Gagal Bersembunyi
Hari ini aku gagal. Sama seperti yang
dulu. Lagi dan lagi, itu terulang. Merasa ga berguna. Merasa bersalah. Terjebak
dalam masa yang lalu. Seakan tak menerima aku pernah mengalami dan pernah
merasa ada di dalam itu. Ntahlah, kapan itu akan berhenti.
Pagi ini sekitar jam 06.30, sinar
matahari menembus mataku. Sinar itu datang dari lubang kecil di tempat tidurku
malam ini. Aku sih menyebutnya, pondok, berdinding papan, beralaskan belahan
bambu kecil. Aku coba angkat kepalaku. Kuhangatkan kakiku dengan selimut coklat
yang sudah satu malam ini memberikan kehangatan. Alas
tempat tidurku selembar tikar itu tidak cukup menghambat dinginnya malam itu.
Untuk menyambut hari, kulipat tanganku, kutundukkan kepalaku dan
berkata dalam hati syukur Tuhan untuk hari ini dan aku siap menyambut harimu
ini.
Sambil aku menilik sebelah kanan
kiriku. Ternyata mereka yang membersamaiku satu malam, sudah bangun dengan aktifitas
kecil. Aku berharap ini akan jadi pagi yang indah. Ternyata, aku sadar bahwa
ada satu mimpi yang memaksaku kembali menengok ke belakang. Aku pun mengucek
mata, berharap pagi ini adalah kenyataan. Sembari
menghirup udara pagi yang dingin, dan berpikir:
“Pagi kadang terlalu cepat memberikan
cahaya lembut yang menghangatkan tubuhku. Sebenarnya aku belum siap menyambut.”
Tapi mau bagaimana mentari sudah terasa di seluruh badanku. Hangat. Memberikanku
sebuah harapan, bahwa hari ini akan jadi baik.”
Tak lepas dari itu aku tak mampu
menyimpan rasa bahwa menyambut pagi ini penuh dengan memori. Tadi malam, di
atas tempat tidur bersama keluargaku di sini, aku kembali mimpi tentang
masalalu. Memaksaku untuk mengingat kembali masa yang pernah datang. Sebenarnya
aku benci dengan ini, tapi mengapa ini bisa datang lagi ya?
Ternyata matahari ini menyadarkanku bahwa
itu hanyalah mimpi. Kuulangi lagi, dan kuingat lagi, eh, ternyata dalam mimpi
juga. Busyet dah. Lagi, dan berkali aku
gagal bersembunyi untuk satu hal ini. Harapku sih bisa kembali datang dalam
kenyataan. Walau hanya sesingkat mimpi ku itu.
Sepertinya aku mulai bingung dengan
hari ini. Aku melangkah sedikit. Kuambil sabun pencuci muka di depanku. Ku bergegas
berangkat ke samping pondok. Hanya sekitar 10 meter saja. Kubasuh mukaku dan
kurasakan udara dingin pagi yang seakan menelanjangi tubuhku. Kembali aku
teringat, “apakah itu hanya mimpi?’ artinya apa? lanjutku lagi sambil merasakan
tetesan air.
Bukan sekali atau dua kali saja ni
terjadi. Setelah April yang memutuskan aku untuk berjuang untuk melawan rasa
itu. Akhirnya dalam mimpi pun aku tetap saja mengingatnya. Aku tidak suka
dengan itu. Aku ingin gelapnya malam nanti tidak akan menghadirkan itu lagi.
Aku tidak tahu. Yang pasti sebelum
tidur aku sudah lupa tentang itu semua. Mengingat pun tidak, apalagi berharap
untuk bermimpi. Ternyata kali ini aku gagal bersembunyi. Masih dirasa yang
sama. tentang seseorang yang sempat singgah, diam, lalu aku sendiri yang
meminta pergi.
Setelahnya, aku pulang dari pancuran
itu. kuletakkan sabun pencuci wajahku. Karena aku tak tahan dinginnya pagi, aku
mencoba berdiang di dekat api. Ruangan itu tidaklah luas. Hanya 4 kali 3 meter
saja. Tak ada satupun alat – alat canggih di situ. Hanya ada perapian, alat
masak yang terbatas, dan aku tak lupa bahwa langit – langit pondok dihiasi
gantungan baju yang dipakai untuk bekerja.
Mudahan
besok dan luasa, mentari tak membohongiku lagi.
Tags : Linimasaku
bonarsitumorang
- Bonar Situmorang
- Medan
- Jakarta Selatan
- bonarsos@gmail.com
- +62852-6969-9009