Policy Brief: Menanggulangi Kemacetan di Kota Medan
POLICY BRIEF
Menanggulangi Kemacetan di Kota Medan
(Studi kasus di
Jl. Jamin Ginting Padang Bulan dan Jl. Dr. Mansyur Kecamatan Medan Baru)
Ringkasan Eksekutif
Kemacetan
Kota Medan sudah teramat parah. Banyak faktor yang mempengaruhnya serta
kesemrawutan dan kemacetan lalu lintas jalan raya Kota Medan memang sudah
sangat rumit dan susah mengurainya. Pelanggaran lalu lintas menjadi penyebab sebagian
besar kecelakaan lalu lintas. Terutama karena faktor manusia pengguna jalan
yang tidak patuh terhadap peraturan lalu lintas. Namun dapat juga ditemukan
penyebab di luar faktor manusia seperti ban pecah, rem blong, jalan berlubang,
dan lain-lain. Kemacetan itu diakibatkan oleh pelanggaran yang dilakukan oleh
pemakai atau pengguna jalan. Adapun faktor lain yang menjadi penyebab kemacetan
selain pelanggaran lalu lintas seperti volume kendaraan yang tinggi melalui
ruas jalan tertentu, kondisi jalan, dan infrastruktur jalan yang kurang
memadai.
Selain pelanggaran
lalu lintas, kemacetan di Kota Medan disebabkan oleh perilaku pengendara yang
tidak sesuai dengan aturan yang berlaku. Sehingga jalanan sering macet karena
jarang ada yang bisa memberikan contoh, semuanya seenaknya saja dalam berkendara.
sehingga sering terjadi kecelakaan dan kemacetan.
Studi kasus di Jl.
Jamin Ginting Padang Bulan dan Jl. Dr. Mansyur Kecamatan Medan Baru. Di kedua
lokasi ini sering kita melihat banyak orang yang melanggar lalu lintas secara
khusus pengendara sepeda motor yang berlawanan arah. Sehingga diperlukan suatu
kebijakan yang bisa mengurangi kemacetan di Medan secara khsus Jalan Jamin
Ginting Padang Bulan dan jalan Dr. Mansyur Medan.
Latar belakang masalah
Adapun
menjadi perumusan masalah yang akan dijelaskan dalam kertas kebijakan yaitu
dengan melakukan proses yang tepat yaitu, pencarian masalah, pendefinisian
masalah, spesifikasi masalah dan pengenalan masalah.[1]Dalam
hal ini masalah yang menjadi prioritas adalah kemacetan yang ada di Kota
Medan. Pencarian masalah tersebut
merupakan pengalaman dan bisa dijadikan sebagai alat untuk pengambilan
kebijakan di Kota Medan sacara khsusu di ke dua tempat studi kasus.
Kemacetan
Kota Medan sudah teramat parah. Banyak faktor yang mempengaruhinya serta kesemrawutan
dan kemacetan lalu lintas jalan raya Kota Medan memang sudah sangat rumit dan
susah mengurainya. Kondisi tersebut terjadi
mengingat pertumbuhan jumlah kendaraan terus meningkat pesat. Di Sumatera Utara
(Sumut), hingga September 2013 jumlah kendaraan yang telah diregistrasi
tercatat sebanyak 5.243.956 unit. Jumlah ini bertambah 261.539 unit dibanding
2012 yang tercatat 4.982.471 unit. Dari angka 261.539 unit tersebut, jika
dihitung rata-rata, berarti ada sekitar 968 unit kendaraan baru bertambah
setiap hari di Kota Medan.[2] Tingginya pertumbuhan kendaraan kian diperparah dengan masih
minimnya pelebaran jalan. Di kota Medan, lebar rata-rata jalan di Kota Medan
hanya empat hingga enam meter. Lebar itu tidak berubah dari 2010. Sedangkan
panjangnya malah mengalami penurunan menjadi 3.110.04 kilometer (km) dari
3.191.50 km di 2011.[3]
Penambahan ruas jalan sulit dilakukan karena
harus bersinggungan dengan masyarakat, sementara penambahan jumlah kendaraan
sulit dibatasi. Pertumbuhan kendaraan memang sulit diatasi karena seiring
dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi. Seharusnya memang dibarengi dengan
penambahan panjang atau pelebaran jalan. Saat
ini titik kemacetan di Kota Medan sudah mencapai ratusan yang tidak hanya
berada di inti kota tetapi sudah sampai hingga ke daerah pinggiran. Menyikapi
masalah ini sebagai pengguna jalan di Kota Medan yang tiap hari merasakan
kemacetan, rasanya kemacetan yang terjadi semakin lama semakin membuat hidup
tak tenang dan berdampak banyak kerugian, baik waktu, kesehatan, maupun
efektivitas mobilitas.
Diperlukan sebuah kebijakan untuk
mengurangi kemacetan di Kota Medan dan keputusan-keputusan pemerintah yang
sagat berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat melalui instrument-instrumen
kebijakan yang dimiliki oleh pemerintah berupa hukum, pelayanan, transfer dan,
pajak dan anggaran-anggaran. Kebijakan ini diharapkan mampu memberikan
perubahan di Kota Medan yang berorientasi pada tujuan, pola-pola tindakan, dan
bersifat universal bagi semua pengguna kendaraan.
[4]Kondisi
kota- kota besar di Indonesia terutama Kota Medan berada dalam kondisi yang
mengkhawatirkan. Dalam press release yang
diselenggarakan pada hari Kamis, 26 Mei 2011, Sekjen IAP, Ir. Bernardus
Djonoputro, mengatakan bahwa mayoritas kondisi kota-kota besar di Indonesia
dinilai tidak nyaman oleh warganya. Berdasarkan survey yang dilakukan di 15
kota besar, diketahui bahwa nilai rata- rata (mean) indeks kenyamanan kota
adalah 54,26. Indeks dengan persepsi tingkat kenyamanan tertinggi di Kota
Yogyakarta (66,52) dan Kota Denpasar (63,63). Sedangkan dan persepsi kenyamanan
warga yang paling rendah adalah Kota Medan (46,67) dan Kota Pontianak (46,92).
Kota-kota dengan indeks diatas rata- rata adalah: Yogyakarta, Denpasar, Makassar,
Menado, Surabaya dan Semarang. Sedangkan kota-kota dengan indeks dibawah
rata-rata adalah Banjarmasin, Batam, Jayapura, Bandung, Palembang,
Palangkaraya, Jakarta, Pontianak dan Medan terakhir. Kota Medan dirasakan semakin tidak nyaman terutama dalam
aspek tata kota, kualitas lingkungan dan transportasi yang buruk Yang paling melatarbelakangi
ketidaknyamanan itu adalah kemacetan. Itulah yang penulis alami sendiri sebagai masyarakat Kota
Medan. Kemacetan yang terjadi di Kota Medan ini dilatarbelakangi oleh:
1.
Terlalu banyaknya kendaraan
umum yang kosong memenuhi jalan raya, dalam kasus ini bisa mengambil contoh
angkot. Jika diperhatikan, jumlah angkot sudah sangat banyak dan malah semakin
bertambah terus-menerus. Apalagi tidak jarang dapat dilihat angkot kosong yang
beroperasi dan hal ini lah yang mengakibatkan kemacetan karena menambah jumlah
angkutan di jalan raya. Pemerintah seharusnya membatasi jumlah angkot dan juga
kelayakan angkot tersebut, terlebih lagi seharusnya sering dilakukan razia angkot karena masih banyaknya supir angkot
yang tidak memiliki SIM dan memiliki STNK yang sudah mati.
2.
Terlalu banyaknya
kendaraan pribadi, dalam kasus ini bisa mengambil contoh kehidupan sehari-hari
yaitu fakta bahwa sudah biasanya dalam satu keluarga memiliki beberapa
kendaraan. Jika diperhatikan pun sudah biasa kalau orang tua dan anaknya pergi
masing-masing dengan kendaraaan berbeda, hal ini dianggap efektif tapi tidak
efisien karena hal ini juga semakin menambah jumlah kendaraan di jalan raya.
3.
Tidak tertibnya pengguna
jalan raya. Sering dilihat kendaraan yang menerobos lampu merah dan tidak
sedikit yang malah berubah menjadi kemacetan, seharusnya jika mau menunggu
sebentar saja maka tidak akan terjadi kemacetan seperti itu. Banyak pengguna
sepeda motor yang menggunakan trotoar sebagai lintasannya, hal ini
mengakibatkan ketidaknyamanan bagi pejalan kaki. Selain itu masih banyaknya
orang yang memarkirkan kendaraannya terlalu masuk ke jalan raya. Selain iu banyaknya
pengguna kendaraan yang tidak menaati aturan.
4.
Masih banyaknya pengguna
jalan raya yang belum mengerti atau memahami rambu-rambu lalu lintas.
5.
Masih rendahnya kesadaran
pengguna kendaraan dalam menjaha ketertiban lalu lintas. Selain itu pengguna
kendaraan apatis dan tidak mau tahu tentang situasi dan jalanan. Sehingga tidak
ada orang yang bisa memberikan contoh serta pengawaasan yanga da.
6.
Masih adanya sikap bahwa
yang penting saya cepat. Jadi kejadin tersebut banyak bisa dilihat di lapangan.
Kondisi di Jln. Jamin Ginting dan Dr. Mansyur
Perbedaan yang mencolok ada di
sekitar jalan Padang Bulan dekat Sumber yang merupakan jalan alternatif menuju
kampus USU dan juga perbedaan kita temukan dalam perilaku masyarakat yaitu di
jalan Dr. Mansyur menuju Pintu IV. Realita tersebut bisa kita temukan dalam
masyarakat. Namun hal yang menjadi kajian saya di sini adalah tentang tafsiran
mengapa hal itu sepertinya “tidak salah” lagi buat masyarakat.
Semua kegiatan manusia bisa mengalami proses
pembiasaan
(habitualisasi). Tiap tindakan yang sering diulangi pada akhirnya akan menjadi suatu pola yang kemudian bisa direproduksi dengan upaya sekecil mungkin dan yang, karena itu, dipahami oleh pelakunya sebagai pola yang dimaksudkan itu. Kemudian akan terinternalisasi bagi pribadi lepas pribadi akan tertanam di dalam masyarakat. Kekurangan sosialisasi dan pengawasan terhadap aktor yang berkendaraan di ke dua jalan ini merupakan kesalahan umum dan pembiasan terhadap peraturan di jalan. Sehingga diperlukan kebijakan demi perbaikan kualitas dan kuantitats jalan.
(habitualisasi). Tiap tindakan yang sering diulangi pada akhirnya akan menjadi suatu pola yang kemudian bisa direproduksi dengan upaya sekecil mungkin dan yang, karena itu, dipahami oleh pelakunya sebagai pola yang dimaksudkan itu. Kemudian akan terinternalisasi bagi pribadi lepas pribadi akan tertanam di dalam masyarakat. Kekurangan sosialisasi dan pengawasan terhadap aktor yang berkendaraan di ke dua jalan ini merupakan kesalahan umum dan pembiasan terhadap peraturan di jalan. Sehingga diperlukan kebijakan demi perbaikan kualitas dan kuantitats jalan.
Ketika kita mengamati ke dua jalan ini, akan terasa
sangat jelas realitas sosial yang seharusnya tidak terjadi demikian. Di jalan
Padang Bulan akan setiap saat keluar kendaraann roda dua berlawanan arah menuju
jalan balik ke jalan menuju Simpang Pos. Dan hal ini sepertinya sudah menjadi
kebiasaan yang lumrah dan tidak menjadi masalah bagi pengendara kreta.
Sehingga, akibat dari berlawanan arah ini menyebabkan macet dan ketidakjelasan
peraturan lalu lintas. Bukan hanya itu saja, pada umumnya orang yang keluar
dari Jl. Sumber ini adalah mahasiswa/i Universitas Sumatera Utara. Bukankah
seharusnya mahasiswa/i mengetahui lawan arah di jalan adalah kesalahan dan
melanggar peraturan lalu lintas?
Mahasiswa/i sudah terbiasa akan hal itu. Dan tidak
mempermasalahkan kejadian tersebut. Sudah tentu tindakan-tindakan yang sudah
dijadikan kebiasaan itu, tetap mempertahankan sifatnya yang bermakna bagi
individu, meskipun makna-makna yang terlibat di dalamnya sudah tertanam sebagai
hal-hal yang rutin dalam persediaan pengetahuannya yang umum, yang olehnya
diterima begitu saja dan yang tersedia bagi proyek-proyek ke masa depan. Sifat
yang ingin selalu instan membuat kenyataan dalam masyarakt tidak terjadi
sebagaimana diharapkan sesuai dengan pengetahuan yang sudah diterima. Namun
fakta tersebut tidak lagi diindahkan oleh mahasiwa/i yang merupakan pelaku
berkendaraa yang tidak taat berlalu lintas di Jl Padang Bulan.
Demikian halnya kejanggalan berkendaraan di sekitar
kampus USU bisa ditemukan di jalan Dr. Mansyur. Jalan keluar dari Jln.
Pembangunan menuju pintu masuk IV USU selalu dipadati dengan kendaraan yang
berlawanan arah. Sehingga memicu terjadinya kemacetan dan rentan dengan konflik
sesama berkendaraan bermotor. Realita tersebut merupakan kendornya sistem nilai
dan norma yang sudah tertanam dalam masyarakat. Sehingga kesalahan yang fatal
seperti itu dibiaskan oleh kebiasaan yang tidak pernah siapa-siapa pedulu dan
apatis dengan sesamanya. Seharusnya ha itu tidak terjadi, sebagai pemakai jalan
tersebut adalah pada umumnya mahasiswa/i yang dianggap sebagai orang yang
normatif, berpendidikan dan berakhlak mulia. Namun, fakta mengejutkan malah
mahasiswa/i yang tidak peduli dengan peraturan. Dan lalai terhadap tridarma
yang seharusny diemban mahasiwa/i setiap saat.
Dari segi makna-makna yang diberikan oleh manusia
kepada kegiatan-kegiatannya, pembiasaan menyebabkan tidak perlunya lagi tiap
situasi didefinisikan kembali, langkah demi langkah.
Sejumlah besar ragam situasi dapat dimasukkan ke dalam
definisi-definisi yang sudah ditetapkan lebih dulu. Kegiatan yang harus
dilakukan dalam situasi-situasi itu lalu bisa diantisipasi; bahkan
alternatif-alternatif perilaku bisa diberi bobot yang baku.
Proses-proses pembiasaan ini mendahului setiap pelembagaan, malahan dapat dibuat sedemikian rupa sehingga bisa berlaku bagi seorang individu hipotetis yang hidup menyendiri, terkucil dari interaksi sosial yang bagaimanapun. Sehingga dalam menjalankan kehidupan yang normatif tidak terjadi seperti apa yang sudah ada di lapangan.
Pengendara motor di Kota Medan cukup unik dan sangat
beraneka ragam. Ditambah lagi dengan perilaku di lalu lintas yang tidak
mencerminkan pengguna jalan yang taat aturan. Berbeda dengan pengalaman empiris
yang didapatkan diberbagai kota di Indonesia. Misalnya saja, taat aturan
berlalu lintas bisa kita lihat di jalanan Kota Yogyakarta dan sekitar kampus
Universitas Gadjah Mada. Demikian halnya, pengguna jalan yang taat aturan bisa
kita lihat di sekitar jalanan di Jambi. Namun Medan sebagai salah satu kota
terbesar di Indonesia, bisa dengan mudah kita temukan orang yang tidak taat aturan di jalanan.
Solusi
Umum yang Sudah Diterapkan
1.
Penggunaan bus umum seperti Damri dan
lainnya, hal ini gagal karena jalur bus umum yang tidak terlalu banyak, halte
yang sedikit, adanya tindak kejahatan di dalam bus, dan bus yang kurang nyaman.
2.
Jalur khusus sepeda motor, hal ini juga
gagal karena masih banyaknya pengguna jalan yang melanggar hal ini.
3.
Tidak bolehnya bus dan
truk AKAP (Antar Kota Antar Provinsi) melewati kota, hal ini gagal karena masih
banyaknya terminal bus dan truk di dekat kota sehingga terkadang bus dan truk
tersebut melewati kota, supir bus dan truk yang nakal melewati kota agar lebih
dekat, dan kurang pahamnya supir bus dan truk dengan jalur yang harus dilewati.
4.
Sebagaimana
disebutkan bahwa seharusnya perilaku di jalanan secara khusus orang yang
mengendarai sepeda motor. Haruslah sesuai dengan aturan berlalu lintas. Sesuai
dengan sampel dan realita yang diamati adalah secara umum pelakunya mahasiswa/i
yang keluar masuk USU. Namun, sebgaimana mana mahasiswa/i tidak mencerminkan jati
diri sebagai mahasiswa/i. Hal ini diperkuat lagi dengan kenyataan bahwa
seharusnya mahasiswa merupakan agent of
change untuk masyarakat. Merupakan tolok ukur berperilaku bagi masyarakat
yang luas. Tolok ukur di sini diyakini karena mahasiswa/i merupakan orang yang
berpengetahuan luas, mengerti estetika dan paham dengan aturan berlalu lintas.
5.
Perlunya penangan langsung dari kepolisian, agar memberikan pelayanan dan
oengawasan bagi masyarakat. Secara khsusus pengguna jalan di jalan Jamin
Ginting dekat Sumber pintu masuk USU dan Jlan Dr. Mansyur Pintu IV. Sehingga
setaiap penggun jalan terawasi dan bisa memberikan contoh bagi pengguna jalan
lainnya.
Untuk
dapat mengimplementasikan gagasan ini, dapat dilakukan beberapa langkah
strategis. Salah satunya adalah dengan proposal ini. Diharapkan dapat dibaca
dan dipertimbangkan oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dan Pemerintah Kota
Medan. Lalu dimasukkan dalam agenda APBD Sumatera Utara.
Apabila
terwujud dilakukan beberapa hal penting:
1. Menarik
investor dan pihak swasta dalam menarik dana.
2. Meniadakan
becak bermotor dan angkot. Supir diberdayakan menjadi supir Bus Khusus 4
Sektor.
3. Dinas
Pendidikan mensosialisasikan kepada sekolah-sekolah dan kampus-kampus untuk
memberi larangan membawa kendaraan pribadi ke tempat pendidikan.
4. Adanya
kebijakan pembedaan jam masuk antara pelajar dengan mahasiswa dan umum. Pelajar
pukul 07.00, mahasiswa dan umum pukul 08.00. Bisa pula menerapkan sistem
sekolah pagi dan sekolah siang.
5.
Melakukan subsidi silang
pada tarif ongkos angkuta umum agar murah. Sehingga tidak terlalu jauh dengan
tarif angkutan umum yang lain. Pelajar Rp 3.000,00, mahasiswa dan umum Rp
5.000,00 sekali naik.
Penegakan
hukum dalam lalu lintas dapat diketahui dan dilaksanakan bila diketahui secara
pasti ketentuan-ketentuan apa yang berlaku dalam lalu lintas baik dalam aspek
sarana transportasinya maupun penggunaannya. Contohnya, Menurut catatan Kantor
Kepolisian Republik Indonesia jumlah kendaraan sepeda motor di Indonesia dari
tahun 1987 sampi dengan 2010 berjumlah 61.078.188 unit, sedangkan jumlah
kendaraan mobil (tidak termasuk bis dan truk) pada periode tahun yang sama
berjumlah 8.891.041 unit. [5]sepeda motor itu sendiri
yang terdiri dari sejumlah spesifikasi yang secara menyeluruh membentuk sepeda
motor yang sempurna (standart).
Penggunaan
sepeda motor secara teknis harus di dasarkan pada fungsi kendaraan dengan
mematuhi peraturan undang-undang di bidang lalu linta dn angkutan jalan. Ketentuan
pokok di bidang lalu lintas saat ini sdiatur dengan Undang-Undang No. 22 tahun
2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan dan peraturan dan pelaksanaanya,
memuat beberapa pasal tentang sepeda motor dan penggunaannya. Pasal-pasal
tersebut mengatur penggunaan dan memberikan sanksi terhadap pelanggaran dalam
erlalu lintas. Baik pengaturan dan sanksi dalam penggunaan sepeda motor berada
pada lingkung hukum administrasi, hukum perdata, dan hukum pidana, guna
menjamin terlaksananya lalu lintas dengan tertib dana aman. Pada kasus pelanggaran
lalu lintas berdasarkan pengamatan penlitian meskipun belum ditemukan angka
yang pasti jumlah pelanggaran lalu lintas yang di lakukan pengguna kendaraan di
jalan umum, jauh lebih banyak dilakukan oleh pengendara sepeda motor disbanding
pengguna kendaraan lainnya. Fenomena tersebut dengan mudah dapat dilihat oleh
siapa saja yang selalu berlalu lintas di jalan umum. Jenis pelanggaran yang
sering dilakukan oleh pengendara sepeda motor adalah; tidak menggunakan helm,
tidak patuh pada rambu lalu lintas, menggunakan sepeda motor di luar
spesifikasi standar, tidak memiliki surat tanda nomor kendaran (STNK) dan surat
izin mengemudi dalam (SIM).
Kesimpulan
Kesimpulan yang
bisa diambil dari kertas kebijakan ini adalah dengan menghubungkan masalah dan
solusi yang ada. Kebijakan tersebut diharapkan dapat memecahkan masalah
kemacetan, secara khusus bisa merubah perilaku para pengedara kendaraan. Agar
bisa menjadi Kota yang diharapkan oleh masyarakat luas. Buakn itu saja, yang
perlu dikembangkan juga adalah adanaya regulasi yang benar-benar yang bia
merubah kondisi yang ada. Adapun kesimpulan menjadi solusi sebagai berikut:
1. Pembedaan
jam masuk antara sekolah dengan kampus dan umum.
2. Pelarangan
membawa kendaraan pribadi ke sekolah dan kampus.
3. Perbanyak
Banpol untuk pemberdayaan pengangguran.
4. Perbaikan
lampu jalan.
5. Memperbesar
paj ak dan tarif parkir kendaraan bermotor.
6. Pelebaran
bahu jalan.
7. Perbaikan
jalan yang rusak.
8.
Adanya subsidi silang dari Pemerintah
Provinsi Sumatera Utara dan Pemerintah Kota Kesadaran akan kenyataan hidup ini
akan terus berlaku bagi kita seiring dengan semua kegiatan kita sehari-hari.
Hal itu akan terus berlangsung sampai suatu saat kita menemukan sesuatu yang
berbeda dengan kebiasaan kita sehari-hari. Sesuatu yang berbeda terssebut bisa kit
temukan dalam beberapa sudut koda Medan dalam berkendaraan. Namun, dalam
tulisan ini saya tidak akan menyampaikan secara universal tentang penyimpangan
yang berhubungan dengan lalu lintas di Kota Medan.
Dunn.
William. 2003. Pengantar Kebijakan Publik
Edisi Kedua. Gadjah Mada University. Yogyakarta.
Parsons, Wayne.2006. Public Policy. Pengantar Teori dan Praktik
Analisis Kebijakan. Kencana Media Group.
Jakarta
http://www.antarafoto.com/bisnis/v1282812301/kemacetan-medan. Diakses
pada tanggal 15 Oktober 2016 pukul 21.18 WIB.
Anonim. 2011. Kondisi Kota Besar di Indonesia Mengkhawatirkan. http://perencanamuda.wordpress.com/2011/05/31/428/.
Diakses
pada tanggal 12 Oktober 2016 pukul 11.14 WIB.
Anonim.2010.KemacetanMedan
http://www.antarafoto.com/bisnis/v1282812301/kemacetan-medan. Diakses pada tanggal 15 Oktober 2016pukul 21.18
WIB.
Anonim. 2011. Kondisi Kota Besar di Indonesia Mengkhawatirkan. http://perencanamuda.wordpress.com/2011/05/31/428/.
Diakses
pada tanggal 12 Oktober 2016 pukul 11.14 WIB.
Jelia Amelida dan Rholand Muary. 2013. Hantu Baru
Bernama Kemacetan. http://www.koran-sindo.com/node/362030.
Diakses pada tanggal 15 Oktober 2016 pukul 18.30 WIB.
Anonim.
2013. Kemacetan Kota Medan Bagaikan "Neraka".
http://hondasupramedan.com/berita-4220-kemacetan-kota-medan-bagaikan-
neraka.html. Diakses pada tanggal 15 Oktober 2016 pukul 18.47 WIB.
[1] Dunn. William. 2003. Pengantar Kebijakan Publik Edisi Kedua.
Gadjah Mada University. Yogyakarta.
Tags : Jurnal Sosiologi
bonarsitumorang
- Bonar Situmorang
- Medan
- Jakarta Selatan
- bonarsos@gmail.com
- +62852-6969-9009