SISTEM ZONASI, KEMUNDURAN ATAU KEMAJUAN PENDIDIKAN?
Penerapan sistem zonasi telah dillaksanakan
atas keputusan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 14 tahun 2018
tentang penerimaan peserta didik baru. Teman – teman keputusan ini tentu
memberikan dampak yang sangat signifikan bagi pendidikan Indonesia. Pasti penerapan
suatu kebijakan akan berdampak positif dan tidak bisa dipisahkan dari dampak
negatif.
Pendidikan jelas merupakan hak
semua warga Indonesia. Pendidikan adalah nadinya kemajuan Indonesia ke depan.
Pendidikan adalah akses terdekat yang bisa diraih masyarakat Indonesia untuk mampu
bangkit dari keterbelakangan. Saya berfikir tidak satu orang pun mau
pendidikannya berhenti oleh kebijakan yang tak merangkul semua masyarakat dan
golongan.
![]() |
SD Negeri 1 Hutagalung |
Bangsa besar adalah bangsa yang memberikan
pendidikan yang tiada batas bagi rakyatnya. Tahun demi tahun perubahan sistem telah
dilakukan untuk perubahan pendidikan lebih baik. Tidak ada negara tidak
memiliki cita – cita untuk pendidikan, karena memang dari pendidikanlah suatu
bangsa mampu bersaing dengan bangsa lain.
Untuk penerapan sistem zonasi
masih banyak di daerah yang tidak merata dalam hal penerapannya. Tentu hal itu
merupakan tantangan Pemerintah terutama Peraturan Menteri Pendidikan mengenai
kebijakan pendidikan tersebut. Selain akan berdampak terhadap pendidikan yang
berkelanjutan seorang siswa setiap jenjangnya akan berdampa juga terhadap penentuan
keputusan sekolah dalam penerimaan murid baru.
Fakta dan aturan yang berlaku
dalam sistem zonasi akan saya jelaskan dalam tulisan ini. Mulai dari jejang
Sekolah Dasar (SD), hal – hal menjadi indikator diterima seorang anak masuk ke
Sekolah Dasar adalah:
Sekolah Dasar
- Usia dan
- Jarak rumah. Nah, untuk peraturan tingkat
ini ditambahkan
v jika
usia calon sama maka penentuan berdasarkan jarak rumah
v Namun
jika usia dan jarak rumah sama maka yang menentukan adalah pendaftar yang lebih
awal.
v Pastinya
tidak boleh melakukan tes membaca, menulis, dan berhitung
Untuk jenjang Sekolah Menengah Pertama peraturan penerimaan siswa baru adalah
- Berdasarkan
jarak rumah
- Nilai hasil
ujian yang didapat dari Sekolah Dasar
- Selanjutnya
adalah prestasi yang diraih baik itu akademik atau pun non – akademik yang
didapatkan ketika duduk di bangku Sekolah Dasar
Untuk Sekolah Menengah Atas indikator yang penerimaan siswa baru adalah:
- Berdasarkan
Usia calon siwa
- Berdasarkan
nilai hasil ujian SMP
- Prestasi
akademik dan non - akademik yang diakui oleh sekolah.
Jik indikator itu sudah dimiliki
oleh siswa yang ingin mendaftar maka akan dihadapkan juga dengan persaingan antar
pendaftar. Beberapa kejadian di daerah ataupun di perkotaan menghadapi
tantangan kuota yang ditentukan untuk penerimaan siswa baru. Perlu diingat
bahwa ketentuan zonasi untuk pendaftar siswa
baru adalah disesuaikan dengan 90% merupakan berdasarkan pada radius zona
terdekat sekolah, 5 % berdasarkan prestasi sebelumnya yang sudah diraih oleh seorang
siswa. Sedangkan 5% lagi adalah perpindahan domisili orangtua/wali atau
terjadinya bencana alam atau bencana sosial yang tidak diharapkan.
Jadi bagaimana penentuan jarak
tersebut, akan banyak tanya setiap orang tua? Apakah sudah diukur jarak rumah
dari sekolah, apakah sudah ada sistem digital dan ketetapan absolut jarak
rumah, apakah sekolah harus memaksa seoarang siswa setiap jenjangnya berprestasi,
memiliki nilai akademik yang tinggi, juara lomba, dan apakah tidak adalagi
kesempatn buat anakku jika indikator itu tidak dapat dicapai? Akan banyak
pertanyaan dipikiran orang tua yang sejatinya menginginkan anaknya untuk sekolah.
Wajib diingat bahwa Penerimaan Peserta
Didik Baru (PPDB) indikato zonasi tersebut disesuaikan dengan:
- Domisili
peserta didik baru berdasarkan Kartu Keluarga yang terbit 6 bulan sebelum
PPDB
- Radius zona
sekolah ditetapkan langsung oleh Pemerintah Daerah dan juga disesuaikan
dengan ketersedian daya tampung dan ketersediaan anak usis sekolah;
- Pemerintah
Desa melibatkan adanya musyawarah kerja kepala sekolah dalam penetapan
radius zona sekolah,
- Berbeda
dengan daerah perbatasan, sistem zonasi disesuaikan dengan pemerintah yang
saling berbatasan.
Untuk generasi sekarang untuk
mendaftar sekolah saja sudah sulit dan memaksa untuk cerdas, bersertifikat baik
akademik dan non – akademik. Padahal
jamanku mendaftar sekolah tidak menjadi halangan. Dulu tantangan utama adalah keterbatasan
ekonomi keluarga. Untuk sekarang siswa harus dihadapkan dengan kemampuan
akademik dan non – akademik, jarak, dan usia.
Jika kita punya keluarga yang
tidak diterima di sekolah karena kebijakan tersebut menginginkan adanya sosialisasi
peraturan tentang zonasi, jika pemerintah yang bernaung untuk pendidikan diam
dan tanpa solusi maka di situ letaknya pendidikan bukan lagi bicara tentang
kebebasan. Sebelum melakukan kebijakan pemerintah wajib membangun sekolah jika
suatu daerah lebih dari zonasi yang ditetapkan, karena daerah di Indonesia bukan
hanya kota, melainkan ada kabupaten, kecamatan, desa, bahkan dusun, bahkan ada daerah
yang terpencil. Jika zonasi tetap dilakukan, akan ada asumsi saya bahwa daerah
maju akan maju dan daerah terpencil akan semakin terpencil dalam pendidikan.
Pendidikan adalah hal semua masyarakat, sistem adalah produk dari akademik. Sejatinya akademik bisa menjawab tantangan akademik, bukan melahirkan masalah bagi dirinya sendiiri. Semoga pendidikan Indonesia semakin baik ke depan. Buat adik – adiku yang belum dan bahkan masih berjuang dalam tahap penerimaan siswa baru, yakinlah bahwa persoalannmu akan terjawab.
Tags : Jurnal Sosiologi
bonarsitumorang
- Bonar Situmorang
- Medan
- Jakarta Selatan
- bonarsos@gmail.com
- +62852-6969-9009