Makalah: Pemikiran Erving Goffman dalam Sosiologi
Tori
Dramaturgi Erving Goffman tertuang dalam bukunya yang berjudul “The
Presentation of Self in Everyday Life (1959)” dan “Encounters; Two Studies
of Sociology of Interaction (1961)”. Goffman tidak berupaya menitikberatkan
pada struktur sosial, melainkan pada interaksi tatap muka atau kehadiran
bersama (Co-presence). Menurutnya interaksi tatap muka itu dibatasinya sebagai
individu yang saling memperngaruhi indakan-tindakan mereka satu sama lain
ketika masing-masing berhadapan secara fisik. Secara lebih rinci, teori
Dramaturgi Goffman tersebut dapat dikemukakan sebaga berikut (Supardan,
2011:158):
1. Dalam suatu situasi sosial, seluruh
kegiatan dari partisipan tertentu disebut sebagai suatu penampilan (performence),
sedangkan orang-orang lain yang terlibat dalam situasi tersebut disebut
sebagai pengamat atau partisipan lainnya.
2.
Para aktor adalah mereka yang melakukan
tindakan tindakan atau penampilan rutin. Yang dimaksud tindakan rutin
(routine) disini menurut Goffman dalam Dadang Supardan, 2011 yaitu membatasi
sebagai pola tindakan yang telah ditetapkan sebelumnya, terungkap pada saat
melakukan pertunjukan dan yang uga dapat dilakukan maupun diungkapkan pada
kesempatan lain.
3. Individu dapat menyajikan suatu
pertunjukan (show) bagi orang lain, tetapi kesan (impression) pelaku terhadap
pertunjukan tersebut dapat berbeda-beda. Seseorang dapat bertindak sangat
meyakinkan atas tindakan yang diperlihatkannya, walaupun sesungguhnya
perilaku sehari-harinya tidaklah mencerminkan tindakan yang demikian.
4. Karena itulah perlu dibedakan antara
panggung depan (front region) atau panggung belakang (back stage). Panggung
depan adalah bagian penampilan individu yang secara teratur berfungsi sebagai
metode umum untuk tampil di depan publik sebagai sosok yang ideal.
5.
Sedangkan pada panggung belakang,
terdapat sejenis “masyarakat rahasia” yang tidak sepenuhnya dapat dilihat di
atas permukaan. Dalam hal ini tidak mustahil bahwa tradisi dan karakter
pelaku sangat berbeda dengan apa yang dipentaskan di depan. Dengan demikian
ada kesenjangan peranaan walaupun maupun keterikatan peranan maupun role
embracement (Supardan, 2011:158).
|
INTERAKSIONISME
SIMBOLIS GEORGE HERBERT MEAD
I.
Biografi George Herbert Mead
Sekilas
perjalanan sosiologis dari beliau, George Herbert Mead penulis mencoba untuk
menyuratkannya. Beliau lahir di South Hatley Massachussets pada tanggal 27
Februari 1863. Mead mendapat Sarjana Muda pada tahun 1883 di Oberlin College. Saat
berkuliah, Mead sangat terpengaruh filsafat dan agama yang sering didiskusikan
dengan temannya. Sehingga Mead menjadi sangat krtitis dalam kajian kepercayaan
yang bersifat supranatural.
Pada
tahun 1887, Mead meneruskan kuliah di Universitas Harvard dan Universitas
Leipzig, lalu beliau menjadi dosen di Universitas Michigan pada tahun 1891 dan
setelah itu beliau pindah ke Universitas Chicago pada tahun 1894 atas undangan
John Dewey. Dalam kuliah lanjutannya, Mead cenderung tertarik pada kajian
psikologi daripada pada kajian filsafat yang beliau dalami sebelumnya.
Mead
sebagai staf pengajar, dikenal oleh mahasiswa-mahasiswanya dengan senyumnya
yang khas dan menyejukkan. Karyanya Mind, Self, and Society disusun dari bahan
kuliah stenografisnya pada tahun 1928. Mead dikenal juga sebagai seorang
psikolog sosial, karena memang pada akhirnya ia banyak berbicara tentang proses
berfikir, konsep diri dalam organisasi sosial, dan pola-pola pengambilan peran
orang lain sebagai dasar organisasi sosial. Ia menganggap bahwa perkembangan
sains dapat mengatasi problem sosial, untuk itu ia aktif dalam kegiatan sosial
dan mengupayakan pendirian pemukiman sosial di Universitas Chicago. Ia
meninggal tahun 1931 di rumahsakit akibat gagal jantung yang dideritanya.
II.
Konseptual Turunan Tokoh-Tokoh
Mead
dalam konsepsinya tentang interaksionisme simbolik mengadopsi teori dari
sosiolog klasik Max Weber yang dalam teorinya juga menganalisis tindakan
individu. Namun dalam paparan Max Weber, beliau dapat dikatakan lebih cnderung
pada tindakan-tindakan individu sebagai birokrat. Bukan individu secara
umumnya.
Namun,
level kajian Mead tidak makro seperti kajian-kajian dari Marx, Durkheim, dan
Weber. Mead lebih cenderung menerapkan gagasan kemunculan pada proses kesadaran
ketimbang menerapkannya pada masyarakat yang lebih luas. Jadi, pikiran dan diri
dipandang sebagai bentuk proses sosial yang baru muncul.
William
James dan John Dewey sangat mempengaruhi Mead dalam kajian pragmatisnya,
sehingga dengan sedikit campuran kajian psikologi, Mead dapat membentuk suatu
skema filosofis dan psikologi sosial yang benar-benar baru. Dapat dikatakan,
Mead adalah salah satu penganut aliran Behaviorisme yang melihat individu bukan
dari siapa dia, namun melihat pada kerangka perilakunya.
Mead
juga menerapkan teori evolusi sosial dari Charles Darwin untuk mengkaji proses,
perubahan, ketidakstabilan, dan perkembangan sebagai materi terpenting dari
kehidupan sosial.
III.
Analisis Pemikiran Mead Tentang Interksionisme Simbolik
Kebudayaan
adalah hasil dari cipta sebagai keluaran dari proses manipulasi manusia yang
berorientasi pada kebutuhan hidup. Menurut Mead, masyarakatlah yang pertama
kali muncul lalu diikuti pemikiran-pemikiran yang ada dalam masyarakat.
Kelompok sosial yang selanjutnya membentuk kesadaran diri dan perkembangan
mental individu.
Oleh
karena itu, Mead juga menyimpulkan alasannya membuat konsep interaksionisme
simbolis, yaitu pemakaian konsep psikologi sosial dengan konsekuensi yang
melekat padanya. Untuk menganalisis perilaku ataupun tindakan sosial harus
dimulai menganalisis perilaku sosial sebagai kompleksitas dari
perilaku-perilaku individu yang menjadi bagian-bagian perilaku sosial tersebut.
Dan juga, bagi psikologi sosial adalah keseluruhan (masyarakat) mendahului
bagian (individu), bukan bagian mendahului keseluruhan, bukan keseluruhan
menurut satu atau beberapa bagian.
Dalam
konsep teori Herbert Mead tentang interaksionisme simbolis terdapat
prinsip-prinsip dasar yang dapat disimpulkan sebagai berikut:
a.
manusia dibekali kemampuan berpikir,
tidak seperti binatang
b.
kemampuan berpikir ditentukan oleh
interaksi sosial individu
c. dalam berinteraksi sosial, manusia
belajar memahami simbol-simbol beserta maknanya yang memungkinkan manusia
untuk memakai kemampuan berpikirnya
d.
makna dan simbol memungkinkan manusia
untuk bertindak (khusus dan sosial) dan berinteraksi
e. manusia dapat mengubah arti dan simbol
yang digunakan saat berinteraksi berdasar penafsiran mereka terhadap situasi
f. manusia berkesempatan untuk melakukan
modifikasi dan perubahan karena berkemampuan berinteraksi dengan diri yang
hasilnya adalah peluang tindakan dan pilihan tindakan
g.
pola tindakan dan interaksi yang saling
berkaitan akan membentuk kelompok bahkan masyarakat.
|
A.
Mind (Akal Budi atau Pikiran)
Pikiran
bagi Mead tidak dipandang sebagai objek, namun lebih ke proses sosial. Mead
juga mendefinisikan pikiran sebagai kemampuan untuk menggunakan simbol yang
mempunyai makna sosial yang sama. Menurut Mead, manusia harus mengembangkan
pikiran melalui interaksi dengan orang lain. Pikiran manusia sangat berbeda
dengan binatang. Namun, juga ada interaksi dan perilaku manusia yang tidak
dijembatani oleh pikiran, sehingga terdapat persamaan dengan binatang.
Pikiran
dalam analisis Mead adalah suatu proses internal individu yang
menimbang-nimbang tentang kebaikan-keburukan, keuntungan-kerugian sebuah
tindakan sebelum individu melakukannya. Pikiran sangat dipengaruhi
pengalaman-pengalaman dan memori-memori masa lalu, ini juga yang membedakan
antara manusia dengan binatang, yaitu mengambil pelajaran dari suatu
pengalaman.
Misalnya
interaksi antara dua anjing, pada dasarnya hanya pertukaran isyarat yang
menimbulkan reaksi, singkatnya proses aksi-reaksi. Dan, tidak ada pemakaian
akal budi dalam proses itu. Pada manusia dalam proses aksi-reaksi secara umum
melibatkan akal budi, manusia mengerti makna dari isyarat atau simbol dari
manusia lain, lalu menafsirkannya dengan akal budi, dan di sinilah terjadi
proses sosial yang dimkasud oleh Mead di atas.
Pikiran
manusia berorientasi pada rasionalitas. Dengan pikiran itulah manusia bisa
melakukan proses refleksi yang disebabkan pemakaian simbol-simbol oleh manusia
yang berinteraksi, sebut saja sebagai aktor. Simbol-simbol yang digunakan
adalah berbentuk gestur dan bahasa yang bagi Mead dianggap sebagai
simbol-simbol signifikan yang akan dibahas selanjutnya. Ciri khas dari pikiran
adalah kemampuan individu untuk tidak sekedar membangkitkan respons orang lain
dari dalam dirinya sendiri, namun juga respons dari komunitas keseluruhan.
Namun,
apabila dikaji lebih dalam, interaksi antarmanusia lebih memiliki kecenderungan
dalam penggunaan bahasa verbal daripada gestur, namun tidak dipungkiri juga
pemakaian gestur atau isyarat tubuh sering digunakan.
Manusia
dalam menginteraksikan simbol-simbol dalam kehidupan, baik gestur maupun
bahasa, prasyaratnya adalah konsensus bersama suatu kelompok atau organisasi
sosial tentang makna dari sebuah simbol. Hal ini juga mengakibatkan perbedaan
makna tergantung pada lokal masyarakatnya. Contohnya adalah gestur
menggelengkan kepala di masyarakat Indonesia mewakili makna tidak atau tidak
setuju, di lain tempat, makna dari menggelengkan kepala adalah mempersetujui
atau mengiyakan sesuatu hal, dan ini terjadi di masyarakat India. Namun, selain
memiliki perbedaan, ada juga makna universal yang dapat dipakai dalam
mengartikan sebuah simbol oleh masyarakat. Seperti, gestur senyuman yang
dilakukan seseorang akan mewakili sebuah makna kesenangan atau kebahagiaan, dan
makna ini berlaku secara universal di manapun.
Berbeda
dengan bahasa, gestur memiliki lebih sedikit kekayaan makna daripada bahasa
jika pemakaian bahasa digunakan pada individu yang dominan dengan komunikasi
verbal. Jika dilihat pada individu-individu dengan cacat fisik seperti tuna rungu,
sebaliknya gestur sangat mendominasi penginteraksian makna-makna melalui
simbol-simbol gestur. Dan gestur-gestur yang digunakan oleh para tuna rungu ini
secara universal digunakan tanpa ada perbedaan kultural.
B.
Aksi (Tindakan) dan Interaksi
Fokus
dari interaksionisme simbolik adalah dampak dari makna-makna dan simbol-simbol
yang digunakan dalam aksi dan interaksi manusia dalam tindakan sosial yang
covert dan overt. Melalui aksi dan interaksi ini pula manusia membentuk suatu
makna dari simbol yang dikonstruksikan secara bersama. Suatu makna dari simbol
dapat berbeda menurut situasi. Aksi
atau tindakan sosial pada dasarnya adalah sebuah tindakan seseorang yang
bertindak melalui suatu pertimbangan menjadi orang lain dalam pikirannya. Atau,
dalam melakukan tindakan sosial, manusia dapat mengukur dampaknya terhadap
orang lain yang terlibat dalam serangkaian tindakan itu.
Dalam
proses interaksi, manusia memakai simbol-simbol untuk mengomunikasikan
makna-makna dalam diri yang ingin disampaikan. Dan setelahnya proses tadi,
manusia lain yang terlibat dalam interkasi tersebut mengintepretasikan
simbol-simbol tadi berdasar intepretrasinya sendiri. Secara garis besar
terdapat hubungan timbal balik antar aktor dalam berinteraksi.
Analisis
Mead tentang stimulus dan respon masuk dalam kerangka perilaku seperti ini,
seperti hewan yang hanya melempar stimulus dan menerimanya sehingga
mengeluarkan respon untuk stimulus itu seketika itu juga tanpa mempertimbangkan
apapun berdasar pengalaman atau memori.
Berbeda
dengan manusia sebagai individu yang berinteraksi dengan manusia yang lain,
perbedaannya dalam interaksi antarmanusia sebagai individu terdapat tempat atau
momentum di mana pikiran mengambil tempat dalam proses stimulus-respon
tersebut. Manusia sebagai individu memiliki pikiran yang mempengaruhi setiap
tindakan yang akan dilakukan olehnya.
Perbedaan
interaksi manusia dengan binatang adalah langsung dan tidak langsung. Binatang
langsung merespon apa yang diterimanya dari binatang lain, namun manusia
memiliki kesempatan untuk memikirkan tindakan terbaik apa yang menurut
subjektifnya yang akan dilakukan. Misal, ada seekor anak kucing yang sedang
marah lalu menegakkan bulu-bulu di badannya di hadapan kucing yang lain, maka
kucing yang lain akan memberikan secara langsung respon marah dan ingin
berkelahi dengan kucing yang melempar stimulus tadi. Sebagai perbandingan,
ketika Joko yang bekas korban kecelakaan sepeda motor, maka ia akan lebih
berhati-hati dalam memutuskan dia akan menjadi pengendara atau pembonceng karena
pengaruh pengalaman atau memori masa lalunya.
Tindakan
menurut Mead menurut analisisnya melalui empat tahapan, yaitu impuls, persepsi,
manipulasi, dan konsumasi. Keempat tahap ini menurut Mead menjadi suatu
rangkaian dalam melakukan suatu tindakan yang tidak dapat dilepaskan satu per
satu.
Impuls,
sama seperti stimulus atau rangsangan yang didapatkan ataupun muncul tiba-tiba
pada seorang individu. Dalam kehidupan sosial, impuls bukan hanya sekedar rasa
lapar saja, melainkan juga berbagai masalah dapat menjadi impuls bagi individu
yang menyebabkan individu harus dapat mencari pemecahan terhadap masalah
tersebut.
Persepsi
adalah proses tanggapan dan respon terhadap impuls (permasalahan) yang dihadapi
individu. Pikiran (Mind) dalam tahap ini sangat berperan penting dalam
menyikapi impuls tersebut. Pada tahap persepsi yang memerankan pikiran dalam
prosesnya, individu memberi ruang untuk memikirkan dan mempetimbangkan segala
sesuatu untuk bertindak, mana yang akan diambil dan dibuang dari pikirannya.
Manipulasi
menjadi tahap ketiga dari serangkaian tahap tindakan. Tahap ini menjadi proses
tentang pengambilan keputusan setelah melalui tahap persepsi tadi.
Konsumasi
adalah suatu proses di mana individu untuk menentukan melakukan sebuah tindakan
atau tidak untuk memenuhi kebuthan yang diciptakan dari impuls tadi. Disini
terdapat perbedaan antara manusia dan binatang, dalam tahap ini dan manipulasi,
pengalaman masa lalu dilibatkan oleh individu yaitu manusia, berbeda dengan
binatang yang dalam dua tahap ini bersifat coba-coba.
Keempat
tahap tersebut di atas dapat dianalogikan seperti ini. Kebutuhan akan pemenuhan
pengumpulan tugas mata kuliah Teori Sosial Politik pada hari Rabu minggu depan
membuat mahasiswa Sosiologi bingung dalam kebutuhan tersebut. Dengan belajar
kelompok dipikirkan sebagai suatu jalan keluar bagi permasalahan tersebut,
belajar kelompok pun harus memilih seorang mahasiswa yang mempunyai kompetensi
untuk membantu mahasiswa-mahasiswa yang menghadapi permasalahan itu dan Joko
adalah mahasiswa yang berkompeten. Keputusannya adalah belajar kelompok di
kostnya Joko. Sehingga, pada hari Kamis malam beberapa mahasiswa Sosiologi pun
belajar kelompok di kostnya Joko.
C.
Self (Diri)
Diri
menurut Mead juga bukan merupakan sebuah objek, namun sebagai subjek
sebagaimana pikiran. Diri adalah kemampuan untuk merefleksikan diri sendiri
dari perspektif orang lain. Bagi Mead, diri berkembang dari sebuah jenis
pengambilan peran, membayangkan bagaimana kita dilihat oleh orang lain. Diri
adalah suatu proses sosial yang mempunyai kemampuan:
1. memberikan jawaban atau tanggapan kepada
diri sendiri seperti orang lain memberi tanggapan atau jawaban,
2. memberikan jawaban atau tanggapan
seperti norma umum memberikan jawaban kepadanya (Generalized Others),
3.
mengambil bagian dalam percakapannya
sendiri dengan orang lain,
4.
menyadari apa yang sedang dilakukannya
sekarang dan kesadaran untuk melakukan tindakan pada tahap selanjutnya.
|
Menurut
Mead, diri itu mengalami perkembangan melalui proses sosialisasi. Ada tiga
tahap dalam proses sosialisasi ini, yaitu tahap bermain (Play stage), tahap
permainan (Game stage), dan tahap orang lain pada umumnya (Generalized Others).
ü Tahap
bermain (play stage) penuh dengan kepura-puraan, maksudnya dalam tahap ini,
anak-anak mengambil peran atau mengandaikan dirinya sebagai orang lain. Atau
“pura-pura menjadi orang lain”. Dalam perkembangan yang ‘pura-pura” ini,
proses pemahaman diri sebagai peran pengandaiannya kurang mapan, tidak
tertata, dan tidak pada umumnya. Misalnya, seorang anak kecil yang bermain
“pasaran” dalam konteks masyarakat Jawa, maka anak itu akan mengandaikan
dirinya sebagai seorang pedagang karena bapak ibunya adalah pedagang, namun
pemahaman sebagai pedagang hanya dipahami sebagai proses jual beli saja.
ü Tahap
permainan (game stage) menuntut seorang individu memerankan peran dengan
utuh. Kesadaran menempati posisi membawa konsekuensi untuk memenuhi semua hak
dan kewajiban yang dibebankan pada posisi itu. Sehingga pada tahap ini
kepribadian yang kokoh mulai dibentuk. Misalnya, anak-anak yang tadi hanya
bermain pasaran saja, sekarang mulai menempatkan posisinya sebagai pedagang
yang bukan pura-pura lagi. Anak kecil tadi yang sudah beranjak dewasa mulai
memahami posisi sebagai pedagang dengan segala konsekuensinya.
ü Tahap
yang ketiga adalah generalized other atau orang lain pada umumnya. Pada tahap
ini, setelah kepribadian yang kokoh sudah mulai terbentuk maka kemampuan
mengevaluasi diri mereka sendiri dari sudut pandang orang lain atau
masyarakat pada umumnya, tidak sekedar dari sudut pandang individu-individu
yang tersegmentasi. Disini norma sosial yang berlaku memilki pengaruh yang
kuat dalam penentuan tindakan. Dalam tahap ini menuntut seorang anak kecil
yang sudah beranjak dewasa tadi untuk memiliki kemampuan berpikir serta berempati
seperti pedagang lain pada umumnya untuk melakukan suatu tindakan atau
mengambil keputusan dalam menentukan harga jualannya.
|
Diri
menurut Mead adalah kemampuan khas manusia untuk menjadi subjek dan objek (I
dan Me). Tahap-tahap perkembangan diri manusia yang telah disebutkan di atas
harus mengalami proses komunikasi antarmanusia, aktivitas, serta relasi sosial.
I
dalam analisis Mead menempatkan diri sebagai individu yang sangat subjektif.
Oleh karena itu, I akan memberikan reaksi yang berbeda-beda tiap individu akan
suatu rangsangan atau stimulus. Nilai yang dianut oleh tiap individu
menyebabkan beragamnya penafsiran dan intepretasi akan sesuatu. I juga membuat
kehidupan baik individu dan sosial menjadi sangat dinamis. Pada taraf
subjektivitas, perilaku individu akan menjadi spontan dan tidak teramalkan.
Misalnya saja, untuk penafsiran tentang arti kecantikan akan berbeda dari tiap
individu bahkan yang berada di suatu masyarakat yang sama.
Me
lebih stabil daripada I, karena Me adalah kristalisasi dari serangkaian norma
yang dibuat secara umum. Artinya, diri sebagai objek akan memberi ruang untuk
pengaruh norma sosial atau dengan kata lain, konsep generalized other akan
sangat mempengaruhi diri. Me membuat individu dalam bertindak penuh dengan
kontrol, sehingga setiap tindakannya akan normatif.
I
dalam diri seorang seniman akan lebih kuat daripada pengaruh Me, karena nilai
kreativitas yang menghancurkan nilai-nilai konservatif dalam diri seseorang.
Lain halnya dengan seseorang yang berjiwa konservatif, orang desa misalnya,
mereka akan tetap bertahan hidup di lingkungan pedesaan dengan gaya hidup yang
cenderung sama dari waktu ke waktu.
Dapat
disimpulkan bahwa, faktor I dalam kehidupan individu sangat menentukan proses
perubahan baik di level individu dan masyarakat pada umumnya.
Diri
sebagai subjek adalah kemampuan diri untuk memberikan tanggapan terhadap apa
yang ia keluarkan atau tujukan kepada orang lain, dan tanggapan yang diberikan
tadi juga termasuk dalam serangkaian dari tindakan. Sedangkan diri sebagai
objek maksudnya adalah diri tidak hanya mendengarkan dirinya sendiri namun juga
merespon tindakan yang telah dilakukan seperti individu lain merespon.
D.
Society (Masyarakat)
Fokus
Mead adalah psikologi, maka tidak heran jika pembahasannya tentang masyarakat
dapat dikatakan lemah. Mead melihat masyarakat tidak seperti Durkheim dan Marx
yang makro, Mead tidak berbicara tentang masyarakat dalam skala besar beserta
struktur di dalamnya. Menurut Mead, masyarakat adalah sekedar organisasi sosial
yang memunculkan pikiran dan diri yang dibentuk dari pola-pola interaksi antar
individu. Dan norma-norma dalam masyarakat adalah sebagai respon.
Analisis
Mead tentang masyarakat, menggabungkan kajian fenomena mikro dan makro dari
masyarakat. Mead mengatakan ada tiga unsur dalam masyarakat yaitu individu
biologis, masyarakat mikro, dan masyarakat makro.
Pada
awalnya, konsep individu biologis dimaknai oleh Mead sebagai individu yang
polos dan belum mendapatkan pengaruh apa-apa dari lingkungannya. Dan ketika
individu itu mulai memasuki wilayah masyarakat yang mikro, maka individu itu
akan terpengaruh dalam perilakunya. Dan masyarakat makro itu sendiri terbentuk
dari serangkaian kompleks dari perilaku individu yang dipengaruhi oleh
lingkungan mikro dari individu itu sendiri, seperti keluarga. Sehingga dapat
dikatakan bahwa pengaruh antara perilaku individu dan masyarakat baik mikro dan
makro berhubungan timbal balik.
Daftar
Pustaka
Chabib
Mustofa, Hand-Out Teori Sosiologi Modern
Craib,
Ian. 1986. Teori 2 Sosiologi Modern Dari Parson-Harbermas. Rajawali. Jakarta
Doyle
Paul Johnson, diIndonesiakan Robert MZ Lawang. Teori Sosiologi Klasik Dan
Modern Jilid 2. Gramedia. Jakarta
M.
Zeitlin, Irving. Memahami Kembali Sosiologi. Gadjah Mada Press. Yogjakarta
Rachmad
K. Dwi Susilo. 2008. 20 Tokoh Sosiologi Modern. Arruz Media. Yogyakarta
Raho,
Bernard. 2007. Teori Sosiologi Modern. Prestasi Pustaka: Jakarta
Ritzer,
George. Douglas J. Goodman. 2009. Teori Sosiologi. Karya Wacana: Yogjakarta.
HR
Riyadi. 2002. Interaksionsme Simbolik. Averroes. Malang
Averroes.or.id
http://publicrelationeasy.wordpress.com/2009/08/27/teori-interaksi-simbolik/
http://compsoc.bandungef.net/intro/part07.html
http://fauzan3486.wordpress.com/2009/07/10/teori-interaksionisme%C2%A0simbolik/
Tags : Jurnal Sosiologi
bonarsitumorang
- Bonar Situmorang
- Medan
- Jakarta Selatan
- bonarsos@gmail.com
- +62852-6969-9009