-->

Januari 31, 2023

Asal Nama dan Istilah Orang Mentawai

Kepulauan Mentawai terletak di barat Pulau Sumatra. Kepulauan ini masuk ke dalam Kabupaten Kepulauan Mentawai, Provinsi Sumatera Barat. Ibu kota kabupaten adalah Tua Pejat di Pulau Sipora.

Sumber:
Sumber: internet

Ada sekitar 40 pulau di kepulauan ini, yaitu hanya empat yang berpenghuni, yaitu Siberut (4.097 km), Pagai Utara dan Selatan (1.870 km), dan pulau Sipora (840 km). Orang asli Mentawai merupakan Kawasan hutan tropis basah yang kaya dengan vegetasi seperti sagu (metroxylon sagu), meranti putih (Shorea), keruing (Dipterocarpus), rotan (calamus spp), dan gaharu (Aquilaria malaccensiss) yang kini langka.

Hewan seperti siamang kerdil atau billou (Hylobates klosii), monyet berhidung pesek atau simakobu (simias concolor), lutung atau joja (Preshytis potenziani), beruk atau bokkoi (Macaca pagensis), kijang atau sibeutubu (muntiacus muntjac), babi hutan (sus barbatus), sejenis burung beo atau mainong (Gracula religiosa), burung hantu (otus silvicola), musang (paradoxurus hermaphroditus), dan tupai hitam (callociurus melanogaster) banyak dijumpai di Kawasan hutan.

Ada perbedaan antar lingkungan hidup Orang Mentawai, di Siberut, Sipora, dan Pagai. Di Siberut kehidupan penduduk bergantung pada hutan dan isinya. Sedang di Sipora, orang sudah berkebun dan bersawah, Mereka juga berinteraksi dengan para transmigram yang berasal dari suku lain. Ini menjadikan Sipora paling padat penduduknya.

Di Pagai, kehidupan diwarnai industri perkayuan dan jasa. Pagai merupakan pulau yang pertama berkenalan dengan dunia luar. Dimulai saat para pelaut Inggris singgah di pulau ini dalam pelayarannya dari Bengkulu. Industri kayu pertama yang masuk Pagai milik pengusaha Inggris bernama Christie pada 1880-an. Kini ada PT Minas Pagai Lumber Coorporation (MPLC) milik Singapura yang bekerjasama dengan pengusaha nasional. MPLC mengelola Kawasan hutan tanaman industri (HTI) seluas 90.000 ha.

Siberut menjadi istimewa karena memiliki taman nasional. Luas taman nasional itu 56.500 ha, mencakup bagian barat hingga tengah pulau. Penduduk mendiami bagian timur pulau. Di masa kolonialisme Belanda, sebagian besar penduduk di Siberut dipindahkan ke pulau lain lewat program resettlement demi kepentingan penjajah. Pada masa kemerdekaan, lagi-lagi penduduk dipindahkan pemerintah lewat program pemukiman kembali masyarakat terasing (PKMT). Kini pemindahan dilakukan demi menjaga Kawasan taman nasional.

Pemukiman

Ada dua bentuk pemukiman di Pulau Siberut, di dalam hutan dan pantai. Rumah di dalam hutan atau pedalaman biasanya hanya bisa dijangkau melalui jalan setapak yang memakan waktu berhari-hari dari pinggir pantai. Rumah di dalam hutan selalu dekat dengan sumber air atau sungai, karena penduduk membutuhkan air bersih yang mengalir, baik untuk mandi, memasak, maupun membuat sagu.

Pola pemukiman dusun di dalam hutan berbentuk melingkar dengan pusat rumah yang disebut uma dan lalep, atau rumah-rumah keluarga batih di sekelilingnya. Inilah model pemukiman asli orang Mentawai.

Pemukiman di pinggir pantai atau sungai berbentuk memanjang menyusuri pinggir pantai dan mengelompok di dekat sungai. Pemukiman ini merupakan proyek pemerintah lewat departemen sosial. Penduduk yang bermukim di sini diambil dari daerah pedalaman yang tersebar.

Pemukiman di pulau Sipora dan Pagai pada umumnya terletak di pinggir pantai dan di muara-muara sungai. Ini menunjukkan mereka berasal dari klan lain atau daerah lain.

Asal Nama, Bahasa

Menurut cerita orang Mentawai, nama Mentawai diambil dari kata simateu yang berarti pemuda dalam Bahasa Mentawai. Kata ini sering diucapkan oleh penduduk hingga sekarang, untuk menunjukkan diri sebagai orang Mentawai atau pemuda Mentawai.

Ada lagi yang mengatakan istilah Mentawai datang dari kata simatalu yang berarti mencipta atau Tuhan. Ada sebuah dusun di Barat Siberut yang bernama Simatalu. Dusun ini dianggap sebagai daerah muasal penduduk asli Mentawai. Simateu atau Simatalu lama-lama berubah menjadi kata Mentawai, karena logat atau aksen penduduk.

Menurut orang Nias kata Mentawai berasal dari amatawe yang berarti ayah si Tawe dalam Bahasa Nias. Amatawe datang dari Nias ke Siberut dan memperoleh daerah berladang di Simatulu. Setelah membuka lahan, Amatawe kembali ke Nias untuk menjemput istri dan anaknya yang bernama Tawe. Mulai saat itu daerah ini dikenal dengan daerah Amatawe dan berkembang melalui pergeseran waktu menjadi mentawe atau Mentawai.

Bila dilihat dari warna kulit dan bentuk fisiknya, orang Mentawai masuk ke dalam ras Melayu Polinesia. Van Beukering (1947) dalam Coronse 1986:23) pernah menyatakan bahwa secara prinsip orang Mentawai termasuk dalam ras Proto-Melayu terutama di daerah timur laut Siberut. Sedang yang tinggal di daerah Sipora dan Pagai termasuk dalam ras Detero-Melayu.

Bahasa turut orang Mentawai berbagi dalam dua dialek. Pertama dialek simalegi yang berlokasi di Utara dan Tengah Siberut. Kedua, dialek sakalangan digunakan di Selatan Siberut, Sipora, dan Pagai.

Penelitian lain menulis bahwa ada tiga belas dialek yang dapat diidentifikasikan sebagai Bahasa Mentawai yang tersebar di seluruh kepulauan. Dialek-dialek tersebut adalah Sikakap, Sipora, Taileleu, Maileppet, Sarereiket, Sila’oinan, Saibi, Sagulubbe, Paipajet, Simatalu, Sikabaluan, Terekan dan Simalegi (Wagner, Mentawei, Bremen 1989).

  • Lalep keluarga batih, yang terdiri atas suami isteri yang diikat oleh perkawinan adat, serta anak-anak yang belum kawin. Lalep tinggal di uma.Uma: satu rumah komunal, ditinggali banyak lalep.
  • Ukkui: pemimpin sebuah lalep, yang merupakan kepala keluarga patrilineal.
  • Muntoghat/lineage: kekerabatan yang mengikat satu keluarga batih.
  • Sikebukat uma: kepala keluarga luas yang menjadi kepala rumah tangga uma, bekerja untuk mengontrol kehidupan sosial warganya sekaligus menjadi pusat informasi dari dusun ke warganya. Juga mengatur upacara (punen) dalam satu uma.
  • Sibakkat laggai : jenjang sosial komunitas di Sipora dan Pagai, sebagai penghuni pertama dusun. Bisa terdiri dari 2 atau 3 lineage.
  • Langgai: sebutan untuk satu dusun, bisa terdiri dari lahan yang belum tergarap, ladang, hutan, dan kebun sagu.
  • Sasareo: orang tepi, yaitu orang di luar suku Mentawai yang diterima dalam satu dusun Mentawai (banyak terdapat di Pagai dan Sipora). Di Siberut, sasareo berarti orang luar.
  • Pulajagat: pemukiman dengan lahan Garapan beserta penduduknya.
  • Sioyake : orang di luar suku Mentawai yang sudah menjadi warga orang Mentawai, bahkan masuk dalam lineage orang Mentawai (di Siberut).
  • Sikerey : dukun, sebagai pengawas dalam aturan. Bertugas antara lain menentukan kapan dimulainya upacara adat, mengobati orang sakit, sekaligus menjadi penasihat uma.
  • Arat Sabulungan: kepercayaan orang Mentawai akan dunia supranatural (roh nenek moyang, jiwa mahkluk hidup dan benda mati). Pada tahun 1950 terjadi penghancuran kepercayaan ini oleh pemerintah atas usul agama (Katolik, Protestan, dan Islam). Praktek sikerey pun dilarang, upacara yang berkaitan dengan arat sabulungan dan benda-bendanya dilarang dan dihancurkan.


Tags :

bonarsitumorang