-->

Februari 13, 2019

KETIKA MAHASISWA MELANGGAR LALU LINTAS

Pelanggaran lalu lintas adalah masalah penyebab sebagian besar kecelakaan lalu lintas. Terutama karena faktor perilaku manusia pengguna jalan; yang tidak patuh terhadap peraturan lalu lintas. Penyebab  faktor  luar  manusia seperti ban pecah, rem blong, jalan berlubang, dan lain-lain. Demikian juga masalah kemacetan lalu lintas, data menunjukkan bahwa kemacetan itu diakibatkan oleh pelanggaran yang dilakukan oleh pemakai atau pengguna jalan. Adapun faktor lain yang menjadi penyebab kemacetan selain pelanggaran lalu lintas seperti volume kendaraan yang tinggi melalui ruas jalan tertentu, kondisi jalan, dan infrastruktur jalan yang kurang memadai. 



Pemberlakuan tilang terasa belum efektif sampai saat ini sebagai alat dalam menegakkan peraturan perundang-undangan dan sarana dalam meningkatkan disiplin masyarakat pemakai atau pengguna jalan, sehingga angka pelanggaran lalulintas belum dapat ditekan. Upaya lain dalam mengurangi pelanggaran dengan cara persuasif tampaknya sangat komplek dan tidak dapat ditangani secara baik dan benar oleh satu instansi saja yaitu kepolisian, maka diperlukan koordinasi yang baik antar instansi untuk mengoptimalkan penegakan hukum lalu lintas yang bersifat represif.

Perbedaan tingkat pengetahuan dan pemahaman terhadap aturan yang berlaku seharusnya menjadi indikator mahasiswa dalam menjaga ketertiban berlalu lintas. Jangan hanya pandai mengkritik kebijakan yang dibuat pemerintah, melainkan menjalankan sederhana saja tidak bisa. Perilaku mahasiswa sejatinya bisa menjadi agen perubahan dalam masyarakat. Cerdas, terampil dan disiplin dalam segala hal adalah tuntutan masyarakat terhadap masyarakat.

Mahasiswa adalah salah satu agen perubahan dalam masyarakat. Namun, ketika mahasiwa menjadi salah satu aktor pelanggar lalu lintas adalah suatu keadaan lunturnya moralitas yang dimiliki mahasiswa. Mengintrepretasikan situasi dan mengidentifikasi permasalahan moral mencakup empati, berbicara selaras dengan perannya, memperkirakan perilaku. Memperkirakan apa yang seharusnya dilakukan oleh seseorang, merumuskan suatu rencana tindakan yang merujuk pada suatu standar moral atau suatu ide tertentu mencakup kewajaran dan keadilan, pertimbangan moral, penerapan nilai moral sosial. Seharusnya mahasiswa menjadi contoh masyarakat dalam berkendaraan, namun nyatanya tidak sesuai dengan apa yang diharapkan.



Mengevaluasi pelbagai tindakan yang berkaitan dengan dengan bagaimana caranya orang memberikan penilaian moral atau yang bertentangan dengan moral, serta memutuskan apa yang secara aktual akan dilakukan seorang mahasiswa berkendaraan (mencakup proses pengambilan keputusan, model, integrasi nilai, perilaku mempertahankan diri). Mahasiswa menjadi cerminan untuk bisa mengambil keputusan dalam setiap permasalahan berlalu lintas. Melaksanakan serta mengimplementasikan rencana tindakan yang berbobot moral (mencakup “ego-streght” dan proses pengaturan diri). Taat pada aturan lalu lintas merupakan perilaku yang harus diambil mahasiswa untuk tetap menjaga keamanan berlalu lintas.

Merupakan Perilaku Menyimpang Mahasiswa 

Perilaku menyimpang atau sebut saja perilaku tidak taat terhadap aturan merupakan suatu bentuk tindakan yang tidak diharapkan oleh masyarakat karena itu merupakan tindakan yang tidak mengindahkan nilai dan norma yang sudah berlaku untuk masyarakat.
Kenyataan dalam kehidupan kita adalah sesuatu yang memang tergantung atas kesadaran kita sendiri atas hal tersebut. Kenyataan tersebut merupakan suatu rangkaian kegiatan yang terus berlanjut dalam kehidupan kita. Dari hal tersebutlah kita memiliki tingkat tanggapan perasaan yang berbeda sesuai dengan apa yang kita hadapi. Dalam hal ini sesuatu yang berasal dari kesadaran manusia memang tidak saja hanya sebatas pemikiran atau dialektika dalam berkendaraan di jalanan. Namun, setiap kesadaran harus juga disesuaikan dengan tindakan yang objektif di dalam masyarakat.



Semua kegiatan manusia bisa mengalami proses habitualisasi. Tiap tindakan yang sering diulangi pada akhirnya akan menjadi suatu pola yang kemudian bisa direproduksi dengan upaya sekecil mungkin. Kemudian akan terinternalisasi bagi pribadi lepas pribadi akan tertanam di dalam masyarakat. Kekurangan sosialisasi dan pengawasan terhadap aktor yang berkendaraan di ke dua jalan ini merupakan kesalahan umum dan pembiasan terhadap peraturan di jalan.
Ketika kita mengamati ke dua jalan ini, akan terasa sangat jelas realitas sosial yang seharusnya tidak terjadi demikian. Di jalan Padang Bulan akan setiap saat keluar kendaraan roda dua berlawanan arah menuju jalan balik ke jalan menuju Simpang Pos. Dan hal ini sepertinya sudah menjadi kebiasaan yang lumrah dan tidak menjadi masalah bagi pengendara sepeda motor. Sehingga, akibat dari berlawanan arah ini menyebabkan macet dan ketidakjelasan peraturan lalu lintas. 

Mahasiswa/i sudah terbiasa akan hal itu. Dan tidak mempermasalahkan kejadian tersebut. Sudah tentu tindakan-tindakan yang sudah dijadikan kebiasaan itu, tetap mempertahankan sifatnya yang bermakna bagi individu, meskipun makna-makna yang terlibat di dalamnya sudah tertanam sebagai hal-hal yang rutin dalam persediaan pengetahuannya yang umum, yang olehnya diterima begitu saja dan yang tersedia bagi proyek-proyek ke masa depan.

Sifat yang ingin selalu instan membuat kenyataan dalam masyarakat tidak terjadi sebagaimana diharapkan sesuai dengan pengetahuan yang sudah diterima. Namun fakta tersebut tidak lagi diindahkan oleh mahasiswa/i yang merupakan pelaku berkendara yang tidak taat berlalu lintas di Jl Padang Bulan.  Realita tersebut merupakan kendornya sistem nilai dan norma yang sudah tertanam dalam masyarakat. Sehingga kesalahan yang fatal seperti  itu dibiasakan oleh kebiasaan yang tidak pernah siapa-siapa peduli dan apatis dengan sesamanya. Seharusnya ha itu tidak terjadi, sebagai pemakai jalan tersebut adalah pada umumnya mahasiswa/i yang dianggap sebagai orang yang normatif, berpendidikan dan berakhlak mulia. Namun, fakta mengejutkan malah mahasiswa/i yang tidak peduli dengan peraturan. Dan lalai terhadap tridharma yang seharusnya diemban mahasiwa/i setiap saat.



Namun, sebagaimana mana mahasiswa/i  tidak mencerminkan jati diri sebagai mahasiswa/i. Hal ini diperkuat lagi dengan kenyataan bahwa seharusnya mahasiswa merupakan agent of change untuk masyarakat. Merupakan tolok ukur berperilaku bagi mahasiswa yang luas. Tolok ukur di sini diyakini karena mahasiswa/i merupakan orang yang berpengetahuan luas, mengerti estetika dan paham dengan aturan berlalu lintas.

Kenyataan hidup sehari-hari tersebut merupakan bentuk internalisasi nilai yang tidak berdasarkan pengetahuan dan kesadaran pelaku yang menyimpang di jalanan. Kenyataan hidup sehari-hari diterima begitu saja sebagai kenyataan, kenyataan tidak memerlukan vertifikasi tambahan selain kehadiran yang sederhana. Sudah jelas, sebagai aktifitas yang memaksa dengan sendirinya. Secara tidak langsung akan mengerti cara pemahaman luar, di luar pengetahuan kita untuk beradaptasi.
Diperlukan suatu kewajiban untuk memahami keadaan, kesadaran yang sebenarnya agar dapat menciptakan suatu ruang dan waktu terhadap yang keserasian. Dunia kehidupan sehari-hari memiliki struktur ruang dan waktu, dimana ruang merupakan dimensi sosial berkat fakta dan waktu merupakan satu sifat intrinsik dari kesadaran.

Tags :

bonarsitumorang