-->

Oktober 08, 2019

Terbentur - Terbentur - Terbentuk

Anda tidak dapat berpikir salah tapi berbuat benar dan anda tidak dapat berpikir benar tapi berbuat salah. Pikiran kita akan mempengaruhi segala aspek tindakan kita sendiri. Jika benar dari pikiran, maka akan benar juga dalam tindakan. Jika dari pikiran saja sudah salah maka tindakan kita pun dipastikan akan salah juga. Inilah disebut dengan paradigma.

Tentu untuk menemukan sebuah paradigma yang cocok dengan diri sendiri membutuhkan proses panjang. Terbentur, terbentur, terbentur, dan akhirnya terbentuk. Aku sebut proses terbentur – terbentuk ini adalah “menemukan makna hidup”. Untuk proses menemukan itu dibutuhkan perjuangan untuk bisa menyatukan jiwa dan pikiran kita sendiri. Memang tidak mudah, namun pepatah lama mengatakan akan tetap ada solusi dalam setiap perjuangan.

Cara pandang kita terhadap sesuatu akan mempengaruhi setiap proses apalagi sampai ke hasil. Perlu meluruskan logika hidup sebelum memberikan penilaian atau pun memberikan respon terhadap sesuatu. Setiap sesuatu yang terjadi, setiap manusia akan memberikan respon terhadapnya. Baik buruknya tergantung paradigma lagi.

Contoh sederhana, jika kita disuruh memberikan penilaian terhadap seekor gajah, bahwa gajah itu adalah hewan yang besar.  Namun jika diminta yang besar itu apanya? Sebagian orang akan menjawab bahwa yang besar dari gajah itu adalah kakinya, sebagian lagi mengatakan yang besar itu adalah kepalanya, sebagian orang lagi akan mengatakan yang besar itu adalah ekornya. Itu merupakan salah satu contoh tentang melihat seekor gajah.

Contoh yang lain jika kita diminta untuk memberikan pandangan terhadap sebuah baju baru yang sedang dicoba oleh teman kita. Dengan mudah kita akan memberikan pandangan tentang warna, model, dan bahkan harga. Karena memberikan pandangan itu akan bebas dan tidak akan ada efek negatif selagi kita dalam posisi diminta untuk memberikan pendapat.

Bagaimana jika kita diminta untuk memberikan pendapat tentang masalah yang sedang kita alami? Masalah tentang hidup tentu memiliki cara tersendiri untuk memandangnya. Terutama untuk mengukurnya. Misalnya saja ada orang akan menganggap sebuah masalah A yang sedang dihadapi adalah masalah yang besar. Karena masalah A itu bisa saja pertama kali dirasakan. Selanjutnya akan ada  orang menganggap bahwa masalah A itu adalah masalah yang kecil, mengapa? Karena bisa saja dia sudah berulang kali menghadapinya. Sehingga karena berulang, dia akan merasa masalah A itu mudah atau gampang dihadapi. Sehingga dia akan menaiki tangga lebih tinggi lagi, yaitu masalah B.

Dari contoh ini pelajaran yang dapat kita ambil adalah semakin sering menghadapi masalah maka akan semakin terbiasa memberikan pandangan terhadap masalah itu. berangsur – angsur, masalah yang selalu hadir itu akan menjadi teman hidup. Jadi intinya bahwa seorang yang menghadapi masalah hidup yang baru cenderung mengatakan bahwa masalah itu besar – berbeda dengan yang sudah sering dibenturkan dengan masalah, dia akan mengukur sebuah masalah itu sebagai hal yang kecil. Semakin sering berhadapan dengan masalah, maka semakin kecil memberikan respon terhadap masalah itu.

Marcus Aurelius (Meditations) mengatakan bahwa “kamu memiliki kendali atas pikiranmu – bukan kejadian di luar sana. Sadari ini, dan kamu akan menemukan kekuatan”. Kejadian – kejadian yang kita anggap sebagai masalah di dalam atau di luar diri memang di luar kendali kita. Manusia tidak akan pernah bisa mengendalikan masalah apa yang bisa nanti bisa terjadi, selebihnya manusia hanya bisa mengontrol sebuah kejadian. Kontrol ini adalah wilayah yang bisa dipakai manusia untuk meningkatkan kemampuannya. Begitu juga dengan hal yang positif dan baik yang datang kepada kita. Semuanya itu tidak bisa kita kendalikan. Kapan, di mana, siapa yang akan mendapatkannya. Pentingnya kontrol diri untuk menentukan itu semua.

Tags :

bonarsitumorang