Asal Nama dan Istilah Orang Mentawai
Kepulauan Mentawai terletak di barat Pulau Sumatra. Kepulauan ini masuk ke dalam Kabupaten Kepulauan Mentawai, Provinsi Sumatera Barat. Ibu kota kabupaten adalah Tua Pejat di Pulau Sipora.
![]() |
Sumber: internet |
Ada sekitar 40 pulau di
kepulauan ini, yaitu hanya empat yang berpenghuni, yaitu Siberut (4.097 km),
Pagai Utara dan Selatan (1.870 km), dan pulau Sipora (840 km). Orang asli
Mentawai merupakan Kawasan hutan tropis basah yang kaya dengan vegetasi seperti
sagu (metroxylon sagu), meranti putih (Shorea), keruing (Dipterocarpus), rotan
(calamus spp), dan gaharu (Aquilaria malaccensiss) yang kini langka.
Hewan seperti siamang
kerdil atau billou (Hylobates klosii), monyet berhidung pesek atau simakobu
(simias concolor), lutung atau joja (Preshytis potenziani), beruk
atau bokkoi (Macaca pagensis), kijang atau sibeutubu
(muntiacus muntjac), babi hutan (sus barbatus), sejenis burung beo atau mainong
(Gracula religiosa), burung hantu (otus silvicola), musang
(paradoxurus hermaphroditus), dan tupai hitam (callociurus melanogaster) banyak
dijumpai di Kawasan hutan.
Ada perbedaan antar
lingkungan hidup Orang Mentawai, di Siberut, Sipora, dan Pagai. Di Siberut
kehidupan penduduk bergantung pada hutan dan isinya. Sedang di Sipora, orang
sudah berkebun dan bersawah, Mereka juga berinteraksi dengan para transmigram
yang berasal dari suku lain. Ini menjadikan Sipora paling padat penduduknya.
Di Pagai, kehidupan
diwarnai industri perkayuan dan jasa. Pagai merupakan pulau yang pertama
berkenalan dengan dunia luar. Dimulai saat para pelaut Inggris singgah di pulau
ini dalam pelayarannya dari Bengkulu. Industri kayu pertama yang masuk Pagai
milik pengusaha Inggris bernama Christie pada 1880-an. Kini ada PT Minas Pagai
Lumber Coorporation (MPLC) milik Singapura yang bekerjasama dengan pengusaha
nasional. MPLC mengelola Kawasan hutan tanaman industri (HTI) seluas 90.000 ha.
Siberut menjadi
istimewa karena memiliki taman nasional. Luas taman nasional itu 56.500 ha,
mencakup bagian barat hingga tengah pulau. Penduduk mendiami bagian timur
pulau. Di masa kolonialisme Belanda, sebagian besar penduduk di Siberut
dipindahkan ke pulau lain lewat program resettlement demi kepentingan
penjajah. Pada masa kemerdekaan, lagi-lagi penduduk dipindahkan pemerintah
lewat program pemukiman kembali masyarakat terasing (PKMT). Kini pemindahan
dilakukan demi menjaga Kawasan taman nasional.
Pemukiman
Ada dua
bentuk pemukiman di Pulau Siberut, di dalam hutan dan pantai. Rumah di dalam
hutan atau pedalaman biasanya hanya bisa dijangkau melalui jalan setapak yang
memakan waktu berhari-hari dari pinggir pantai. Rumah di dalam hutan selalu
dekat dengan sumber air atau sungai, karena penduduk membutuhkan air bersih
yang mengalir, baik untuk mandi, memasak, maupun membuat sagu.
Pola pemukiman dusun di
dalam hutan berbentuk melingkar dengan pusat rumah yang disebut uma dan lalep,
atau rumah-rumah keluarga batih di sekelilingnya. Inilah model pemukiman
asli orang Mentawai.
Pemukiman di pinggir
pantai atau sungai berbentuk memanjang menyusuri pinggir pantai dan mengelompok
di dekat sungai. Pemukiman ini merupakan proyek pemerintah lewat departemen
sosial. Penduduk yang bermukim di sini diambil dari daerah pedalaman yang
tersebar.
Pemukiman di pulau
Sipora dan Pagai pada umumnya terletak di pinggir pantai dan di muara-muara
sungai. Ini menunjukkan mereka berasal dari klan lain atau daerah lain.
Asal Nama, Bahasa
Menurut
cerita orang Mentawai, nama Mentawai diambil dari kata simateu yang
berarti pemuda dalam Bahasa Mentawai. Kata ini sering diucapkan oleh penduduk
hingga sekarang, untuk menunjukkan diri sebagai orang Mentawai atau pemuda
Mentawai.
Ada
lagi yang mengatakan istilah Mentawai datang dari kata simatalu yang
berarti mencipta atau Tuhan. Ada sebuah dusun di Barat Siberut yang bernama Simatalu.
Dusun ini dianggap sebagai daerah muasal penduduk asli Mentawai. Simateu
atau Simatalu lama-lama berubah menjadi kata Mentawai, karena logat
atau aksen penduduk.
Menurut
orang Nias kata Mentawai berasal dari amatawe yang berarti ayah si Tawe
dalam Bahasa Nias. Amatawe datang dari Nias ke Siberut dan
memperoleh daerah berladang di Simatulu. Setelah membuka lahan, Amatawe kembali
ke Nias untuk menjemput istri dan anaknya yang bernama Tawe. Mulai saat
itu daerah ini dikenal dengan daerah Amatawe dan berkembang melalui
pergeseran waktu menjadi mentawe atau Mentawai.
Bila
dilihat dari warna kulit dan bentuk fisiknya, orang Mentawai masuk ke dalam ras
Melayu Polinesia. Van Beukering (1947) dalam Coronse 1986:23) pernah menyatakan
bahwa secara prinsip orang Mentawai termasuk dalam ras Proto-Melayu terutama di
daerah timur laut Siberut. Sedang yang tinggal di daerah Sipora dan Pagai
termasuk dalam ras Detero-Melayu.
Bahasa
turut orang Mentawai berbagi dalam dua dialek. Pertama dialek simalegi yang
berlokasi di Utara dan Tengah Siberut. Kedua, dialek sakalangan digunakan
di Selatan Siberut, Sipora, dan Pagai.
Penelitian lain menulis bahwa ada tiga belas dialek yang dapat diidentifikasikan sebagai Bahasa Mentawai yang tersebar di seluruh kepulauan. Dialek-dialek tersebut adalah Sikakap, Sipora, Taileleu, Maileppet, Sarereiket, Sila’oinan, Saibi, Sagulubbe, Paipajet, Simatalu, Sikabaluan, Terekan dan Simalegi (Wagner, Mentawei, Bremen 1989).
- Lalep: keluarga batih, yang terdiri atas suami isteri yang diikat oleh perkawinan adat, serta anak-anak yang belum kawin. Lalep tinggal di uma.Uma: satu rumah komunal, ditinggali banyak lalep.
- Ukkui: pemimpin sebuah lalep, yang merupakan kepala keluarga patrilineal.
- Muntoghat/lineage: kekerabatan yang mengikat satu keluarga batih.
- Sikebukat uma: kepala keluarga luas yang menjadi kepala rumah tangga uma, bekerja untuk mengontrol kehidupan sosial warganya sekaligus menjadi pusat informasi dari dusun ke warganya. Juga mengatur upacara (punen) dalam satu uma.
- Sibakkat laggai : jenjang sosial komunitas di Sipora dan Pagai, sebagai penghuni pertama dusun. Bisa terdiri dari 2 atau 3 lineage.
- Langgai: sebutan untuk satu dusun, bisa terdiri dari lahan yang belum tergarap, ladang, hutan, dan kebun sagu.
- Sasareo: orang tepi, yaitu orang di luar suku Mentawai yang diterima dalam satu dusun Mentawai (banyak terdapat di Pagai dan Sipora). Di Siberut, sasareo berarti orang luar.
- Pulajagat: pemukiman dengan lahan Garapan beserta penduduknya.
- Sioyake : orang di luar suku Mentawai yang sudah menjadi warga orang Mentawai, bahkan masuk dalam lineage orang Mentawai (di Siberut).
- Sikerey : dukun, sebagai pengawas dalam aturan. Bertugas antara lain menentukan kapan dimulainya upacara adat, mengobati orang sakit, sekaligus menjadi penasihat uma.
- Arat Sabulungan: kepercayaan orang Mentawai akan dunia supranatural (roh nenek moyang, jiwa mahkluk hidup dan benda mati). Pada tahun 1950 terjadi penghancuran kepercayaan ini oleh pemerintah atas usul agama (Katolik, Protestan, dan Islam). Praktek sikerey pun dilarang, upacara yang berkaitan dengan arat sabulungan dan benda-bendanya dilarang dan dihancurkan.
Tags : Jurnal Sosiologi