-->

Januari 06, 2023

Apa Itu Pengambilan Keputusan Apriori dan Apostriori, Bagaimana Prosesnya?

Kegiatan kelompok orang dalam bentuk kerja sama sebagai wujud hubungan manusiawi yang efektif, untuk mencapai sesuatu tujuan, pada dasarnya merupakan adanya pelaksanaan keputusan-keputusan. Tujuan kelompok yang dirumuskan secara jelas, tegas dan terinci, jika mungkin bersifat tertulis, merupakan pedoman bagi pemimpin dalam membuat keputusan dan kebijaksanaan. Dari sisi lain tujuan itu pun sebenarnya adalah keputusan, yang sangat prinsipil sifatnya, karena akan mewarnai seluruh keputusan lainnya yang akan diwujudkan menjadi kegiatan-kegiatan kelompok/organisasi.

Keputusan dari seorang pemimpin tidak muncul secara tiba-tiba, tetapi berlangsung sebagai suatu proses. Dalam kenyataannya proses itu mungkin terjadi di dalam diri pemimpin sendiri, tetapi mungkin pula ditetapkan dengan mengikutsertakan orang-orang yang dipimpin, atau beberapa orang lainnya yang berkedudukan sebagai pembantu pemimpin. Sehubungan dengan itu secara konvensional harus diterima ketentuan bahwa pengambilan keputusan merupakan wewenang pimpinan tertinggi organisasi/kelompok masing-masing.

Dengan kata lain pengambilan keputusan yang akan diwujudkan menjadi kegiatan kelompok/organisasi merupakan hak dan kewajiban pucuk pimpinannya. Wewenang adalah “hak seorang dalam jabatannya sebagai pemimpin untuk mengambil keputusan dan memerintahkan pelaksanaanya atau untuk melakukan suatu tindakan/kegiatan dalam rangka mewujudkan eksistensi kelompok/organisasi.”

Wewenang itu dapat dilimpahkan pada pimpinan pembantunya, apabila dipandang perlu oleh pimpinan yang bersangkutan. Oleh karena itu, pelimpahan wewenang dapat diartikan sebagai “penyerahan sebagian hak untuk mengambil keputusan dan memerintahkan pelaksanaanya atau untuk melakukan suatu tindakan/kegiatan dalam suatu organisasi, kepada pimpinan yang lebih rendah posisinya.”

          Pelimpahan wewenang dari pimpinan pada dasarnya merupakan awal dari kepemimpinan yang bersifat mengikutsertakan orang-orang yang dipimpin. Oleh karena itu, pelimpahan wewenang harus jelas menggambarkan “apa yang dilimpahkan” atau “keputusan dan kegiatan apa” yang boleh ditetapkan atau dilakukan penerima wewenang tanpa meminta pesertujuan pemberi wewenang.    Pelimpahan wewenang perlu ditegaskan meskipun berdasarkan sturktur organisasi telah dilakukan pembagian dan pembidangan pekerjaan/kegiatan. Di samping itu harus jelas pula kepada siapa wewenang itu dilimpahkan, setidaknya jelas pada pimpinan unit yang mana diantara beberapa pimpinan unit yang sama jenjangnya di bawah jabatan pucuk pimpinan. Kejelasan itu penting, bukan saja untuk menghindari kesimpangsiuran pekerjaan, tetapi juga agar seluruh volume dan beban kerja berlangsung lancar dan efektif dan efisien dalam mencapai hasil tujuan. Kelancaran pekerjaan akan terwujud karena setiap anggota kelompok/organisasi mengetahui secara cepat apa dan kapan harus mengerjakan sesuatu yang menjadi tugas wewenangnya. Dalam keadaan itu pelimpahan wewenang tidak berarti pihak penerima wewenang boleh membuat keputusan atau melakukan kegiatan sekehendak hatinya, tetapi harus tetap dalam batas-batas, norma-norma, dan kebijaksanaan umum yang berlaku dalam kelompok/organisasi.

          Sejalan dengan uraian-uraian di atas berarti pelimpahan wewenang harus diiringi dengan pelimpahan tanggung jawab. Sehubungan dengan itu tanggung jawab diartikan sebagai “keharusan atau kewajiban melaksanaan wewenang yang dimiliki dengan cara baik dan benar, dan menyampaikan laporan pelaksanaan atau hasilnya kepada pemberi wewenang, agar tidak terjadi penyalahgunaan atau penyimpangan.”

          Dari uraian di atas berarti di dalam kepemimpinan harus jelas, “dari siapa keputusan berupa perintah atau tugas diterima,” bagi setiap anggota di dalam sebuah kelompok/organisasi. Sebagaimana telah dikemukakan terdahulu, setiap pemimpin perlu mengatur pelimpahan wewenang dan tanggung jawab. Dengan pelimpahan wewenang dan tanggung jawab dapat diperoleh beberapa manfaat sebagai berikut:

  1. Pimpinan tertinggi mendapatkan kesempatan yang cukup untuk memikirkan keputusan-keputusan dan melaksanakan tugas-tugas yang penting saja dalam melaksanakan tugas pokok organisasi,
  2. Setiap keputusan dan perintah sesuai dengan sifat penting atau tidak, dapat ditetapkan pada jenjang kepemimpinan yang tepat, sehingga dapat meningkatkan efisien dan efektivitas kerja dan mengarungi atau meniadakan birokrasi yang tidak perlu.
  3. Keputusan-keputusan dan perintah-perintah dapat ditetapkan secara cepat, tanpa kekhawatiran terjadi penyalahgunaan wewenang, karena setiap pemimpin pembantu berkewajiban menyampaikan pertangungjawaban.
  4. Memperbesar partisipasi dan meningkatkan dedikasi serta loyalitas pada kebersamaan dan bahkan pada pemimpin, karena setiap anggota kelompok merasa ikut berperan serta sesuai dengan posisinya masing-masing.
  5. Mendorong dan mengembangkan inisiatif, kreativitas, dan kemauan untuk berprestasi di bidang masing-masing.
  6. Menghilangkan sifat dan sikap menunggu perintah atau keputusan pucuk pimpinan dan pimpinan lainnya, sehingga kehidupan kelompok/organisasi menjadi dinamis.
  7. Pelaksanaan pekerjaan tidak terhambat, meskipun pucuk pimpinan berhalangan atau tidak hadir, karena sesuai wewenang yang dilimpahkan tetap dapat diambil keputusan-keputusan oleh para pembantu pimpinan di bidangnya masing-masing.
  8. Pucuk pimpinan berkesempatan memberikan latihan kepemimpinan, sehingga selalu tersedia kader-kader pengganti yang berkualitas, yang meneruskan kepemimpinan kelompok/organisasi pada masa-masa mendatang. 
Pengambilan keputusan yang menjadi wewenang pimpinan dapat dibedakan dalam dua bentuk, terdiri atas keputusan yang bersifat apriori dan apostriori. Keputusan apriori tidak berlangsung dalam bentuk proses, karena hanya dilakukan dengan mengulangi keputusan yang pernah ditetapkan dan ternyata tepat atau berhasil dalam pelaksanaannya. Keputusan ini dapat berbentuk mengikuti suatu keyakinan sebagai yang paling benar, sehingga dianggap keliru jika membuat keputusan yang lain atau bertentangan dengan keyakinan itu. Pengambilan keputusan yang bersifat apostriori oleh seorang pemimpin selalu merupakan proses, baik yang berlangsung dalam pikiran maupun dalam kegiatan operasional pemecahan masalah. Proses pengambilan keputusan itu berlangsung dengan tahapan sebagai berikut:
  1. Menghimpun data melalui pencatatan dan bahkan mungkin berupa kegiatan penelitian. Data tersebut dikembangkan dengan mengikuti perubahan-perubahannya, sehingga data yang telah dihimpun mungkin bertambah, berkurang atau bahkan harus dibuang dan diganti dengan yang sama sekali baru.
  2. Melakukan analisis data, baik melalui proses berpikir kritis maupun diskusi-diskusi dan bahkan perhitungan-perhitungan matematik dan statistik.
  3. Menetapkan keputusan yang ditempuh dengan memilih salah satu di antara beberapa alternatif yang mungkin atau terbaik untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Di samping itu dapat juga berbentuk memilih salah satu dari beberapa alternatif tindakan/kegiatan yang terbaik dapat dilaksanakan. Pilihan biasanya berorientasi pada resiko, dapat menetapkan keputusan yang paling baik yang risikonya paling kecil. Namun jika yang terbaik risikonya terlalu besar, maka pilihan dapat dijatuhkan pada alternatif lainnya yang resikonya kecil.
  4. Mengoperasionalkan keputusan menjadi kegiatan atau tindakan dengan mengamati hasilnya dan kemungkinan adanya resiko yang tidak diramalkan sebelumnya.
  5. Selama berlangsungnya kegiatan sebagai pelaksanaan keputusan akan diperoleh data operasional baru. Data tersebut mungkin langsung dipergunakan dalam kegiatan analisis ulang, sehingga terjadi perubahan keputusan. Perubahan itu dapat berupa perbaikan, mengganti atau membatalkan keseluruhan dan membuat keputusan berbeda dari sebelumnya. Apabila terjadi penggantian atau perbaikan keputusan, maka kegiatan operasional akan mengalami perubahan. Sedang data operasional setelah melalui analisis ulang ternyata tidak terpengaruh pada keputusan, maka sebagai data baru masuk ke dalam pencatatan untuk pengambilan keputusan yang lain.

Proses pengambilan keputusan seperti diuraikan di atas telah menggambarkan bahwa dinamika kelompok sangat bergantung pada keputusan-keputusan yang ditetapkan. Dari proses itu dihasilkan keputusan-keputusan yang pelaksanaanya menjadi kegiatan yang berpengaruh langsung pada perkembangan dan kemajuan kelompok/organisasi. Di samping itu juga bagaimana pimpinan mengikutsertakan anggota kelompok/organisasi di dalam proses tersebut, juga berpengaruh pada keputusan yang ditetapkan dan dalam pelaksanaannya menjadi kegiatan. Dalam keadaan seperti itu jelas, bahwa proses pengambilan keputusan berpengaruh pada dinamika kepemimpinan.

Sumber: Hadari dan Martini, "Kepemimpinan yang Efektif" 2012 

Tags :

bonarsitumorang