Norma Kepentingan dalam Perilaku Ilmuwan
Untuk segala kondisi yang mendorong kegiatan ilmu
pengetahuan pada umumnya. Setiap hari semua masyarakat akan langsung
berhadapan dengan ilmu pengetahuan, terutama lembaga yang menyediakan proses
mentransfer pendidikan. Menjadi pertanyaan yang serius adalah, apakah ilmu
pengetahuan tersebut dipraktekkan atau tidak?
Para pemikir
Barat secara tradisional memandang isi ilmu pengetahuan yang sekarang
seluruhnya bebas dari determinasi sosial. Kebanyakan sarjana Barat berpendapat
bahwa ide-ide ilmu pengetahuan muncul dan maju sesuai dengan suatu logika
internal mereka sendiri, tanpa mengindahkan kondisi sosial ekonomi dan pengaruh
sosial lainnya. Sehingga kondisi seperti apapun, para pencari ilmu pengetahuan
memiliki integrasi terhadap tujuan yang ingin dicapainya. Kebanyakan Sosiolog
memiliki cara pandang seperti ini, dan harapannya sosiolog tidak akan
terpengaruh dalam segala situasi sosial untuk dijadikan sebagai objek atau
subjek penelitian. Seperti yang disampaikan oleh Joseph Ben-David, (1971:13-14)
kemungkinan bagi sosiolog berisi ilmu pengetahuan yang sangat kompleks dan
konseptual serta teoritis yang memiliki keterbatasan.
Secara umum
memang bisa kita lihat bahwa ide-ide pengetahuan dan sebagian besar dari itu adalah
pengaruh sosial yang datangnya dari eksternal kehidupan manusia itu sendiri. Para
pengusul pandangan ini misalnya bisa kita lihat pada tokoh Sosiologi yang besar
yakni Marx, yang menegaskan bahwa ilmu pengetahuan tidak menghasilkan
pengetahuan yang obyektif, namun ilmu pengetahuan menghasilkan hal yang
subjektif dan mengandung relativitas. Pandangan ini disebut sebagai pandangan
eksternalis ilmu pengetahuan (Rose and Rose, 1976; Hull, 1988). Ada juga pendapat
yang menyatakan bahwa ilmu pengetahuan dibentuk dan ditentukan oleh secara
sosial yang ada di dalam masyarakat bukan secara intelektual (Mulkay, 1979; H.
Collins, 1981).
Penting untuk
memahami pola pikir ilmu pengetahuan, yang pastinya adalah masyarakat yang
memiliki hasrat mencapai ilmu pengetahuan harus bisa memosisikan diri dalam
situasi masyarakat dan problematika yang ada. Walaupun pandangan ini terlalu
ekstrim untuk dicerna dan dimaknai, tapi yang pasti adalah bahwa semua ilmu
pengetahuan adalah hasil dari pola pikir yang kita bentuk.
Perilaku Ilmuwan yang Normatif
Suatu masalah sekarang
bagi sosiolog adalah dan turut menjadi perhatian, sejauh manakah ilmu
pengetahuan itu merupakan suatu kegiatan normatif. Robert K. Merton (1973),
menandaskan suatu posisi yang telah secara luas diterima dikalangan sosiolog,
bahwa perilaku para ilmuwan dipedomani oleh suatu perangkat norma yang
eksplisit yang penting adalah berhasilnya suatu pengetahuan yang dimiliki oleh lembaga.
Norma-norma
menurut Merton hal yang paling mendasar bagi ilmu pengetahuan. Netralitas emosional adalah standar yang mengatakan bahwa
ilmuwan tidak boleh berpaut secara emosinal pada ide-ide yang dibentuk. Para ilmuwan
hendaknya tenang sehingga tidak akan
kehilangan akal sehat perspektif dan obyektif. Pengetahuan hendaknya yang
diharapkan tidak mempunyai atribut sosial, ras, kelas sosial, kepribadian dan
kedudukan mereka di dalam suatu masyarakat. Harapannya adalah masyarakat ilmiah
bisa juga memiliki komunitas ilmiah memegang dua perangkat norma yang
bertentangan, norma pendapat dan norma tandingan pendapat tersebut.
Tags : Jurnal Sosiologi
bonarsitumorang
- Bonar Situmorang
- Medan
- Jakarta Selatan
- bonarsos@gmail.com
- +62852-6969-9009