percakapan) dan struktur sosial lebih luas. Pakar etnometodologi cenderung memandang diri mereka menjembatani pemisahan analisis mikro-makro. Misalnya beberapa tahun yang lalu Zimmerman melihat perkawinan silang dengan sosiologi makro sebagai sebuah “pertanyaan terbuka” dan sebagai peluang yang menarik perhatian.
d.    Meski dibahas di bawah judul yang sama, muncul kekhawatiran dalam hubungan antara etnomotodologi dan analisis percakapan. 

Studi Empiris Etnometodologi

Esensi dari etnometodologi tidak hanya terletak pada pernyataan teoritis, namun pada studi empiris (pengaplikasian). Karena semua pengetahuan teoritis tentang etnometodologi  itu lahir dari studi empiris. Studi empiris etnometodologi terletak pada studi (kajian) mengenai “percakapan” yang dilakukan manusia dalam interaksi sehari-harinya.

Analisis percakapan lebih memusatkan perhatian pada hubungan antara ucapan dalam percakapan ketimbang hubungan antara pembicara dan pendengar. Analisis percakapan merupakan salah satu ranah yang paling berkembang dan paling kaya dalam etnometodologi. Analisis percakapan dianggap sebagai program yang penting dan paling sempurna dari etnometodologi.


Percakapan sebagai unsur dasar dalam etnometodologi adalah aktivitas interaksi yang menunjukkan aktivitas yang stabil dan teratur yang merupakan kegiatan yang dapat dianalisis. Sasaran analisis percakapan adalah terbatas pada apa yang dikatakan dalam percakapan itu sendiri. 

Dalam prakteknya, etnometodogi Grafinkel menekankan pada kekuatan pengamatan atau pendengaran dan eksperimen melalui simulasi. Pengamatan atau pendengaran digunakan Grafinkel ketika melakukan penelitian pada sebuah toko. Di sana Grafinkel mengamati setiap pembeli yang keluar dan masuk di toko tersebut serta mendengar apa yang dipercakapkan orang-orang tersebut. Sementara untuk eksperimen (simulasi), Grafinkel melakukan beberapa latihan pada beberapa orang. Latihan ini terdiri dari beberapa sifat, yaitu responsif, provokatif dan subersif.

v Pada latihan responsif yang ingin diungkap adalah bagaimana seseorang menanggapi apa yang pernah dialaminya. Latihan responsif adalah meminta orang-orang tersebut menuliskan apa yang pernah mereka dengar dari para familinya lalu membuat tanggapannya.
v  Pada latihan provokatif yang ingin diungkap adalah reaksi orang terhadap suatu situasi atau bahasa. Latihanprovokatif dilakukan dengan meminta orang-orang bercakap-cakap dengan lawannya dan memperhatikan setiap reaksi yang diberikan oleh lawan mereka tersebut.
v  Sementara latihan subersif menekankan pada perubahan status atau peran yang biasa dimainkan oleh seseorang dalam kehidupan sehari-harinya. Pada latihan subersif, seseorang diminta untuk bertindak secara berlainan dari apa yang seharusnya dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Sementara latihan subersif adalah menyuruh mahasiswanya untuk tinggal di rumah mereka masing-masing dengan berprilaku sebagai seorang indekos.
Lewat latihan-latihan ini orang menjadi sadar akan kejadian sehari-hari yang tidak pernah disadarinya. Latihan ini adalah strategi dari Grafinkel untuk mengungkapkan dunia akan sehat, sebuah dunia yang dihidupi oleh masing-masing orang tanpa pernah mempertanyakan mengapa hal tersebut harus terjadi sedemikia. Menurut Zimmerman, tujuan dari analisis percakapan adalah untuk memahami secara mendetail struktur fundamental dari interaksi percakapan. Lebih lanjut Zimmerman, merangkum dasar-dasar analisis percakapan dalam empat premis.

a.  Analisis percakapan mensyaratkan adanya kumpulan dan analisis data yang mendetail. Data ini meliputi tidak hanya kata-kata tetapi juga keragu-raguan, desah nafas, sedu sedan, gelak tawa, perilaku non verbal dan berbagai aktivitas lain. Semua itu menggambarkan perbuatan percakapan aktor yang terlibat.
b. Detail percakapan harus dianggap sebagai suatu prestasi. Aspek-aspek percakapan tidak diatur oleh etnometodologi, aspek tadi diatur oleh aktivitas metodis dari para aktor itu sendiri.
c.  Interaksi pada umumnya dan percakapan pada khususnya mempunyai sifat-sifat yang stabil dan teratur hingga keberhasilan para aktor akan dilibatkan.
d.  Keterikatan bidang interaksi percakapan diatur dengan dasar lokal atau dengan bergilir.
Adapun bentuk analisis percakapan yang dikaji adalah sebagai berikut:
  1.  Percakapan-percakapan Telepon: Pengenalan dan Pengakuan
Percakapan dengan telepon tak berbeda dari percakapan dengan tatap muka, namun pihak-pihak yang berbicara melalui telepon tak mengalami kontak visual. Schegloff menemukan bahwa pembukaan percakapan sering sangat terus terang dan terkesan baku.
2.    Membuat Tertawa
Glenn (1989) meneliti prakarsa tertawa bersama dalam percakapan yang banyak orang. Meski Jefferson memusatkan perhatian pada interaksi dua orang, keberadaan sejumlah orang menyebabkan masalah tertawa menjadi kompleks. Glenn menyatakan bahwa bila dalam interaksi dua orang pembicara biasanya tertawa duluan, dalam interaksi banyak orang biasanya seseorang selain pembicaralah yang tertawa duluan. Dalam interaksi dua orang, pembicara sebenarnya terpaksa tertawa duluan karena hanya ada satu orang dapat melaksanakan fungsi itu. Dalam interaksi banyak pihak, banyak orang lain yang dapat tertawa duluan, berarti pembicara lebih baik mengambil risiko untuk tidak menjadi pemrakarsa tertawa duluan.
3.    Merangsang Tepuk Tangan
Heritage dan Davia Greatbatch (1986) mempelajari kepandaian berpidato politisi Inggris (berasal dari karya yang dikembangkan Z. Maxwell Atkinson, 1984a, 1984b) dan menemukan muslihat dasar yang digunakan cara untuk menimbulkan tepuk tangan pendengarnya. Mereka menyatakan, tepuk tangan ditimbulkan oleh pernyataan yang secara lisan (a) untuk menekankan dan dengan demikian membunga-bungai isinya melatarbelakangi materi pembicaraan dan (b) untuk memproyeksikan kejelasan pendirian yang disampaikan. Penekanan menerangkan kepada pendengar bahwa tepuk tangan adalah tepat dan peringatan sebelumnya memungkinkan pendengar mulai bertepuk tangan serentak.
Mereka menyimpulkan bahwa muslihat ini berakar dan dapat ditemukan di dalam interaksi sehari-hari, dalam percakapan biasa sekalipun. Implikasinya adalah bahwa kita semua menggunakan muslihat ini sehari-hari membangkitkan reaksi positif dari orang yang berinteraksi dengan kita.
4.    Mengolok-olok atau ejekan (booing)
Steven Clayman (1993) meneliti ejekan sebagai pengungkapan celaan dalam pidato di depan publik. Bila tepuk tangan memungkinkan pendengar menggabungkan diri dengan pembicara, ejekan adalah tindakan sebaliknya. Dengan mengejek, pendengar memisahkan diri dari pembicara. Ada dua cara mendasar yang dapat menimbulkan tanggapan berupa tepuk tangan dan ejekan sebagai akibat kebebasan pembuatan keputusan secara individual, atau sebagai produk saling memonitor perilaku anggota sebuah kumpulan pendengar. Ejekan lebih disebabkan saling memonitor di antara anggota pendengar ketimbang hasil pengambilan keputusan secara individual.
5.    Munculnya Interaksi dari Kalimat dan Kisah
Para pembicara memberi perhatian yang teliti kepada para pendengar ketika mereka sedang berbicara. Ketika para pendengar bereaksi secara verbal, raut muka, atau dengan bahasa tubuh. Berdasarkan reaksi-reaksi itu, sang pembicara menyesuaikan kalimat yang ia keluarkan. Reaksi-reaksi itu memberikan informasi apakah maksudnya tercapai atau tidak, jika tidak tercapai, ia mengubah struktur kalimatnya.
6.    Integrasi pembicaraan dan aktivitas nonvokal
Seseorang menyampaikan sesuatu kepada orang lainnya tidak hanya melalui omongan, tetapi juga dengan bahasa tubuhnya yaitu dalam cara mengatur tubuh dan kegiatan-kagiatannya selama bercerita.
7.    Malu (dan percaya diri)
Ada prosedur khas yang kita gunakan untuk berkenalan dengan orang yang tidak kita kenal. Orang yang malu dan percaya diri memodifikasi prosedur-prosedur itu. Oleh karena itu, orang yang malu dan percaya diri menggunakan strategi-strategi percakapan yang berbeda.

Etnometodologi menekankan bahwa setiap situasi sosial itu unik. Kata-kata yang diucapkan adalah indeksial. Artinya bahwa kata-kata itu hanya masuk akal pada kesempatan atau waktu tertentu ketika mereka menggunakannya. Tetapi mereka juga menekankan bahwa para anggota yang secara tidak disadari terlibat dalam mengidentifikasi keteraturan dan realitas objektif memandang segala sesuatu secara berbeda. Mereka mengidentifikasi kesamaan suatu kejadian dengan kejadian lain. Mereka memilih dari semua hal yang terjadi disekitar mereka bukti yang mendukung pandangan bahwa hal-hal yang eksis atau yang terjadi adalah tipikal dunia. Bagi mereka, suatu situasi sosial adalah sebuah pelajaran, dan suatu pola dibangun padanya dengan menggunakan pengetahuan akal sehat.

Dengan pengetahuan akal sehat itu pula, jarak-jarak perbedaan persepsi tentang suatu kejadian diisi atau didekatkan dengan cara yang sama oleh pendengar-pendengar yang berbeda untuk meyakinkan diri mereka kembali bahwa sesuatu yang terjadi itu adalah sebagaimana nampaknya, dan merupakan kemampuan praktikal yang dilakuakan individu atas dasar kapasitas kreasi dan akal sehat.

Kelebihan dan Kelemahan Etnometodologi

Metode etnometodologi menurut Heritage (1984), memiliki beberapa kelebihan dibandingkan metode lainnya, diantaranya :

v Longitudinal: sebagai suatu metode observasi yang sedang berlangsung, etnometodologi dapat merekam perubahan perubahan apa yang terjadi, dan tidak harus menyandarkan diri pada ingatan partisipan seperti rekaman dalam penelitian survey cross sectional.
v    Baik prilaku nonverbal maupun verbal, keduanya dipelajari oleh etnometodologi.
v  Etnometodologi memberikan satu pemahaman tentang bagaimana narasumber menyadari atau merasa benar-benar dalam keadaan sadar dan mengerti terhadap daftar pertanyaan yang ada dan bagaimana mereka menjawabnya. Penelitian ini memberikan bukti yang bermanfaat bagi peneliti dalam menganalisis ‘tidak ada respons’ seperti sering dialami oleh penelitian survei.
v  Etnometodologi memberikan satu pemahaman tentang kekonsistenan reliabilitas yang terkadang didapat lewat koder-koder (penyandi) yang mengikuti aturan akal sehatnya.


Akan tetapi etnometodologi juga memiliki kelemahan diantaranya:
v  Produk etnometodologi bukan merupakan pilihan yang baik untuk meneliti dan mempelajari produk-produk sosial. Misalnya dalam melakukan penelitian tidak seharusnya meneliti tentang sikap etnis tertentu dengan menggunakan etnometodologi, meskipun bias menggunakannya untuk mempelajari proses terjadinya atau berasalnya sikap tadi.
v  Sikap masyarakat dalam skala luas lebih cocok diteliti dengan menggunakan metode survey dibandingkan dengan etnometodologi. Disamping itu, memang sikap adalah produk yang hanya baik jika diteliti dengan menggunakan metode penelitian survey, atau metode lain yang bukan etnometodologi.
v Terfokus pada Masalah-masalah yang sangat elementer, para sosiolog memandang bahwa etnometodologi cenderung memusatkan perhatiannya pada masalah-masalah sepele dan mengabaikan isu-isu yang penting yang ada di masyarkat. Tantangan yang dihadapi etnometodologi berkaitan dengan isu-isu penting dalam kehidupan sehari-hari masyarakat yang didalamnya peristiwa atau permasalahan yang banyak terjadi.
v Etnometodologo kehilangan akar fenomenologisnya, etnometodologi telah kehilangan akar fenomenologisnya dan keterkaitannya pada proses kesadaran kognitif, dan sebagai gantinya, ada upaya untuk mengalihkan pandangan pada proses kesadaran.
v   Hubungan pekerjaan etnometodologi dengan  struktur sosial yang  besar, para ahli memandang bahwa etnometodologi cenderung memandang diri mereka sebagai jembatan pembagian mikro dan makro.
v  Enometodologi telah kehilangan pandangan reflektivitas radikalnya, kritik terhadap etnometodologi yakni, bahwa metode ini telah telah kehilangan sifat reflektivitas radikal dari bentuknya yang asli.
v Etnometodologi menjurus pada pengetahuan yang ajaib, sikap pendekatan etnometodologi untuk menerima metode yang digunakan oleh orang yang sedang diteliti ketimbang menerapkan metode universal yang bisa digunakan, ini dianggap sebagai cara berfikir baru.

DAFTAR PUSTAKA
Giddens, Anthony. and Jonathan H. Turner (ed). 2008. Social Theory Today: Panduan Sistematis Tradisi dan Tren Terdepan Teori Sosial. Terjemahan Yudi Santoso. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Poloma, Margaret M, 1994. Sosiologi Kontemporer. Jakarta: Rajawali Pers.
Ritzer George, J. Goodman Douglas. 2010. Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Kencana.
Zeitlin, Irving M. 1995. Memahami Kembali Sosiologi. Yogyakarta : Gajah Mada University Press.
https://www.academia.edu/7412229/Aplikasi_Teori_Etnometodologi
http://pinkqu.blogspot.com/2013/05/fenomenologi-dan-etnometodologi-bab-i.html
http://www.pta-jakarta.go.id/component/content/article/31-ruslan-harunar-rasyid/231-teori-etnometodologi-.html
http://resosialita.blogspot.com/2012/05/makalah-teori-sosial-etnometodologi.html
http://al-fikar.blogspot.com/2014/01/etnometodologi.html
http://tarilembayung.blogspot.com/2013/05/anatomi-etnometodologi-harold-garfinkel.html
http://aqmarinatul.blogspot.com/2013/05/teori-sosiologi-modern.html
http://perilakuorganisasi.com/harold-garfinkel-ethno-metodelogy.html

Tags :

bonarsitumorang